Rumah Pegawai PTPN Dibakar

Kamis, 19 Juli 2012 – 08:14 WIB

INDERALAYA- Hari kedua konflik antara warga dari beberapa desa di Kecamatan Kabupaten Ogan Ilir (OI) yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) selain berakhir dengan pembakaran lahan juga diikuti dengan pembakaran beberapa rumah yang ditempati pegawai PTPN VII Cinta Manis, Rabu (18/7).

Rumah pegawai PTPN VII tersebut terletak di Rayon 3 Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu. Rumah pegawai yang terletak di tiga blok yang berbentuk bangunan semi permanen tersebut hanya menyisakan pondasi yang terbuat dari cor beton.

Begitu juga dengan kebun tebu milik PTPN VII juga masih berlanjut dengan aksi pembakaran. Ada sekitar 10 titik api kebun tebu PTPN VII yang terbakar. Asap hitam terlihat membumbung dari kejauhan. Hanya saja kebun yang terbakar tersebut tidak sebanyak di hari pertama saat aksi dilakukan warga.

Warga Desa Sribandung yang semula berkumpul di work shop tidak sebanyak saat hari pertama aksi. Hanya terlihat sekitar 30 warga desa yang berkumpul di posko. Hilir mudik warga yang menuju desa dan posko terlihat silih berganti.

Di hari kedua aksi, warga dari 23 desa yang tergabung dalam GPPB melaksanakan rapat di Balai Desa Sribandung. Kaum ibu pun ikut menghadiri rapat tersebut.  Sebab mereka ingin mengevaluasi aksi yang dilakukan di hari pertama. Rapat tersebut dimulai pada pukul 15.00 WIB yang dipimpin Dadok, sekretaris GPPB dan Firmansyah.

Ratusan warga yang hadir dalam rapat maupun melihat dari luar balai desa umumnya membekali diri dengan senjata tajam jenis golok, parang, dan pisau. Kendati demikian, warga terlihat bersahabat dengan insan pers yang akan meliput jalannya rapat. Sesekali warga tersenyum dan menyapa.

Firmansyah mengatakan, bahwa perjuangan yang dilakukan warga yang tergabung dalam GPPB sudah hampir berhasil atau boleh dikatakan sudah mencapai 99,9 persen. Jadi jangan sampai perjuangan yang akan menuai hasil dinodai dengan aksi anarkis. “Kita jangan terpancing dengan provokasi pihak luar yang akan memecah belah warga atau menggagalkan perjuangan,” kata Firman.

Dikatakannya bahwa warga yang tergabung dalam GPPB hendaknya patuh pada pimpinan dan koordinator desa. Jangan banyak pimpinan. Apa yang dikatakan pimpinan maka harus dipatuhi. “Untuk apa kita memilih pemimpin dan koordinator desa jika tidak dipatuhi,” imbuhnya.

Firman menambahkan bahwa pada hari ini (kemarin) memang GPPB akan mengadakan pertemuan dengan Bupati Ogan Ilir H Mawardi Yahya di DPRD. Tapi karena pertemuan sudah beberapa kali dilaksanakan di DPRD dan belum ada hasilnya, maka GPPB meminta kepada bupati untuk memfasilitasi pertemuan di pemkab. “Tadi (kemarin, red) bupati belum bisa memfasilitasi pertemuan warga dengannya,” ujar Firman.

Atas nama GPPB, lanjut Firman, dirinya meminta kepada bupati Ogan Ilir untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa lahan warga dengan PTPN. Sebab sebagai pimpinan dan pemilik wilayah Ogan Ilir. Bupati mempunyai kewenangan untuk membantu warganya. Dalam pertemuan dengan bupati nantinya, jangan dibahas lagi masalah HGU atau perpanjangan HGU.

Karena HGU tersebut sudah habis berlakunya. Hak yang digunakan PTPN dalam menggarap lahan di Ogan Ilir adalah izin usaha. “Kita dapat meminta Bapak Bupati untuk mencabut izin usaha yang diberikannya,” jelas Firman.

Dadok, sekretaris GPPB menambahkan bahwa adanya kebun dan rumah pegawai PTPN VII yang terbakar bukan dilakukan warga. Terbakarnya kebun dan rumah pegawai bisa dilakukan pihak-pihak yang akan mengadu domba atau mengkambing hitamkan warga. “Lahan yang terbakar memang biasa dilakukan PTPN setelah panen selesai,” tegas Dadok.

Bagaimana situasi keamanan di pabrik PTPN VII? Pasca bentrok antara warga dengan aparat, ternyata situasi keamanan di lokasi pabrik sudah mulai kondusif. Beberapa petugas kepolisian terlihat berjaga di pintu gerbang PTPN VII. Di samping pintu masuk, ratusan pasukan dalmas terlihat duduk di rerumputan yang tumbuh di samping kiri gerbang. Mereka melepas lelah dengan duduk dan tidur-tiduran di atas rumput. Di saat jam salat, beberapa petugas terlihat melaksanakan salat zuhur.

Situasi kondusif ini terjadi karena petugas yang menahan lima warga dalam aksi sweeping akhirnya melepaskannya pada Selasa malam. Warga meminta rekannya yang diamankan untuk dibebaskan sebagai kompensasi mundur dari lokasi perkebunan. Ternyata opsi tersebut diterima petugas.

Lima warga yang ditahan, termasuk salah satunya Rusdi Tahar dibebaskan pada Selasa malam. Warga bersedia meninggalkan areal perkebunan setelah mendapat kepastian rekannya yang diamankan dibebaskan,” kata salah satu perwira Polres Ogan Ilir.

Eep (23), warga Desa Sribandung menyatakan bahwa dirinya dilepaskan petugas, Rabu (18/7) pukul 01.00 WIB setelah sempat dibawa ke Mapolres Ogan Ilir. “Saat kejadian, saya akan mengambil motor yang tertinggal di lokasi aksi. Tetapi saya ditangkap dan sempat dipukul oleh petugas,” cerita Eep yang memperlihatkan luka lebam di wajah dan kepalanya. (dom)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Deuker Ambruk Makan Korban


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler