Satu Lagi Terdakwa Korupsi Bioremediasi Divonis Bersalah

Hakim Anggota Sampaikan Pendapat Berbeda

Jumat, 18 Oktober 2013 – 02:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - General Manager Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah, dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi proyek bioremediasi. Oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Bachtiar dijatuhi hukuman selama dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Menurut majelis, Bachtiar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau tahun 2006-2011 dengan cara menyalahgunakan kewenangan. "Mengadili, menyatakan terdakwa Bachtiar Abdul Fatah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dakwaan subsider melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua Majelis Hakim, Antonius Widijantono saat membacakan amar putusan Bachtiar.

BACA JUGA: Sutarman Janji Fokus Garap Pidsus

Hanya saja, Bachtiar tidak diperintahkan mengganti kerugian negara. Pasalnya, fakta di persidangan menunjukkan bahwa ia terbukti tidak menerima uang.

Dalam pertimbangan sebelum putusan dibacakan, majelis hakim menguraikan, Bachtiar mengetahui bahwa izin pengolahan limbah PT CPI sudah berakhir. Sedangkan PT Sumigita Jaya (SGJ) yang menjadi rekanan PT CPI tidak memiliki izin serta kualifikasi pengolahan limbah b3 karena hanya perusahaan penyedia jasa konstruksi.

BACA JUGA: Farhan Hamid: Berkurban Bentuk Kesalehan Sosial

Namun, Bachtiar tetap menandatangani kontrak bridging dengan PT SGJ senilai USD 741.402 pada tanggal 1 September 2011. Ia memperpanjang lama waktu kontrak selama enam bulan, yaitu sejak 1 September 2011 sampai Februari 2012. Perbuatan Bachtiar itu dianggap menyalahi Pasal 3 KepmenLH Nomor 128 tahun 2003 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknis Tanah Terkontaminasi dan Pasal 40 ayat 1 huruf a tentang perizinan.

Menurut hakim anggota, Anas Mustaqim, kontrak kerjasama antara PT CPI dengan PT SGJ dilakukan dengan cara penunjukan langsung oleh panitia yang tidak memiliki sertifikat dari BP Migas. Hal ini dianggap melanggar peraturan.

BACA JUGA: MK Keberatan Diawasi Orang Lebih Muda

Selanjutnya, majelis hakim menyatakan kegiatan yang dilakukan Direktur PT SGJ, Herland bin Ompo, bukanlah kegiatan bioremediasi. Sebab, dari hasil kajian ahli tanah ternyata tidak perlu dilakukan bioremediasi karena tanah tidak pernah terkontaminasi minyak.

Namun, untuk pekerjaan bioremediasi tersebut PT SGJ menerima pembayaran USD 221.327. Karenanya Bachtiar dianggap memperkaya Herland dan PT SGJ sebesar uang yang telah dibayarkan tersebut.

Hanya saja, majelis tidak satu suara. Sebab, satu dari tiga hakim, yakni Slamet Subagyo, menganggap Bachtiar tidak terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang. Karenanya Subagyo menganggap Bachtiar harus dibebaskan dari segala tuntutan pidana.

Dalam pertimbangannya, Slamet mengatakan bahwa saat kontrak bridging terjadi, yaitu tanggal 1 September 2011, Bachtiar tidak lagi menjabat sebagai GM SLS Minas. Meski demikian, Bachtiar memang efektif tak lagi menjadi GM SLS terhitung pada Oktober 2011.

Selain itu, Bachtiar menandatangani kontrak karena ada perintah langsung dari Direktur PT CPI. Sehingga, tidak ada niatan untuk melakukan penyalahgunaan wewenang.

Atas vonis tersebut, Bachtiar dan tim penasehat hukumnya langsung menyatakan banding. "Banding, Yang Mulia. Kami akan mengambil hak hukum kami, yaitu melakukan banding," kata Bahctiar dan penasehat hukumnya saat dimintai tanggapan oleh Majelis Hakim.

Dalam kasus ini, Direktur PT SGJ, Herland telah dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun, Pengadilan Tinggi mengabulkan bandingnya sehingga ia hanya dihukum 3 tahun penjara, denda Rp 250 juta dan subsider 3 bulan kurungan. (boy/flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Disetujui DPR jadi Kapolri, Sutarman Janji Dukung KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler