jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menyambut kedatangan Eti Binti Toyib Anwar, Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Majalengka, yang dipenjara sejak 2002 atas tuduhan meracuni majikan dan bebas dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi. Eti tiba di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, Senin sore (6/7/2020).
“Alhamdulillah di masa pandemi Covid-19 yang memakan banyak korban meninggal dunia, tetapi ada satu jiwa yang bisa kita selamatkan. Satu nyawa warga negara Indonesia sangat berharga. Menyelamatkan satu jiwa warga negara Indonesia sama seperti menyelamatkan kita semua. Itulah inti kemanusiaan,” kata Jazilul Fawaid usai bertemu dengan Eti Binti Toyib di Ruang VIP Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin sore (6/7/2020).
BACA JUGA: Harapan Jazilul Fawaid MPR Saat Peringatan HUT Ke-74 Bhayangkara
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah dan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdani ikut menyambut kedatangan Eti Binti Toyib.
Eti Binti Toyib bisa bebas dari hukuman mati setelah Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat (uang darah) yang diminta keluarga majikan.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Jazilul Imbau Pemerintah Lebih Memperhatikan Pesantren
“Ini hukum di Arab Saudi. Qisas itu hukum nyawa dengan nyawa. Tetapi bisa dilakukan dengan membayar diyat, pihak keluarga yang dibunuh memberikan pemaafan,” jelas Jazilul yang akrab disapa Gus Jazil.
Gus Jazil mengungkapkan semula ahli waris majikanya meminta diyat yang tinggi sekali, sebesar 30 juta real atau Rp 107 miliar agar diampuni dan tidak dieksekusi. Tetapi dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli waris bersedia dengan diyat sebesar Rp 15,2 miliar.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan: OJK Perlu Direformasi, Bukan Dibubarkan
Menurut Gus Jazil, atas inisiator dari teman-teman PKB dengan LAZISNU sejak dua tahun lalu kemudian mengumpulkan dana untuk membayar diyat untuk membebaskan Eti Binti Toyib dari ancaman hukuman mati. Kasus Eti sendiri terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun.
“Karena itu kami dari Pimpinan MPR selalu mengajak untuk mengedepankan kemanusiaan dan kegotongroyongan di semua situasi kepada siapapun. Apalagi ini adalah pejuang devisa yang bekerja di luar negeri. Ibu Eti bekerja hanya 1 tahun 8 bulan, tapi dipenjara 19 tahun. Ini tidak boleh terulang lagi kepada warga kita, saudara kita yang berjuang di luar negeri tapi kemudian terkena kasus,” kata Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP PKB ini, masih ada PMI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
“Tetapi pesannya adalah bahwa sipapun dan apapun atas nama kemanusiaan tidak boleh ada warga kita yang kemudian dihukum pancung atau dihukum mati untuk kasus yang memang belum clear seperti Ibu Eti ini,” katanya.
Sementara itu, Eti Binti Toyib mengucapkan rasa syukur setelah bebas dari hukuman dan kembali ke Tanah Air.
“Alhamdulillah bisa bebas dari hukuman. Saya mengucapkan terimakasih atas dukungan semuanya. Mudah-mudahan ada hikmahnya untuk semua. Saya cuma bisa berdoa,” tuturnya.
Ia mengaku sangat senang dan bahagia bisa kembali ke Indonesia. Selama menjalani hidup dipenjara 19 tahun, Eti Binti Toyib menghafal Al Qurán, selain melakukan pekerjaan lainnya.
Dia juga mengaku tidak ingin kembali lagi menjadi PMI. “Ya tidaklah, sudah tua begini. Sudah dipenjara. Kapok,” ujarnya.
Eti mengaku tidak merasa melakukan apa yang dituduhkan meracuni majikan. “Majikan saya itu pergi ke Jeddah naik mobil sendiri. Paginya sarapan bersama istrinya. Malamnya makan di restauran. Saya nggak merasa bersalah. Sampai di pengadilan saya ditanya-tanya dan akhirnya dihukum mati. Saya tetap sabar aja. Biar nanti Allah yang menjawab itu semua,” ujarnya.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi