Hymne Guru menjadi lagu wajib nasional sejak 1980Sang pencipta lagu itu, Sartono, kini sudah berusia lanjut
BACA JUGA: Pencipta Lagu Hymne Guru Tutup Usia
Ada sedikit gangguan pada ingatannya--------------------------------------
UMI SHOLIKAH, Madiun
--------------------------------------
Rumah itu sederhana
BACA JUGA: Ratna Listy Jenguk Pencipta Hymne Guru
Berdinding kayu, terletak di ujung Jalan Halmahera, Kota Madiun, Jawa TimurBACA JUGA: Pencipta Lagu Hymne Guru Tutup Usia, Ini Penjelasan Istri Almarhum
Itulah rumah SartonoSehari-hari pria 75 tahun itu tinggal ditemani istri tercintanya, Ignatia Damijati.Ketika kemarin sore (13/5) Radar Madiun (Jawa Pos Group/JPNN) berkunjung ke rumah tersebut, Kota Madiun sedang diguyur hujan rintik-rintik"Mari silakan, kebetulan bapak masih di ruang tamuBaru saja tadi ada tamu," kata Ignatia menyambut ramah.
Perempuan 60 tahun itu menceritakan, tamu yang baru saja datang ke rumahnya adalah rombongan guru TK se-Kecamatan Kartoharjo"Setiap Mei, sejak tanggal 2 (Hari Pendidikan Nasional), kami masih sering didatangi banyak tamuUmumnya mereka ingin tahu kondisi bapak," jelas pensiunan guru tersebut.
Di kalangan sebagian besar guru di Madiun, nama Sartono memang cukup dikenalMaklum, dialah yang menciptakan lagu Hymne Guru yang sangat legendaris ituPasangan Sartono-Ignatia hingga kini belum dikaruniai anakYanti (sapaan akrab Ignatia) mengungkapkan, saat ini kondisi daya ingat suaminya tidak stabilTerkadang normal, terkadang menurun alias menjadi tidak ingat apa-apa"Jadi, saya yang harus mendampingi saat ada tamu," katanya kepada Radar Madiun.
Selama 40 tahun hidup bersama Sartono, setahun terakhir ini dia mengaku dituntut lebih memperhatikan kebutuhan suaminyaSebab, sejak awal 2010, Yanti harus sering mengingatkan hal penting untuk dilakukan Sartono"Setiap waktu makan pasti saya ingatkanSebab, kalau tidak, bapak sering lupa," papar perempuan pemilik Peguyuban Ketoprak Krido Taruna itu.
Yanti bisa dibilang berperan gandaMenjadi istri sekaligus "manajer"Sebab, setiap ada undangan ke luar kota, dia harus ikut mendampingi suaminya"Kalau dulu tidak, cukup bapak sendiri," tambahnya.
Dia khawatir, saat menjawab pertanyaan seseorang, jawaban suaminya tidak nyambungTapi, Sartono terkadang bisa menjawab pertanyaan yang bersifat mendasar atau peristiwa-peristiwa besar yang melekat dalam ingatannyaMisalnya, saat dia diundang di Aceh untuk menyemangati para guru pascabencana tsunami 2004"Sampai sekarang bapak ingat acara itu," ujarnya
Juga, yang selalu diingat Sartono adalah momen saat dirinya menerima penghargaan dari pemerintah terkait karyanya, lagu Hymne Guru, yang didedikasikan untuk para guru"Tapi, kalau sudah ditanya yang lain, bapak sering lupa," tuturnya.
Yanti menceritakan, pernah suatu ketika saat asyik menerima telepon dari rekannya di Jawa Barat, Sartono terlihat menjawab dan sesekali bertanya dalam suasana gayeng"Setelah telepon ditutup, saya tanya dari siapa, tapi bapak menjawab tidak tahu," ujarnya.
Sartono juga kadang memberi makan burung piaraannyaTapi, dia juga sering lupa memberi makanKarena itu, Yanti pun terpaksa menyerahkan burung tersebut kepada saudaranya di Magetan untuk dirawatMengingat, Yanti juga tidak punya banyak waktu karena sibuk mengurusi pementasan ketoprak peguyubannya"Sampai sekarang saya tetap berkarya untuk menambah penghasilan," imbuhnya
Pasangan itu hidup dengan mengandalkan uang pensiunan Yanti sebagai guru SD untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hariUntuk kebutuhan lainnya, Yanti mengandalkan uang jerih payahnya dari hasil pentas ketoprak"Itu setelah dipotong membayar pegawai serta biaya operasional lainnya," ungkap YantiTerkadang untuk sambilan, dia juga menerima pesanan sanggulYanti biasanya memesan di Sragen, lalu dijual lagi.
Ketika ditanya soal royalti lagu ciptaan suaminya, wajah Yanti mendadak berubahTampaknya, dia tak begitu sreg ditanya masalah ituPertanyaan tersebut, kata dia, sama saja dengan mengingatkan pada pengalaman tak mengenakkan yang tak ingin diungkit lagi.
Meski demikian, dia bersedia berceritaDua tahun lalu, dirinya didatangi kenalan suaminyaSi kenalan tersebut berjanji menguruskan royalti lagu Hymne GuruNamun, hingga kini hasilnya nihil"Sudah dua kali saya dimintai NPWP bapak dan surat-surat lainnyaTapi, sampai sekarang tidak ada kabar apa-apa," tegasnya.
Yanti pun mulai putus asa soal royalti ituBagi dia, yang terpenting saat ini adalah kesehatan sang suamiApalagi dengan kondisi daya ingat suaminya yang menurun, Yanti tidak berpikir macam-macam dan lebih berfokus untuk menjaga kondisi suaminyaMeski fisiknya terlihat sehat, pria kelahiran 29 Mei 1936 tersebut membutuhkan pendamping untuk menjalani sebagian aktivitasnya"Kalau diajak bicara, sering tidak nyambungJadi, harus pakai bahasa isyarat dan menunjuk satu per satu," jelasnya.
Bagaimana dengan bait terakhir lirik Hymne Guru yang diubah tanpa sepengetahuan Sartono sejak 2007" Yanti menyatakan tidak berkeberatanSebab, itu bukan wewenangnya"Meski sudah diubah, masih banyak dari daerah timur yang minta lirik lagu lama untuk dikirim," ujarnya.Lirik di bagian terakhir yang diubah itu semula: ...Engkau Patriot Pahlawan Bangsa, tanpa Tanda Jasa..dan diganti menjadi: Engkau Patriot Pahlawan Bangsa, Pembangun Insan Cendekia...
Selama Radar Madiun (Grup JPNN) mengobrol dengan Yanti, Sartono mendampingiDia hanya tersenyumPada akhir wawancara, Sartono sempat menjawab pertanyaan Radar Madiun secara langsung"Saya lahir 29 Mei," ucapnya singkat saat ditanya tanggal lahirnya.
Ditanya aktivitasnya setiap hari, dia terdiam dan terlihat berpikir sejenak"Ya nyapu sama bersih-bersih depan rumah itu," ujar pensiunan karyawan honorer di SMP St Bernardus, Madiun, tersebut
Dia lantas berdiri dan menunjuk naskah lagu Hymne Guru yang digantung di sebelah piagam dari menteri pendidikan kala itu, Darji DarmodiharjoYakni, pejabat yang membuat pengesahan lagu berjudul Pahlawan tanpa Tanda Jasa sebagai lagu wajib nasional 1980(jpnn/irw/c5/kum)
Redaktur : Tim Redaksi