Saksi BPKP Akui Audit tak Sesuai Standar

Senin, 08 April 2013 – 16:48 WIB
JAKARTA - Sidang lanjutan gugatan Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) dan PT Indosat Tbk kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kembali digelar di PTUN Jakarta, Senin (8/4). Pada sidang kali ini, kedua pihak menghadirkan masing-masing seorang saksi.

BPKP mengajukan saksi ahli seorang pensiunan auditor BPKP, Mulia Ardi, yang kini menjadi Kepala Bidang Sertifikasi Auditor Forensik. Sedangkan penggugat menghadirkan saksi Nonot Harsono dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Mulia Ardi dalam kesaksiannya menyatakan, auditor tidak harus melakukan konfirmasi, karena tidak ada standard yang rinci. Menurutnya proses auditing bisa hanya didasarkan pada pertimbangan auditor. "Teknik audit itu tergantung pertimbangan dari auditor, yang penting tujuan auditnya tercapai," kata Mulya.

Pada persidangan di PTUN sebelumnya saksi ahli dari BPKP, Dani Sudarsono malah menyatakan bahwa hasil audit dari BPKP kali ini sub standard atau di bawah standard.

Menanggapi hal itu, Mulia mengakui, memang susah mengumpulkan bukti-bukti untuk proses audit bila obyek audit sedang di tangan penyidik, baik itu jaksa maupun polisi.

"Audit penghitungan keuangan negara ini, kan di tahap penyidikan. Dikhawatirkan kalau auditor mengumpulkan bukti dari lapangan akan mengganggun proses penyidikan karena sebagian dari bukti-bukti pasti sudah ada di tangan penyidik,” jelasnya.

Karena tidak mendapatkan bukti audit yang memadai, imbuh Mulia, tak perlu heran kalau hasil audit atas LHPKKN di bawah standar. 

Mulia juga menjabarkan kriteria tentu bukti yang sah untuk diaudit. Yaitu, bukti yang kompeten adalah bukti yang didukung secara formal, baik dari segi sumber bukti tersebut maupun cara untuk bukti.

Menanggapi itu, Hakim Ketua Bambang Heriyanto menyatakan, ada subyektivitas dari keterangan saksi dalam kriteria kecukupan pengumpulan bukti audit.  Menurut hakim, subyektivitas ini tidak jelas karena tidak ada standar yang menjadi acuan sehingga hasil audit menjadi tidak jelas.

Saat ditanya kuasa hukum penggugat, Eric Paat, apakah BAP itu menjadi bukti yang cukup untuk dijadikan auditing, Mulia menyatakan, BAP saja tidak cukup. "BAP itu hanya sumber informasi, tapi BAP saja itu bukan bukti yang cukup," urainya.

Sementara itu, saksi Nonot Harsono menyatakan, konsekuensi dari penyelenggara jaringan yang tidak membayar biaya hak penggunaan (BHP) tentu izinnya bakal dicabut pemerintah.

Menurut Nonot, kewajiban penyelenggara jasa itu berbeda dengan penyelenggara jaringan. "Kewajiban penyelenggara jasa itu tentunya kewajiban terhadap pajak-pajak dan terkait telekomunikasi, seperti BHP telekomunikasi dan USO, bukan BHP frekuensi. Kalau penyelenggara jasa, kelasnya usaha kecil menengah (UKM) tentu tidak mampu membayar yang menyelenggarakan jasa itu," terang Nonot.

Sesuai persidangan, menanggapi keterangan saksi ahli Mulia Ardi, Eric menyatakan, audit BPKP ini, sesuai keterangan Mulia, ternyata standardnya tergantung auditor. “Proses auditnya tidak obyektif lagi juga tidak independen," tambahnya.

Kata Eric, keharusan adanya keterangan pihak terkait dalam proses audit, tidak dipenuhi oleh auditor. Dalam kasus IM2 ini, imbuh Eric, seharusnya auditor meminta keterangan pihak Kemenkominfo. "Tapi itu juga tidak mereka lakukan. Dari sini bisa diketahui, auditor telah melanggar standar audit dan kriteria pihak yang wajib diaudit," pungkasnya.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tekan SPPD Fiktif, Gunakan E-Traveling

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler