jpnn.com - SEBELUM laga final ganda campuran di ajang Olimpiade dimulai, wartawan Manado Post (Jawa Pos Group) bertandang ke rumah keluarga Liliyana Natsir di kawasan 14 Februari Teling, Manado, Sulut.
Sayangnya, saat ditemui, Olly Maramis, ibu kandung Liliyana Natsir masih enggan berkomentar banyak. Bahkan awalnya tak ingin menerima kedatangan wartawan.
BACA JUGA: Lewati Argentina, Kevin Durant Cs Jumpa Spanyol di Semifinal
“Maaf, kami sedang tak ingin menerima wartawan. Kami ingin fokus dulu dengan pertandingan nanti. Kalau pertandingan sudah selesai, apapun hasilnya, saya siap melayani wartawan,” ujar Olly.
Memang tampak gurat ketegangan di wajah Olly saat ditemui. Diapun meminta topangan doa untuk putrinya.
BACA JUGA: Catat Rekor, Neymar Antar Brasil ke Final Rio 2016
“Kami hanya belajar dari pengalaman. Mohon pengertian. Sekarang kami keluarga hanya berdoa,” kata Olly menutup percakapan, sambil dengan sopan menutup pintu rumahnya.
Yang cukup membuka ruang untuk wartawan adalah paman Liliyana, Hontje Maramis. Dia memaklumi sikap tertutup ibu Liliyana.
BACA JUGA: 7 Fakta Unik di Balik Raihan Medali Emas Owi/Butet
“Beliau trauma saat Olimpiade 2008. Kami keluarga sudah menggelar noreng, tapi saat itu kalah,” kata Hontje. Sembari menunggu pertandingan dimulai, Hontje banyak bercerita tentang Butet, panggilan Liliyana, saat masih kecil. Termasuk cita-citanya.
“Liliyana hanya sampai kelas enam SD. Dia sudah berangkat Jakarta,” sebut pria 46 tahun ini, ketika ditemui di kediamannya yang berdekatan dengan rumah Liliyana.
Adik kandung Olly Maramis, ibu Liliyana ini mengatakan, nama Butet diberikan pelatih Liliyana dari Medan. Sampai sekarang, putri sulung dari dua bersaudara itu, menjadi kebanggaan keluarga.
Setiap kali dia bertanding, keluarga selalu berusaha menontonnya. Diapun mengajak wartawan Manado Post nonton bareng sang oma, Syane Inkiriwang (85), di dalam kamar. Sambil berbaring, Oma Syane terlihat santai menatap televisi.
“Dia pasti menang,” ucap Oma Syane tersenyum. Omanya ini selalu memotivasi Liliyana. “Kalau main, jago, dan juara akan ada uang,” ucap Oma Syane, meniru perkataannya pada Liliyana.
Sembari memperhatikan cucunya di televisi 36 inch, Oma Syane sesekali bercerita tentang Liliyana.
Waktu kecil Yana, panggil Liliyana di lingkungan keluarga, senang dengan permainan tepok bulu. “Saat kecil main pakai bets untuk permainan tenis meja. Kemudian pakai raket dari tripleks,” kata Oma Syane, sambil tersenyum kecil.
Tatapan matanya tak lepas dari layar televisi. Sesekali dia membenarkan letak kacamatanya. “Yana fokus di bulutangkis. Yana tak sekolah persamaan,” tuturnya. Lanjut Oma Syane, keluarga tak permasalahkan status pendidikan.
“Mamanya bilang, biar saja tidak sekolah. Nanti diajarkan berdagang,” sebutnya.
“Aduh, luar de’ (Liliyana),” celetuk Hontje tiba-tiba. Paman Liliyana memang terlihat lebih tegang dibanding sang oma. Sepanjang babak pertama, Hontje selalu bersorak saat poin Indonesia bertambah.
Ketika Totowi/Liliyana berhasil menang di babak pertama, keduanya tertawa bahagia. “Saya optimis Yana menang,” tukas Oma Syane, sambil membetulkan bantalnya.
Memasuki babak kedua, ekspresi optimis bercampur tegang jelas tampak di wajah Oma Syane. Beragam celetukan keluar dari mulutnya. “Mantap Yana!,” kata oma. “Bagus sekali Owi.”
Sesekali, Oma Syane mengangkat tangannya. Tertawa girang. Kamar oma pun mulai ramai. Sorakan kegirangan bergantian dilakukan keluarganya.
“Yana harus menang. Karena sudah umur, ini puncak karirnya,” tukas Hontje, ketika poin Totowi/Liliyana mulai meninggalkan lawannya di babak kedua. Sorakan makin menjadi saat match poin. Wajah Oma Syane tegang. Pamannya berdiri di samping tempat tidur.
Saat dinyatakan Tontowi/Liliyana menang, Hontje bersorak kegirangan. Berpelukan dengan anggota keluarga lain. Oma Syane menangis. Haru, bangga, bahagia bercampur. “Jika opa masih ada pasti bangga,” kata Oma Syane. Airmata menetes di pipinya.
Kebahagiaan yang tak terkira juga dirasakan sang mama. Janji bertemu dengan wartawan dipenuhinya. Bahkan rumahnya dibiarkan terbuka. Para tetangga bergantian mengucapkan selamat. Air mata kebanggaan pun menitik di wajah Olly.
“Saya senang sekali. Cita-cita Liliyana bertahun-tahun tercapai,” ucap Olly haru. Dia mengaku saat menonton aksi Liliyana, sangat tegang.
“Tapi tak berhenti berdoa. Sebelum ke Brasil, dia sudah menyatakan, ini menjadi Olimpiade terakhirnya. Saya bangga dia menang dan membuat bangga Indonesia,” tutup Olly dengan nada bangga, sembari melayani ucapan selamat dari kerabat dan tetangganya.
Senada disampaikan ayahnya, Beno Natsir. “Ini hadiah Butet untuk Indonesia di ulang tahun Kemerdekaan,” ujarnya.
Sementara itu, pelatih Butet saat masih di Wenang Sakti, Hentje Poluakan ketika dihubungi tadi malam mengatakan sudah melihat performa Butet, selama kompetisi Olimpiade Rio. Dia mengaku bangga dengan capaian mantan anak didiknya itu.
“Saya bangga. Selamat Butet. Kamu sudah mengharumkan nama Indonesia dan Sulut,” tandasnya. (MP/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sempurna di Rio 2016, Owi/Butet Memang Pantas Gigit Emas
Redaktur : Tim Redaksi