Korban tewas diketahui bernama Hamama, 40, dan adiknya yang bernama Thohir, 35. Kedua korban merupakan warga penganut Syiah. Sedangkan korban luka umumnya berasal dari kelompok anti-Syiah. Mereka adalah Syaiful, 28; Samsul, 18; Syaifuddin, 20; Hasyim, 21; dan Mat Hoseh (umur tidak diketahui). Selain korban dari warga, Kapolsek Omben AKP Aries Dwi mengalami luka serius pada dahinya setelah terkena lemparan warga saat mencoba melerai bentrok tersebut.
Adapun kelima warga yang menjadi korban mengalami luka beragam. Mulai luka robek akibat bacokan, hingga luka tembusan kelereng yang dimuntahkan bom yang biasa digunakan untuk menangkap ikan (bondet). Para korban berasal dari Desa Karang Gayam di Kec Omben dan Desa Bluuran, Kec Karang Penang. Kebetulan dua desa ini memang bertetangga meski beda kecamatan.
Selain berakibat korban jiwa, bentrokan dua kelompok ini juga berakibat terbakarnya sembilan rumah warga. Satu di antara sembilan rumah warga yang terbakar dikabarkan sebagai rumah adik kandung Tajul Muluk, salah seorang tokoh Syiah yang sudah divonis dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Madura (Grup JPNN) di lokasi kejadian, peristiwa tersebut diklaim warga terjadi pukul 10.00. Namun, versi aparat kepolisian terjadi sekitar pukul 11.00. Begitu soal awal mula kejadian. Beredar dua versi perihal awal mula kejadian.
Semula, beredar kabar peristiwa diawali dari rencana keluarga Tajul Muluk yang hendak membesuk terpidana penistaan agama itu ke lapas. Di perjalanan, mobil yang dikendarai keluarga Tajul Muluk dicegat oleh kelompok anti-Syiah menggunakan sepeda motor. Kelompok yang mencegat dikabarkan mengolok-olok keluarga Tajul Muluk sebagai penganut ajaran sesat.
Untuk menghindari bentrokan, akhirnya keluarga Tajul Muluk dikabarkan langsung balik kanan. Mereka mengurungkan niatnya untuk pergi ke lapas. Namun, pihak anti-Syiah malah membuntuti hingga rumah mereka. Diduga karena emosi, akhirnya terjadi bentrok kedua belah pihak.
Bentrok antara kelompok bersepeda motor dengan keluarga kelompok Syiah itu membuat warga lain juga berdatangan. Mereka langsung menyerbu kelompok Syiah. Massa yang bersenjata tajam dan aneka jenis senjata lainnya itu juga mendatangi perkampungan warga Syiah dan membakar sebagian rumah pengikut aliran itu.
Namun, karena jumlahnya tidak berimbang, membuat kelompok Syiah tertekan. Beruntung, kejadian tidak meluas. Petugas dari kepolisian Polres Sampang berupaya menghentikan aksi itu dengan menurunkan petugas gabungan dan meminta bantuan TNI.
Versi lainnya, sebagaimana disampaikan Kapolres Sampang AKBP Solehan, kasus itu berawal dari keberangkatan 20 santri kelompok Syiah yang hendak balik ke pondok di Bangil dan Pekalongan.
Namun, belum keluar dari kampung mereka, mobil yang berpenumpang sekitar 26 orang tersebut dihadang warga dari kelompok anti-Syiah. "Saat itu, warga dari kelompok Syiah diminta kembali ke rumah mereka dengan turun dari mobil tanpa menggunakan kendaraan apa pun. Lalu, mereka diarak sambil jalan oleh kelompok anti-Syiah," terang Kapolres.
Setiba di kampung warga Syiah, suasana kembali memanas. Sebab, kelompok anti-Syiah yang selama ini dikenal berseberangan dengan mereka itu, datang dalam jumlah besar. Saat itulah, entah siapa yang memulai terjadi bentrokan. Kelompok Syiah melakukan perlawanan dengan menggunakan bondet.
Mendapat perlawanan seperti itu, warga anti-Syiah yang tadinya berkisar 100 orang semakin bertambah. Bentrok pun semakin besar hingga mengakibat korban jiwa dan mengarah pada perusakan sejumlah rumah.
"Hasil deteksi sementara, ada sembilan rumah yang dibakar. Dan ada satu warga dari kelompok Syiah yang meninggal. Serta korban luka-luka dari kedua kelompok dan dari petugas kepolisian," terang Solehan.
Kapolres sebelum bertolak ke TKP bersama gubernur dan Kapolda Jatim kemarin, memang merilis korban hanya satu orang. Ini berbeda dengan keterangan Kepala Bakesbangpol Sampang Rudi Setiady yang mengatakan jumlah warga Syiah yang meninggal bertambah satu orang dari sebelumnya satu orang.
Menurut dia, selain Hamama, di antara korban luka dari kelompok Syiah ada yang nyawanya tidak tertolong hingga akhirnya meninggal dunia. Korban tersebut adalah Thohir.
Informasi kejadian bentrokan juga diterima oleh Sekjen Ahlul Bait Indonesia Ahmad Hidayat. Menurut dia, empat orang yang saat ini kritis hingga kemarin sore belum dibawa ke rumah sakit. "Mereka masih ditolong keluarga dengan pertolongan seadanya," ucapnya melalui saluran telepon kemarin.
Ahmad Hidayat kemudian menyampaikan bagaimana konflik kembali terjadi. Menurut dia, konflik dipicu oleh aksi pemblokiran terhadap rombongan pengikut Tajul Muluk yang hendak mengantar anak-anaknya untuk mengikuti pendidikan di pondok pesantren yang ada di Bangil dan Pekalongan. Namun, belum jauh mobil mereka melaju dari kampungnya, tiba-tiba massa melakukan pemblokiran. Kejadian tersebut terjadi pukul 08.00 kemarin.
"Ini musibah agama, musibah bangsa, ini anti-Pancasila dan kemanusiaan. Negara dan polisi tidak boleh membiarkan hal ini. Sebagai negara yang menoleransi, semestinya ini tidak boleh terjadi. Semestinya negara hadir," ucapnya kepada Jawa Pos Radar Madura.
Sementara itu, Sekretaris Badan Silaturahmi Ulama Madura (Basra) Badrut Tammam menyayangkan pecahnya konflik warga anti-Syiah dan Syiah yang terjadi di Omben. Mewakili organisasi Basra, dirinya mengutuk keras aksi anarkis yang terjadi kemarin.
"Pada prinsipnya mengutuk tindakan anarkis, siapa pun pelakunya. NU tidak memperbolehkan tindakan anarkis," ucap Badrut Tammam yang kemarin juga turun ke Sampang. (fei/zid)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IPW : Solo Kian Rawan
Redaktur : Tim Redaksi