jpnn.com, YOGYAKARTA - Para santriwati dinilai bisa menjadi penggerak perekonomian dan kewirausahaan berbasis teknologi digital dari kawasan pedesaan.
Oleh karena itu, Wahid Institute meluncurkan Pesantren Programmer Qoryatus Salam di Peace Village, Yogyakarta, Selasa (22/2).
BACA JUGA: Bongkar Perselingkuhan Suami yang Nikah dengan Pengasuh Anaknya, Mawar AFI: Hampir 1 Dekade
Peluncuran Pesantren Programmer Qoryatus Salam tersebut merupakan hasil kerja sama Wahid Institute dengan Fortress Data Service (FDS) dan Amazon Web Service (AWS) Indonesia, yang didukung oleh PBB UN Women, PT Jamkrindo, dan beberapa jaringan pesantren di sekitar Yogyakarta.
Pimpinan Wahid Institute Yenny Wahid menjelaskan, pesantren programmer yang diluncurkan itu tetap mengacu pada kurikulum pesantren secara umum, tetapi ditambah materi pemprograman berupa Python, Algoritma, Django, Database, AWS, dan beberapa kelas tembahan tentang sociopreneurship.
BACA JUGA: Gigit dan Tiup Kondom, Luna Maya: Bibir Gue Jontor
Menurut Yenny, selama kurang lebih 2 tahun ini dunia telah belajar sebagian masyarakat mampu mengakselerasi kemampuannya mengoperasikan alat teknologi untuk kebutuhan sehari hari di masa pandemi.
Interaksi antara manusia dan peralatan digital menjadi aktivitas sosial baru.
BACA JUGA: Bukukan Kinerja Positif, BCA Life Raih Pendapatan Premi Sebesar Rp 1.343,9 Miliar
”Pondok Pesantren Programmer Qoryatus Salam ini akan menjadi cikal bakal gerakan ekonomi digital yang dirintis oleh para santriwati. Di tengah perkembangan teknologi digital, perlu ditumbuhkan wirausahawan muda berbasis digital,” ujar Yenny Wahid.
"Kaum wanita juga bisa ambil bagian dalam gerakan ini dan saya yakin, para santriwati yang dididik di tempat ini, akan bisa berkontribusi dalam perekonomian digital Indonesia di masa depan," imbuhnya.
Selama ini teknologi masih dianggap lebih dekat dengan laki–laki dan masih ada anggapan bahwa perempuan cenderung gagap teknologi. Padahal, teknologi bisa dimanfaatkan oleh siapa pun.
”Anggapan yang tidak tepat ini cenderung membuat perempuan tidak percaya diri untuk belajar dan tidak banyak diberikan kesempatan, sehingga perempuan harus difasilitasi untuk belajar teknologi. Pesantren programmer Qoryatus Salam ini merupakan wujud pemberdayaan bagi perempuan dalam teknologi,” ujar Yenny Wahid.
Materi-materi agama yang diajarkan di pesantren juga mengadopsi referensi keagamaan yang moderat seperti kitab risalah ahlussunnah wal jamaah karya Hadaratus Syeikh KH. Hasyim Asyari, Kitab Adabul 'alimwal muta'alim tentang etika, Fathul qorib tentang fiqh (tata laksana dan hukum dalam Islam).
Para santriwati batch pertama di Pondok Pesantren Programmer Qoryatus Salam akan mendapatkan kurikulum tambahan berupa pembekalan mengenai rekayasa perangkat lunak dan pengenalan strategi kepemimpinan di era digital melalui boothcamp selama 12 minggu.
Menurut Yeni, konsep ekonomi digital sangat bergantung pada keberhasilan membentuk ekosistem sehingga kolaborasi dengan berbagai pihak sangat diperlukan.
Direktur Utama FDS Sutjahyo Budiman menuturkan, pihaknya tertarik bergabung dalam boothcamp Pesantren Programmer Qoryatus Salam karena menyadari ekonomi digital bukan lagi wacana, tetapi merupakan salah satu kunci untuk mendorong perekonomian.
”Pesantren ini akan menjadi model sarana pemberdayaan perempuan melalui pemberian kesempatan belajar dalam bidang teknologi dan juga menjadi contoh pengelolaan pesantren dilakukan secara modern, melalui digitalisasi," kata Country General Manager AWS Indonesia Gunawan Susanto.
"Ini Langkah awal yang baik dalam menambahkan kurikulum berbasis teknologi informasi ke dalam pendidikan pesantren," imbuhnya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy