jpnn.com, WASHINGTON - Pejabat tinggi kontra intelijen Amerika Serikat menemukan indikasi intervensi Rusia, China, dan Iran dalam proses pilpres AS tahun ini.
William Evanina, direktur Kontra Intelijen dan Pusat Keamanan Nasional AS, dalam keterangannya pada Jumat (7/8), menyebutkan, Rusia sudah mencoba melemahkan kandidat Partai Demokrat, Joe Biden.
BACA JUGA: Telepon Menhan Tiongkok, Bos Pentagon Lembek Banget soal Laut China Selatan
William Evanina menuding negara-negara tersebut menggunakan disinformasi daring dan cara-cara lain untuk memengaruhi para pemilih.
Pihak asing itu juga dituduh akan mengintervensi sistem pemilu di AS dengan upaya sabotase proses pemungutan suara, mencuri data pemilihan, atau memicu munculnya keraguan mengenai validitas hasil pemilu.
BACA JUGA: Facebook Akhirnya Berani Cabut Unggahan Donald Trump
"Akan menjadi sulit bagi pihak musuh kami untuk mengintervensi atau memanipulasi hasil pemilu dalam tahap ini," kata Evanina.
Sejumlah kajian yang dilakukan oleh beberapa lembaga intelijen AS menunjukkan kesimpulan bahwa Rusia sebelumnya beraksi dengan menaikkan kampanye presiden AS saat ini, Donald Trump, pada 2016 lalu, serta melemahkan kesempatan rivalnya saat itu, Hillary Clinton.
BACA JUGA: Perbuatan Dosa Terbongkar, Padahal 3 Hari Lagi Menikah
Terkait dengan kejadian pada pemilu terakhir itu, Evanina menyebut Rusia saat ini juga telah siap melakukan hal serupa kepada Joe Biden, kandidat yang akan maju melawan Trump dalam pemilu yang dijadwalkan November mendatang.
Evanina menuduh Andriy Derkach, seorang politisi Ukraina yang pro Rusia, telah menyebarkan klaim mengenai korupsi, termasuk melalui percakapan telepon yang bocor dan dipublikasi, untuk merusak kampanye Biden dan Partai Demokrat.
Pendukung Trump di Senat AS pun melakukan investigasi yang mempertanyakan keterlibatan putra Biden, yakni Hunter Biden, dalam dugaan aktivitas bisnis di Ukraina.
Evanina mengatakan bahwa "aktor-aktor terkait Pemerintah Rusia" juga tengah berupaya untuk "menaikkan pamor Presiden Trump melalui media sosial dan televisi Rusia."
Di sisi lain, China disebutnya malah menginginkan Trump tidak memenangkan kembali pemilu kali ini, karena Pemerintah China menganggap dia terlalu tidak dapat diprediksi.
Menurut Evanina, China telah memperluas upaya memengaruhi politik AS menjelang pemilu untuk mencoba membentuk kebijakan AS, menekan politisi AS yang dianggap anti China , serta membelokkan kritik atas China.
Sementara Iran lebih cenderung menggunakan taktik secara daring, misalnya dengan menyebarkan disinformasi untuk mengerdilkan institusi AS dan Presiden Trump, serta memancing ketidakpuasan para pemilih di AS.
Pimpinan Komisi Senat Intelijen, Marco Rubio dari Partai Republik dan Mark Warner dari Partai Demokrat, merespons peringatan yang disampaikan Evanina dengan menyebut bahwa mereka berterima kasih.
Keduanya juga mengatakan bahwa semua warga Amerika "harus berusaha keras untuk mencegah adanya aktor asing yang akan mengintervensi pemilu, memengaruhi politik, dan merusak kepercayaan terhadap institusi demokratis di AS." (Reuters/antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Soetomo