Hanya saja, penundaan terjadi jika proses pilkada sudah berlangsung. Bila belum, penyidik diminta untuk terus melakukan penyidikan. "Seperti kasus Awang Faroek (Gunernur Kaltim), itu jalan terus. Kan proses pilkadanya seperti pendaftaran calon belum mulai," kata Andhi, Kamis (20/12).
Penundaan dimaksudkan untuk membantu kerja KPU, sekaligus menjaga stabilitas di daerah itu. Selain itu, kejaksaan juga tak mau dimanfaatkan secara politik oleh pihak-pihak yang tengah terlibat dalam pilkada.
Surat edarannya sendiri, lanjut Andhi, sudah ada sejak 2009 dan berulangkali dijelaskan Jaksa Agung pada pada setiap rapat kerja nasional. Mantan Kajati DKI ini membantah penundaan tersebut merupakan bentuk penyanderaan status hukum terhadap kepala daerah.
Meski ditunda sampai proses pilkada tuntas, Andhi memastikan, penyidik nantinya tetap akan memeriksa kepala daerah. Kejaksaan semakin mudah memeriksa kepala daerah menyusul keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada September lalu, yang mencabut keharusan izin tertulis ke Presiden.
Sejak putusan itu terbit, kejaksaan setidaknya sudah memeriksa dua kepala daerah yakni Awang Faroek dan Wali Kota Medan Sumatera Utara Rahudman Harahap.
Terakhir, penyidik Pidsus Kejagung sudah dua kali memanggil Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, Buhari Matta yang merupakan tersangka korupsi penjualan nikel. Namun tanpa alasan jelas dia tak memenuhi panggilan kejaksaan. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazar Tak Sobek Kuitansi, Saan jadi Saksi Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi