jpnn.com, JAKARTA - Satgas Penanganan Covid-19 mengharapkan tingkat vaksinasi terhadap masyarakat bisa melebihi 70 persen dari populasi.
Dengan begitu, kekebalan komunal bisa tercipta dan masyarakat bisa mengantisipasi dinamika varian virus Covid-19.
BACA JUGA: Luna Maya Akui Penasaran dengan Sosok Aldi Taher, Tetapi Kesal
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyadari virus menular itu telah menjadi tantangan selama hampir 2 tahun berjalannya pandemi.
Bahkan, adanya varian-varian baru COVID-19 dikhawatirkan berpotensi menurunkan efektifitas vaksin yang digunakan.
BACA JUGA: Satgas Covid-19 Minta Pemda Fokus Turunkan Angka Kematian
Terkait hal ini, Wiku meminta masyarakat untuk tenang, termasuk terhadap jenis vaksin yang tengah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia saat ini.
Sebab, WHO telah menegaskan bahwa standar vaksin dalam membentuk kekebalan yang baik ialah yang memiliki nilai efikasi di atas 50 persen.
BACA JUGA: Waspada! 4 Jenis Makanan Ini Bisa Memperpendek Umur Lho
"Sikap yang tepat dengan adanya penurunan angka efektivitas vaksin ialah tidak berpuas diri terhadap angka capaian vaksinasi.
Bahkan baiknya bisa melebihi 70 persen dari populasi agar menjamin kekebalan komunitas secara sempurna terbentuk," kata Wiku di Graha BNPB, Kamis (2/9).
Wiku juga menilai vaksinasi dosis kedua juga menjadi faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan. Sebab, setelah pemberian dosis pertama, kekebalan akan turun dan perlu diberikan booster atau dosis kedua. Dengan begitu, kekebalan terbentuk optimal dan bertahan dalam waktu lebih panjang.
Wiku menegaskan bahwa seluruh vaksin Covid-19 yang disuntikkan ke masyarakat telah melewati proses yang tidak sederhana untuk memastikan kualitas dan keamanan vaksin terjamin.
Juga, proses pemantauan mutu vaksin dalam membentuk kekebalan bersifat berkelanjutan dan tidak hanya berhenti pada pengujian laboratorium atau uji netralisasi saja.
Juga diteruskan kepada pemantauan di dalam tubuh dengan skala komunitas atau masyarakat.
Soal dinamika varian yang ada, WHO sendiri telah membagi hasil mutasi Covid-19 menjadi dua jenis, yaitu varian of concern (VOC) atau varian yang menjadi perhatian dan varian of interest (VOI) atau varian yang diamati.
Yang perlu diwaspadai ialah VOC. Sebab, terbukti menunjukkan perubahan karakteristik yang tergolong lebih menular atau infeksius daripada virus original atau aslinya yang pertama di Wuhan China 2019.
Di Indonesia, berdasarkan hasil sequence terhadap 2.321 sampel, menemukan tiga dari empat jenis VOC, yaitu Alfa, Beta, dan Delta. Adanya varian ini berpotensi menurunkan angka efikasi vaksin yang digunakan. Sebab, vaksin yang ada saat ini, umumnya menggunakan virus original.
Wiku meminta masyarakat tidak perlu khawatir terhadap lima jenis vaksin yang telah digunakan Indonesia diantaranya Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer.
Vaksin yang telah disuntikkan masih tetap memberi kemampuan kekebalan yang tergolong baik atau mampu baik berdasarkan hasil uji laboratorium atau pengujian di populasi terhadap varian baru secara global, khususnya VOC.
Meski begitu, Wiku menyadari tidak bisa mengandalkan vaksin sebagai solusi tunggal di tengah dinamika varian Covid-19. Sebab, sampai hari ini, kenaikan kasus masih terlihat bahkan di negara- negara yang telah melakukan vaksinasi di atas 60 persen seperti Israel dan Islandia.
Upaya penanganan pandemi dengan vaksinasi harus dibarengi dengan proteksi paling ideal, yaitu menjalankan disiplin protokol kesehatan secara sempurna, telah divaksin dosis penuh, dan menjalankan upaya 3T secara antisipatif.(tan/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : Yessy
Reporter : Fathan Sinaga