jpnn.com, JAKARTA - Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay menyatakan kegelisahan orang tua siswa terkait pendidikan anaknya di masa pandemi Covid-19 ini makin tinggi.
Di satu sisi, mereka ingin agar anaknya segera bisa kembali belajar di sekolah sebagaimana biasanya.
BACA JUGA: Saleh Daulay Luncurkan Buku Menghadang Corona
Di sisi lain, kurva penyebaran Covid-19 belum turun.
Senin (27/7) kemarin diumumkan kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai lebih dari 100 ribu orang.
BACA JUGA: Saleh PAN: Wajar Presiden Jokowi Marah
covid19goid
Sementara itu, kata Saleh, proses belajar mengajar yang ada saat ini dinilai belum ideal sebagaimana diharapkan.
BACA JUGA: Saleh PAN Menanti Pembuktian Kecakapan Erick Thohir di Komite Baru Bentukan Jokowi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menurutnya tidak mengambil inisiatif untuk mengelola proses belajar mengajar tersebut.
Masing-masing sekolah dibiarkan menentukan dan mendesain sendiri pola belajar yang diterapkan.
“Saya belum mendengar program belajar mengajar yang disusun oleh Menteri Nadiem Makarim di masa pandemi ini. Begitu juga dengan fasilitas pembelajaran jarak jauh, tidak disediakan sama sekali. Tidak heran jika banyak anak yang tidak bisa belajar karena ketiadaan fasilitas dan tidak bisa mengakses pelajaran online," ucap Saleh, Selasa (28/7).
Bila membaca dari kebijakan yang ada, katanya, Kemendikbud hanya membuat aturan saja. Misalnya, sekolah hanya boleh buka di zona hijau.
Kalau belajar fisik harus mengikuti protokol kesehatan. Di luar itu, pembelajaran dilakukan dari rumah.
“Nah, kalau belajar dari rumah, bagaimana metodenya? Apa sistem yang dipakai untuk menghubungkan guru dan siswa? Apakah hanya menonton video, atau live? Semua itu kelihatannya didasarkan atas prakarsa sekolah secara mandiri. Setiap sekolah berbeda antara satu dengan yang lain. Dan ini telah berlangsung kurang lebih lima bulan," tutur Saleh.
Walaupun ada kegiatan PJJ yang diatur sekolah, tetapi Kemendikbud tidak memberikan fasilitas apa pun.
Terkesan mereka menganggap bahwa semua siswa dan orang tuanya memiliki akses untuk belajar online.
"Tidak pernah juga kedengaran kalau Kemendikbud memikirkan agar paket data internet tidak memberatkan ekonomi keluarga siswa. Atau paling tidak, seperti di negara tetangga, paket data tersebut disubsidi," sambung legislator asal Sumatera Utara ini.
Hal ini sangat disesalkan, karena anggaran Kemendikbud itu besar. Menurut UU, 20 persen dari total APBN adalah untuk pendidikan.
Buktinya, kata Saleh, anggaran kegiatan program organisasi penggerak (POP) saja mencapai 595 Miliar. Sayangnya dana yang besar itu tidak dimanfaatkan secara bijaksana.
“Di saat-saat seperti ini, semestinya Mas Menteri Nadiem menunjukkan kepeloporannya. Apalagi backgroundnya adalah bisnis online. Walau beda jauh, tetapi sedikit ada kemiripan dengan belajar daring. Setidaknya, mirip karena menggunakan akses internet," ujar Wakil Ketua MKD DPR ini. (fat/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam