jpnn.com, YOGYAKARTA - Salah satu poin terpenting dalam RUU Omnibus Law bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) adalah penerapan standar dalam pengendalian dampak lingkungan pada perizinan berusaha.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan perizinan usaha yang mencakup lingkungan dalam Omnibus Law berbasis pendekatan risiko akan didekati dengan standar.
BACA JUGA: Kumpulkan Jajaran LHK Pusat dan Daerah, Menteri Siti Nurbaya Sosialisasi RUU Cipta Kerja
Hal ini memudahkan perizinan berusaha dan di sisi lain memaksa pemerintah atau birokrasi bekerja baik dalam pengawasan dengan integritas yang tinggi.
Omnibus Law membagi risiko menjadi risiko tinggi, sedang dan rendah atau risiko kecil. Setiap risiko tersebut akan dibuatkan standar yang dimaksud.
BACA JUGA: Simak! Pesan Penting Menteri Siti untuk Para Gubernur dan Kepala Dinas Seluruh Indonesia
Untuk risiko tinggi wajib dilakukan Amdal, risiko sedang dikelola melalui Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL dan UPL) yang menjadi standar dan risiko rendah dilakukan dengan sistem registrasi melalui standar sebagai alat kontrol.
''KLHK menyiapkan standard tersebut bersama sektor-sektor yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan swasta. Dari sinilah nanti dilakukan enforcement (penegakan). Contohnya dalam penanganan sampah dan limbah B3, disiapkan standar pemerintah,'' jelas Menteri Siti dalam Rakernas KLHK, Jumat (28/2) di Yogyakarta.
"Standar pemerintah wajib diikuti oleh daerah. Standar menjadi instrumen untuk pengawasan. Pengawasan dilakukan dalam bentuk pengawasan reguler maupun inprompto (pengawasan dilakukan antara lain karena adanya pengaduan masyarakat) Dengan begini pengawasan dan penegakan hukum tentu akan jadi lebih kuat," tambahnya.
Semangat Omnibus Law Cipta Kerja, kata Menteri Siti, adalah penyederhanaan regulasi dalam bentuk satu perizinan berusaha.
Dengan begitu nantinya tidak perlu lagi mengurus banyak izin untuk memulai suatu usaha misalnya izin usaha hutan di kawasan hutan produksi. Kuncinya nanti ada pada standar yang jadi pedoman bersama para pihak.
Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya untuk memperbaiki prosedur dan pelayanan publik. Jadi seperti untuk aktualisasi reformasi birokrasi yang menuntut perlunya standar pengelolaan lingkungan per-kegiatan usaha, bukan berdasarkan pendekatan dokumen izin.
Ini menyederhanakan prosedur atau birokrasi perizinan lingkungan. Manfaatnya menciptakan transparansi dan kepastian dalam penyelesaian perizinan berusaha, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Karenanya perlu ada penyesuaian fungsi salah satu eselon 1 di KLHK yang merupakan badan transformasi dari badan litbang dan inovasi menjadi badan yang mengatur standar dan melakukan pengendalian penerapan standar, sehingga di daerah-daerah nanti tidak lagi memiliki standar yang berbeda-beda.
Pengawasan lingkungan dalam berusaha akan bisa efektif dilakukan. Pelanggaran standard merupakan pelanggaran dan ada konsekuensi yang diatur rinci dalam PP.
"Hal ini sejalan dengan tujuan omnibus law untuk penyederhanaan birokrasi dan meningkatkan pengawasan tanpa mengorbankan lingkungan. Ini kaitannya dengan semangat RUU Omnibus Law secara praktek. Karna Omnibus Law banyak mengedepankan standar, konsep kuatnya di pengawasan dan pembinaan. Jadi arahnya diawasi dan dibina, bukan dibinasakan,'' katanya.
Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum Rasio Ridho Sani mengatakan KLHK dalam lima tahun terakhir konsisten dalam penegakan hukum lingkungan meskipun dihadapkan pada tantangan yang begitu berat di lapangan.
Di antara ancaman sumber daya produksi dan lingkungan, diantaranya berasal dari kasus illegal logging, perambahan, karhutla, perburuan dan perdagangan satwa liar, pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan, termasuk dumping limbah B3 dan sampah.
''Kami berterima kasih di masa Ibu Menteri dibangun infrastruktur penegakan hukum yang sangat kuat. Baru di masa pemerintahan ini ada Dirjen Gakkum. Harapan kami ke depan primum remedium tidak lagi di depan seiring dengan meningkatnya budaya kepatuhan karena penegakan hukum yang tegas,'' kata Dirjen yang akrab disapa Roy ini.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Gakkum KLHK menangani 4.116 pengaduan, melakukan 5.091 pengawasan izin, memberikan 1.211 sanksi administratif, 26 gugatan perdata melalui pengadilan, 194 kasus fasilitasi Polisi dan Jaksa, dan melakukan 1.228 operasi.
Adapun untuk gugatan perdata, sudah ada 11 putusan hukum inkrach dengan nilai putusan mencapai Rp19,4 triliun dan menjadi putusan perdata terbesar dalam sejarah Indonesia.
''Banyaknya pengaduan pada Gakkum KLHK menunjukkan bahwa ada harapan besar masyarakat pada kita. Setiap hari rata-rata ada dua kasus dilakukan penegakan hukum, tapi kasusnya sendiri sebenarnya lebih banyak.
"Gap antara kasus dengan kemampuan menangani kasus inilah yang butuh dukungan dari semua pihak, karena Ditjen Gakkum KLHK tidak bisa sendirian. Semua instrumen bisa dilakukan dan akan lebih efektif,'' tutup Roy.
Hari terakhir Rakornas KLHK 2020, tema yang diangkat adalah pengelolaan sampah dan limbah, NDC dan carbon pricing, dan ditutup dengan sesi sosialisasi RUU Omnibus Law pada jajaran KLHK, UPT KLHK, termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari seluruh Indonesia.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia