jpnn.com, JAKARTA - Kehidupan dunia pada Abad-21 ditandai dengan sejumlah fenomena besar. Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mengatakan setidaknya ada tiga fenomena besar yang terjadi pada Abad-21 ini.
Pertama soal kemajuan teknologi yang begitu pesat, terutama teknologi informasi yang merubah cara kerja dan pola pikir masyarakat modern.
BACA JUGA: Merespons Keluhan Guru Inpassing, Gus Muhaimin: Mereka Ujung Tombak, Harus Diperhatikan
“Teknologi ini juga melahirkan cara kerja, model kerja baru, tata kelola kehidupan yang baru. Juga tata kelola kehidupan sosial yang baru,” ujar Gus Muhaimin saat menyampaikan Pidato Kebangsaan dalam rangka 50 Tahun Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia yang disampaikan secara virtual, Kamis (19/8/2021).
Fenomena kedua yang cukup serius adalah soal hubungan antara agama dan Barat atau hubungan agama dan ekonomi yang sangat nyata.
BACA JUGA: Gus Muhaimin Minta Pemerintah Libatkan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan Bangsa
”Awal Abad 21 ini kita menghadapi ketegangan-ketegangan yang sangat nyata, dimana agama menjadi kekuatan yang dahsyat, realitas kekuatan yang besar, sekaligus memiliki kenyataan fakta negatif dimana agama dianggap sebagai hambatan karena kekerasan dan fundamentalisme,” tuturnya.
Di sisi lain, tutur Gus Muhaimin, muncul justifikasi apakah agama punya peran dan manfaat bagi kemajuan atau justru menjadi penghambat kemajuan. Bahkan di berbagai negara Eropa dan Amerika, kata Gus Muhaimin, terjadi konflik besar antara pandangan ekonomi dan agama.
”Apalagi di Eropa, pengalaman menunjukkan agama terutama Islam dianggap ancaman, dan islamobia menjadi fakta. Banyak kepala negara yang menang di Eropa itu karena kampanye anti Islam. Sementara disisi yang lain, memang muncul gerakan radilakalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam di berbagai belahan dunia,” katanya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku menyaksikan langsung fakta ini. PKB yang tergabung dalam Centrist Democrat International (CDI) atau Koalisi Partai Demokratis Seluruh Dunia, di dalamnya banyak ketua umum partai politik di Eropa yang menjadi pemenang pemilu karena menggunakan kampanye anti Islam.
”Setelah saya masuk di CDI, saya menyaksikan langsung bahwa conflict of civilization itu terjadi betul. Bagaimana kesalahpahaman perbedaan bahkan kecurigaan yang keras anrata agama dan Barat itu saya lihat sendiri. Kampanye-kampanye yang kuat teman-teman ketum partai-partai anggota CDI, terutama di Eropa, memang modal kampanyenya adalah anti Islam. Ini kemudian mengkristal menjadi persepsi negatif di kalangan gerakan Islam dan Islam menjadi negatif di kalangan mereka,” tuturnya.
Setelah PKB bergabung di CDI, kata Gus Muhaimin, dirinya kemudian menjelaskan dan membuka pandangan baru tentang Islam yang sesungguhnya yang ada di Indonesia.
”Mereka terbelalak dan melihat fakta Islam Indonesia yang berbeda sekali dengan apa yang terjadi di belahan dunia manapun. Bahkan, tahun lalu saya kumpulkan semuanya di Jakarta, ketemu Presiden juga, di Yogyakarta saya bawa ke pesantren, banyak perdana menteri yang hadir, mereka menyaksikan langsung Islam Indonesia, Islam yang rahmatan lil alamin. Mereka terkaget-kaget melihat apa yang terjadi di Indonesia ini berbeda dengan apa yang mereka saksikan di tingkat global,” kata Gus Muhaimin.
Namun, menurutnya, fakta bahwa agama adalah kekuatan harus dilihat sebagai kenyataan yang harus diantisipasi sehingga produktif bagi kemajuan.
”Oleh karena itu, akhir tahun lalu, kita melakukan kampanye Islam rahmatan lilalamin, Islam for Peace dan seterusnya sangat efektif, dan alhamdulillah Islam kebangsaan kita ini bukan hanya bisa diterima di tanah air. Indonesia telah berkontribusi yang sangat luar biasa bagi hubungan agama dan negara,” katanya.
Hubungan yang sudah final antara cara pandang agama dan negara, kata Gus Muhaimin, menjadi modal besar Indonesia untuk mengatasi keadaan hari ini dan masa-masa yang akan datang.
”Perlu ada dialog yang produktif dan kondusif sehingga kecurigaan antara kekuatan ekonomi global, ekonomi pasar dengan Islam atau Islam dengan negara-negara Barat menjadi dialog yang produktif di masa yang akan datang,” paparnya.
Fenomena ketiga di Abad-21, kata Gus Muhaimin, yakni kemajuan pasar dan ekonomi yang mendikte semua. Saat ini, negara dan pemerintah juga terkaget-kaget dengan ekonomi pasar, terutama e-commerce yang bergerak dengan sangat cepat, terutam financial technology (fintech).
”Fintech bahkan sudah punya hukum sendiri yang cepat berubah. Negara tidak bisa mengatasi. Kita berharap hubungan tiga hal ini, teknologi, agama, dan kebijakan ekonomi ini benar-benar bisa berjalan dengan baik,” kata Gus Muhaimin.(jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Friederich
Reporter : Tim Redaksi