Rupiah Bisa Menguat ke Rp 9.500 Per USD

Jumat, 21 Juni 2013 – 06:47 WIB
SURABAYA - Tekanan terhadap rupiah diperkirakan mereda pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung memproyeksikan nilai tukar rupiah kembali bertahan di kisaran Rp 9.500 sampai Rp 9.600 per dolar AS (USD) pada tahun ini.

"Melemahnya rupiah selama ini karena faktor supply dan demand. Jika permintaan tinggi terhadap USD, tentu rupiah melemah," kata Chairul di sela-sela workshop Kebijakan Ekonomi Berkeadilan Menuju Indonesia Maju dan Sejahtera untuk Semua di Unair, Surabaya, kemarin.

Pria yang akrab disapa CT itu menyebut tingginya permintaan USD disebabkan untuk transaksi impor minyak. Hal ini seiring dengan tingginya kebutuhan BBM, sedangkan produksi minyak dalam negeri tidak bisa memenuhi.

"Ini dampak dari makin majunya ekonomi Indonesia. Penjualan mobil dan motor meningkat sehingga kebutuhan BBM terkerek," paparnya.

Saat ini Indonesia mengimpor 900 ribu barel minyak per hari. Adapun produksi minyak dalam negeri hanya 840 ribu barel per hari. Dari jumlah itu, yang menjadi bagian pemerintah 560 ribu barel.

Kebutuhan BBM rakyat Indonesia mencapai 1,4 juta barel per hari. Merujuk pada data BPS, dalam tiga bulan pertama 2013, pemerintah Indonesia telah mengimpor produk hasil minyak atau BBM senilai USD 7,26 miliar atau sekitar Rp 68,9 triliun.

"Pengurangan subsidi bisa berdampak menurunnya kebutuhan BBM, sehingga pemerintah dapat menghemat USD. Nilai rupiah pun menguat. Saya prediksi Rp 9.500 sampai 9.600," katanya.

Bos CT Corp ini menegaskan, subsidi BBM layak dicabut karena alokasinya tidak tepat. Sekitar 54 persen penikmat subsidi adalah orang-orang mampu pemilik mobil pribadi.

"Subsidi jangan diberikan dalam bentuk barang. Sebab, orang yang mampu membeli barang itu dan menikmatinya jumlahnya lebih banyak. Kasihan orang miskin," katanya. Meski begitu, dia memaklumi pemerintah tidak langsung mencabut subsidi.

Sebab, presiden masih memperhatikan golongan masyarakat miskin dan hampir miskin. Karena itu, pengurangan subsidi dibarengi dengan BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat). "Mereka adalah kelompok rentan miskin sehingga perlu mendapat perhatian," imbuhnya.

Pada tahun ini proyeksi inflasi KEN tidak lebih dari 5 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi, CT menyebut di atas 6 persen. "Keunggulan Indonesia adalah pasarnya besar. Investor pun terus berbondong-bondong menanamkan investasi," paparnya.

Ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Jatim Alim Markus menambahkan, kenaikan harga BBM memang diperlukan. Penyebabnya, anggaran pemerintah bisa jebol seandainya subsidi makin membengkak.

"Pengusaha siap dengan kondisi apa pun. Sebab, efesiensi akan terus kami lakukan," tuturnya. (dio/c2/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Tugaskan BUMN Beli Peternakan Sapi di Australia

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler