RUU Kamnas Buka Celah Negara Bertindak Semena-Mena

Rabu, 12 September 2012 – 00:31 WIB
JAKARTA - DPR RI mulai membahas Rancangan Undang-undang tentamg Keamanan Nasional (RUU Kamnas). Namun penolakan terhadap RUU Kamnas makin nyaring karena dianggap berpotensi membelenggu demokrasi.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, menyatakan bahwa pasal-pasal dalam RUU Kamnas tidak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga membahayakan supremasi hukum. Ray mengatakan, dari 57 pasal RUU Kamnas ternyata terdapat pasal-pasal yang membuka celah bagi negara untuk bertindak represif. "Sebab RUU Kamnas akan memberangus demokrasi dan kebebasan di negeri ini dengan dalih menegakkan keamanan nasional yang sedang terancam,” kata Ray di Jakarta, Selasa (11/9).

Pria yang memiliki nama asli Ahmad Fauzi itu mencontohkan pasal 17 dalam RUU Kamnas yang menyebut ancaman keamanan nasional di segala aspek kehidupan yang diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yakni ancaman militer, ancaman bersenjata dan ancaman tidak bersenjata. Ray menilai penggunaan kalimat "ancaman keamanan nasional di segala aspek kehidupan" itu membuka ruang bagi negara untuk semena-mena. ”Ancaman keamanan nasional tanpa definisi yang jelas dan batasan yang tegas saja sudah berbahaya," tegasnya.

Ray juga mempersoalkan Pasal 54 RUU Kamnas yang jika disetujui akan mengatur pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem keamanan nasional dilakukan secara berlapis melalui mekanisme pengawasan melekat, pengawasan eksekutif, pengawasan legislatif, pengawasan publik dan pengawasan penggunaaan kuasa khusus. Menurut Ray, dengan sistem itu maka tak ada satu pihak pun yang luput dari pengawasan dengan pola-pola yang bisa melanggar privacy warga negara.
 
”Atas nama demi keamanan nasional, pengawasan itu bisa lewat penyadapan, atau mungkin di-inteli. Yang jelas, dengan pasal 54 itu, semua bisa diawasi baik eksekutif menteri-menteri itu, semua anggota DPR dan publik yang dalam hal ini berarti rakyat," ucapnya.

Namun Ray mengaku tak heran jika RUU Kamnas mengundang penolakan. Sebab, RUU tersebut saat masih dalam bentuk draf akademik sudah mengundang polemik.

Ray menyebut naskah akademik justru dibuat menyusul setelah pasal-pasal RUU Kamnas dibuat terlebih dulu. Padahal, seharusnya naskah akademik mendahului RUU. "Dalam konteks RUU Kamnas, jelas terlihat dibuat dulu pasal-pasalnya baru kemudian dibuat naskah akademiknya yang terkesan dipas-paskan,” tudingnya. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Yakin Mirwan Bersih dari Suap DPID

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler