JAKARTA - Pernyataan Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri yang menyebut Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) mengancam keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ), ditentang pihak kementerian dalam negeri (kemendagri).
Direktur III Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Budi Prasetyo, SH.MH, balik menuding PSHK sengaja membangun opini yang menyesatkan. Tujuannya, PSHK ingin menggiring publik agar ikut-ikutan menentang RUU Ormas.
Padahal, menurut Budi, sejumlah ormas yang menentang RUU Ormas lantaran tidak siap dengan kewajiban melakukan transparansi dan akuntabilitas pendanaan, yang memang diatur di RUU ini. Tapi, mereka tidak pernah mengangkat isu soal transparansi pendanaan itu sebagai dalih menolak RUU Ormas.
Justru, soal LAZ sama sekali tidak diatur di RUU yang ditargetkan disahkan menjadi UU pada 12 April mendatang, ini.
"Penyesatan informasi yang menyatakan bahwa RUU Ormas akan membubarkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah opini yang sangat sesat," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Sabtu (30/3).
Disebutkan, RUU Ormas tidak mengatur LAZ dan soal LAZ telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
Dijelaskan juga, azas Islam tetap boleh dicantumkan bagi Ormas Islam dan praktek pendaftaran Ormas Islam selama ini tetap diterima. Ormas juga tetap bisa membuka cabang di luar negeri. "Sumbangan hamba Allah kepada ormas tetap bisa dilaksanakan," cetus Budi.
Kasubdit Ormas Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar, menanbahkan, ormas yang telah memiliki badan hukum perkumpulan seperti Muhammadiyah dan NU dan lain-lain serta yang telah berbadan hukum yayasan tetap diakui keberadaannya dan tidak perlu mendaftar lagi.
"Ormas tetap bisa melaksanakan funsgi social control, tetap bisa demo, diskusi, dan lain-lain," ujar birokrat yang belum lama ini meraih gelar doktor dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung itu.
Dibeberkan, RUU ormas melindungi secara seimbang hak berserikat dengan hak individu masyarakat lainnya yang tidak bergabung dalam organisasi kemasyarakatn tertentu. "Perlu dipahami bahwa tidak semua individu masyarakat Indonesia adalah anggota ormas," ujarnya.
RUU ini, lanjutnya, juga bermaksud mencegah penyalahgunaan dan penyimpangan ormas, baik ormas dalam negeri maupun ormas asing yang beroperasi di Indonesia agar tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Masyarakat juga telah melaporkan bahwa beberapa LSM yang selama ini menikmati dana donor asing, merasa akan terganggu kepentingannya dengan RUU Ormas," ujar Bahtiar.
Padahal, lanjutnya, akuntabilitas dana asing itu sangat penting untuk menjaga kedaulatan NKRI dan dipastikan bermanfaat bagi masyarakat dan NKRI.
"Tahun 2012, Pansus DPR juga telah mendapat masukan dari PPATK soal pentingnya pengaturan akuntabilitas dana asing yang masuk melalui LSM-LSM," pungkasnya. (sam/jpnn)
Direktur III Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Budi Prasetyo, SH.MH, balik menuding PSHK sengaja membangun opini yang menyesatkan. Tujuannya, PSHK ingin menggiring publik agar ikut-ikutan menentang RUU Ormas.
Padahal, menurut Budi, sejumlah ormas yang menentang RUU Ormas lantaran tidak siap dengan kewajiban melakukan transparansi dan akuntabilitas pendanaan, yang memang diatur di RUU ini. Tapi, mereka tidak pernah mengangkat isu soal transparansi pendanaan itu sebagai dalih menolak RUU Ormas.
Justru, soal LAZ sama sekali tidak diatur di RUU yang ditargetkan disahkan menjadi UU pada 12 April mendatang, ini.
"Penyesatan informasi yang menyatakan bahwa RUU Ormas akan membubarkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah opini yang sangat sesat," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Sabtu (30/3).
Disebutkan, RUU Ormas tidak mengatur LAZ dan soal LAZ telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
Dijelaskan juga, azas Islam tetap boleh dicantumkan bagi Ormas Islam dan praktek pendaftaran Ormas Islam selama ini tetap diterima. Ormas juga tetap bisa membuka cabang di luar negeri. "Sumbangan hamba Allah kepada ormas tetap bisa dilaksanakan," cetus Budi.
Kasubdit Ormas Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar, menanbahkan, ormas yang telah memiliki badan hukum perkumpulan seperti Muhammadiyah dan NU dan lain-lain serta yang telah berbadan hukum yayasan tetap diakui keberadaannya dan tidak perlu mendaftar lagi.
"Ormas tetap bisa melaksanakan funsgi social control, tetap bisa demo, diskusi, dan lain-lain," ujar birokrat yang belum lama ini meraih gelar doktor dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung itu.
Dibeberkan, RUU ormas melindungi secara seimbang hak berserikat dengan hak individu masyarakat lainnya yang tidak bergabung dalam organisasi kemasyarakatn tertentu. "Perlu dipahami bahwa tidak semua individu masyarakat Indonesia adalah anggota ormas," ujarnya.
RUU ini, lanjutnya, juga bermaksud mencegah penyalahgunaan dan penyimpangan ormas, baik ormas dalam negeri maupun ormas asing yang beroperasi di Indonesia agar tetap sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Masyarakat juga telah melaporkan bahwa beberapa LSM yang selama ini menikmati dana donor asing, merasa akan terganggu kepentingannya dengan RUU Ormas," ujar Bahtiar.
Padahal, lanjutnya, akuntabilitas dana asing itu sangat penting untuk menjaga kedaulatan NKRI dan dipastikan bermanfaat bagi masyarakat dan NKRI.
"Tahun 2012, Pansus DPR juga telah mendapat masukan dari PPATK soal pentingnya pengaturan akuntabilitas dana asing yang masuk melalui LSM-LSM," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Resmi Jadi Ketua Umum Partai Demokrat
Redaktur : Tim Redaksi