Saatnya Korek Data dari TNI

Komnas HAM Anggap Info dari Polisi Sudah Cukup

Jumat, 29 Maret 2013 – 06:41 WIB
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyudahi penyelidikan dari pihak kepolisian terkait dengan penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Jogjakarta.

Komnas HAM telah mendapat sejumlah data dan fakta soal kasus tersebut. Langkah berikutnya adalah mencari data dan fakta dari pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila mengatakan, pihaknya mendapati beberapa temuan yang berhubungan dengan peristiwa itu. Yakni, peristiwa pembunuhan di Hugo’s Cafe Jogjakarta. Insiden tersebut menewaskan Sertu Heru Santoso, anggota Intel Kodim Jogjakarta.

Siti menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera menemui pejabat TNI untuk berkoordinasi. ”Kami berharap bisa dipertemukan dengan Kopassus, Kodim, maupun pihak Kodam Diponegoro,” ujarnya sesaat setelah tiba di Jakarta kemarin.

Sejumlah kejanggalan di balik penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan hingga kini belum terungkap. Kuasa hukum empat korban tewas telah membuat sebuah tim pencari fakta untuk mengungkap kejanggalan tersebut. Satu kejanggalan adalah adanya penolakan secara halus oleh petugas Lapas Cebongan terhadap pemindahan keempat tahanan itu.

Rio Ramabaskara, kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa petugas lapas sebenarnya menerima pemindahan tahanan dengan setengah hati.

”Mereka diserahterimakan Jumat (22/3) pukul 10 pagi, tapi pihak lapas langsung ingin mengembalikan mereka ke polda pada malam harinya atau paling lambat besoknya,” ungkap dia. Pernyataan petugas lapas itu mengindikasikan bahwa mereka merasa tidak aman.

Rio mengatakan, pihaknya tidak tahu apakah keinginan petugas lapas tersebut sudah disampaikan ke Polda DIJ atau belum. Yang jelas, pada akhirnya petugas lapas meminta tambahan pengamanan. Polda baru menyanggupi penambahan pengamanan pada pagi harinya. Namun, Sabtu dini hari (23/3) terjadi penyerangan lapas.

Selain itu, tidak semua pihak di Lapas Cebongan tahu bahwa keempat tahanan tersebut merupakan tersangka kasus pembunuhan mantan anggota Kopassus. Sejak awal pemindahan sudah ada kejanggalan.

Pihak Polres Sleman mengatakan bahwa alasan pemindahan mereka ke Polda DIJ adalah masalah keamanan. Artinya, level pengamanan di tingkat polres tidak mampu menjamin keamanan para tahanan itu.

Ternyata, setelah dipindah ke polda, mereka langsung dipindah ke Lapas Cebongan dengan alasan renovasi. Padahal, tingkat pengamanan di lapas, apalagi lapas kelas II, tentu tidak sebaik pengamanan di tingkat polres. ”Mengapa polda tidak memindahkan mereka ke lapas kelas I?” tanyanya.

Rio juga menyesalkan sikap polda yang kurang tanggap beberapa saat pasca kejadian itu. Dia menganggap polda melakukan pembiaran. Tidak ada upaya mencegat para pelaku dengan melakukan operasi penggal jalan atau semacamnya di perbatasan kota dan provinsi.

Menurut dia, polda tentu amat mudah untuk mengoordinasi lima polres agar melaksanakan operasi pagi itu juga. Selain itu, di sejumlah ruas jalan utama di DIJ sudah dipasangi kamera CCTV. Dia yakin, salah satu atau beberapa kamera CCTV sempat dilewati para penyerbu.

Rekaman tersebut bisa memberikan petunjuk ke mana larinya mobil yang membawa para pelaku. Atau, setidaknya mengidentifikasi jenis mobil, bahkan nomor polisi kendaraan yang digunakan.

Mengungkap pelaku penyerangan memang tidak mudah. Saat ini opini yang berkembang di publik menduga bahwa para pelaku merupakan oknum anggota Kopassus. Tidak tertutup kemungkinan pelaku merupakan warga sipil yang benar-benar terlatih.

Rio menambahkan, pihaknya mendapat informasi, CCTV yang dipasang di jalan-jalan protokol DIJ mati pada malam kejadian. ”Jika benar CCTV itu mati, artinya serangan ini sudah direncanakan dengan sangat matang,” ujarnya.

Sementara itu, penyelidikan yang dilakukan Mabes Polri masih belum membuahkan hasil yang signifikan. Pemeriksaan sejumlah saksi terus dilakukan. Namun, Mabes Polri mengklaim mendapatkan petunjuk penting. Hal tersebut terkait dengan dialek yang digunakan para penyerang.

Kabagpenum Mabes Polri Kombespol Agus Rianto mengatakan, berdasar pemeriksaan saksi-saksi, pihaknya mendapat sejumlah petunjuk.

Selain kode dan sandi yang digunakan pelaku, penyidik sudah mendapat keterangan mengenai dialek para pelaku saat berbicara satu sama lain. Saat ditanya soal daerah asal dialek tersebut, Agus hanya tersenyum. ”Ada lah, dialek itu,” ucapnya.

Kapolda DIJ, lanjut Agus, sudah mengoordinasi semua komponen kekuatan di wilayahnya untuk menangkap pelaku. ”Beberapa petunjuk teknis sudah kami dapatkan, namun tidak bisa diungkapkan karena merupakan konsumsi penyidik,” ujarnya. (byu/c10/ca)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Efek Domino Amuk Massa Hajar Aparat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler