jpnn.com - JAKARTA – Surat Presiden (Surpres) merupakan syarat dari kaidah prosedural sebelum pembahasan suatu rancangan undang-undang (RUU) antara Presiden dengan DPR dimulai. Surpres mengkonfirmasi kesiapan dan persetujuan Presiden untuk membahas suatu RUU, melalui penugasan menteri terkait mewakili Presiden.
KKalau memang Presiden menolak adanya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka cukup tidak menerbitkan Surpres atas rancangan undang-undang (RUU) terhadap hasil revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
BACA JUGA: BNN Bentuk Pasukan Khusus untuk Perang Melawan...
“Jadi kalau Surpres tidak dikeluarkan oleh Presiden, secara jelas berarti Presiden telah mengambil sikap tidak menyetujui RUU ini dan menolak meneruskannya ke tahap pembahasan berikutnya,” kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Miko Ginting, Minggu (11/10).
Menurut Miko, dalam waktu dekat Presiden dan pimpinan DPR akan melaksanakan pertemuan konsultasi. Pertemuan tersebut, dinilai Miko, sebagai salah satu peluang bagi Presiden menyatakan sikap tegas dan jelas dalam menolak pembahasan revisi UU KPK.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Gunakan Saja Jurus Ini untuk Gagalkan Rencana DPR Merevisi UU KPK
“Tanpa keberpihakan yang tegas dari Presiden Joko Widodo, maka pemberantasan korupsi di Indonesia bisa semakin lemah dan perjuangan untuk mencapai Indonesia yang bebas korupsi akan semakin berat,” tegas Miko.(gir/jpnn)
BACA JUGA: PERINGATAN: Jika Setuju, Jokowi Membuat Korupsi Kian Merajalela
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Jerat 232 Tersangka Pembakar Lahan
Redaktur : Tim Redaksi