JAKARTA--Realisasi pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) bagi warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung tinggal menunggu waktu. Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menyatakan sudah menyiapkan desain flat untuk ribuan KK itu. Namun, desain itu tidak akan dipublikasikan sampai Pemprov menegaskan kapan pembangunan dimulai.
Pasca penolakan dari kementerian Pekerjaan Umum terkait konsep flat apung di atas sungai Ciliwung, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan dua lokasi pengganti. Yakni, di atas bangunan Pasar Rumput dan di lahan yang kini ditempati bangunan eks Dinas PU DKI Jakarta. Pertimbangannya, kedua lahan itu milik Pemrov DKI sehingga tidak perlu pembebasan lahan.
Sebelumnya, Kemenpera menyiapkan konsep bangunan flat di atas sungai untuk menggantikan rumah-rumah warga di bantaran sungai. Namun, rencana itu mendapat penolakan dari kementerian PU karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. PP tersebut melarang adanya bangunan di atas sungai kecuali memang sangat diperlukan.
Deputi Bidang Perumahan Formal kemenpera Pangihutan Marpaung menyatakan, pihaknya sudah membicarakan kelanjutan proyek rusunawa tersebut. Hanya saja, pihaknya belum banyak terbuka soal desain flat yang akan dinbangun. "Konsep awalnya, kami akan bangun flat antara 30 sampai 36 lantai," terangnya.
Untuk lahan Pasar Rumput, nantinya akan mengubah konsep pasar murni menjadi pasar plus hunian. Pasar akan ditempatkan di bawah, kemudian di atasnya diberi hunian. Begitu pula dengan bangunan bekas Dinas PU. "Desain sudah siap, namun masih akan kami bicarakan lagi dengan pemprov DKI," lanjutnya.
Hanya saja, dalam pembangunannya nanti memerlukan sejumlah dasar hukum. Pertama adalah Peraturan Presiden tentang pembangunan rusunawa untuk kawasan kumuh. Rancangan Perpres itu saat ini masih digodok.
Kedua, adalah aturan soal perubahan peruntukan lahan. Selama ini, pasar rumput diperuntukkan bagi kegiatan perdagangan. Nantinya, harus ada regulasi untuk perubahan peruntukan dari pasar murni menjadi pasar dan hunian. Sama halnya dengan eks Dinas PU, yang juga berubah peruntukan dari lahan untuk kantor menjadi hunian.
Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan rusunawa bakal dibangun, dan berapa warga yang akan direlokasi ke rusunawa itu. Sebab, pemprov sempat memberikan sinyalemen jika rusunawa itu hanya untuk warga ber-KTP Jakarta saja.
Desakan untuk segera memulai pembangunan rusunawa kembali mengemuka pasca peristiwa banjir yang melanda ibu kota pertengahan Januari lalu. Banyaknya warga yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung dituding menjadi salah satu penyebabnya. Badan NAsional Penanggulangan Bencana mencatat, daya tamping sungai Ciliwung di Jakarta telahj berkurang hingga 55 persen akibat banyaknya bangunan di bantaran sungai.
Direktur Sungai dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air KemenPU Pitoyo Subandrio menyatakan, warga memang mengklaim sudah tinggal bertahun-tahun di bantaran sungai. "Tapi apakah mereka patut tinggal di sungai?," ujarnya. Setidaknya, ada sekitar 350 ribu jiwa yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Ciliwung di Jakarta.
Relokasi warga ke rusunawa menjadi solusi terbaik untuk mencegah banjir. Sebab, dengan pindahnya warga, maka KemenPU bisa segera menormalisasi sungai Ciliwung. Selama ini, proses normalisasi tidak pernah bisa dilakukan karena tidak ada lahan di tepi sungai yang bisa dimanfaatkan. (byu)
Pasca penolakan dari kementerian Pekerjaan Umum terkait konsep flat apung di atas sungai Ciliwung, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan dua lokasi pengganti. Yakni, di atas bangunan Pasar Rumput dan di lahan yang kini ditempati bangunan eks Dinas PU DKI Jakarta. Pertimbangannya, kedua lahan itu milik Pemrov DKI sehingga tidak perlu pembebasan lahan.
Sebelumnya, Kemenpera menyiapkan konsep bangunan flat di atas sungai untuk menggantikan rumah-rumah warga di bantaran sungai. Namun, rencana itu mendapat penolakan dari kementerian PU karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. PP tersebut melarang adanya bangunan di atas sungai kecuali memang sangat diperlukan.
Deputi Bidang Perumahan Formal kemenpera Pangihutan Marpaung menyatakan, pihaknya sudah membicarakan kelanjutan proyek rusunawa tersebut. Hanya saja, pihaknya belum banyak terbuka soal desain flat yang akan dinbangun. "Konsep awalnya, kami akan bangun flat antara 30 sampai 36 lantai," terangnya.
Untuk lahan Pasar Rumput, nantinya akan mengubah konsep pasar murni menjadi pasar plus hunian. Pasar akan ditempatkan di bawah, kemudian di atasnya diberi hunian. Begitu pula dengan bangunan bekas Dinas PU. "Desain sudah siap, namun masih akan kami bicarakan lagi dengan pemprov DKI," lanjutnya.
Hanya saja, dalam pembangunannya nanti memerlukan sejumlah dasar hukum. Pertama adalah Peraturan Presiden tentang pembangunan rusunawa untuk kawasan kumuh. Rancangan Perpres itu saat ini masih digodok.
Kedua, adalah aturan soal perubahan peruntukan lahan. Selama ini, pasar rumput diperuntukkan bagi kegiatan perdagangan. Nantinya, harus ada regulasi untuk perubahan peruntukan dari pasar murni menjadi pasar dan hunian. Sama halnya dengan eks Dinas PU, yang juga berubah peruntukan dari lahan untuk kantor menjadi hunian.
Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan rusunawa bakal dibangun, dan berapa warga yang akan direlokasi ke rusunawa itu. Sebab, pemprov sempat memberikan sinyalemen jika rusunawa itu hanya untuk warga ber-KTP Jakarta saja.
Desakan untuk segera memulai pembangunan rusunawa kembali mengemuka pasca peristiwa banjir yang melanda ibu kota pertengahan Januari lalu. Banyaknya warga yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung dituding menjadi salah satu penyebabnya. Badan NAsional Penanggulangan Bencana mencatat, daya tamping sungai Ciliwung di Jakarta telahj berkurang hingga 55 persen akibat banyaknya bangunan di bantaran sungai.
Direktur Sungai dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air KemenPU Pitoyo Subandrio menyatakan, warga memang mengklaim sudah tinggal bertahun-tahun di bantaran sungai. "Tapi apakah mereka patut tinggal di sungai?," ujarnya. Setidaknya, ada sekitar 350 ribu jiwa yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Ciliwung di Jakarta.
Relokasi warga ke rusunawa menjadi solusi terbaik untuk mencegah banjir. Sebab, dengan pindahnya warga, maka KemenPU bisa segera menormalisasi sungai Ciliwung. Selama ini, proses normalisasi tidak pernah bisa dilakukan karena tidak ada lahan di tepi sungai yang bisa dimanfaatkan. (byu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 27 Mobil di Plaza UOB Berhasil Dievakuasi
Redaktur : Tim Redaksi