Saat Kerumunan Massa Habib Rizieq jadi Perkara, Pemerintah Umumkan Pembelajaran Tatap Muka

Sabtu, 21 November 2020 – 14:22 WIB
Pengamat dan Praktisi Pendidikan Satriwan Salim. Foto dokumentasi pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidikan Satriwan Salim menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.

Anehnya, pemerintah bisa tegas kepada Imam Besar FPI (Front Pembela Islam) Habib Rizieq Shihab.

BACA JUGA: Ketua FPI Cianjur: Berizin atau Tidak, Kami Tetap Akan Menggelar Acara

Sedangkan kepada kepala daerah yang melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan) terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka, malah dibiarkan.

"Pemerintah jangan tebang pilih. Masa untuk kasus-kasus seperti tokoh agama (HRS) kemarin yang kumpul, bisa bertindak tegas. Mestinya bagi sekolah dan daerah yang melanggar SKB 4 Menteri, juga harus tegas," kata Satriwan kepada JPNN.com, Sabtu (21/11).

BACA JUGA: Mengapa Kerumunan di Acara Habib Rizieq Dibiarkan? Terungkap Alasan Sebenarnya

Dia menyebutkan ada 79 daerah yang langgar SKB 4 Menteri Jilid 1 tetapi tidak ada pemberian sanksi apa-apa.

Begitu juga pelanggar SKB 4 Menteri Jilid 2, juga tidak ada sanksi.

BACA JUGA: Ricky Yakobi Menciptakan Gol Perpisahan, Kedigdayaannya di Lapangan jadi Kenangan

Padahal dalam SKB itu ada aturan sekolah yang berada di zona merah dan oranye tidak bisa melakukan pembelajaran tatap muka. Seperti kasus di Surabaya yang SMA-nya dibuka padahal masih zona bahaya COVID-19.

Satriwan yang juga koordinator nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) memprediksi, nasib SKB 4 Menteri Jilid 3 yang diluncurkan pada 20 November 2020 yang berisi panduan pembelajaran tatap mulai mulai Januari 2021, akan bernasib sama. Bahkan situasinya akan lebih parah.

"Akan terjadi hal mengerikan ketika sekolah ramai-ramai dibuka. Saya enggak bisa membayangkan betapa mengerikannya kondisinya nanti. Klaster sekolah kemungkinan besar terjadi karena rata-rata sekolah tidak siap," terangnya. 

Dia menggambarkan bagaimana guru-guru tidak bisa mengawasi anak-anak sekeluar dari pagar sekolah.

Mereka main ke mana, naik angkutan umum, jalan ke mana bersama teman-teman.

Ini berpotensi besar menyebarkan COVID-19. Apalagi guru tidak ada kekuasaan mengawasi di luar pagar sekolah.

Di sekolah pun kegiatan belajar akan tidak efektif. Sebab kata Satriwan, semua kegiatan ekstrakurikuler masih dilarang, kegiatan olah raga dilarang, kantin tempat anak-anak kumpul juga dilarang buka di masa transisi ini.

Selain itu anak-anak harus standby di kelas. Artinya pembelajarn dan interaksi anak sangat dibatasi dan tak akan efektif. 

"Buat apa ke sekolah jika kegiatan kesiswaan dan interaksi antar siswa sangat dibatasi? Apalagi sekolah tak siap dengan sarana penunjang protokol kesehatan," bebernya. (esy/jpnn)

 

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler