SBY Janji Ikuti Hasil Munas NU

20 Ulama Minta Fatwa Tidak Disalahpahami

Selasa, 18 September 2012 – 07:38 WIB
CIREBON--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjanji menindaklanjuti sejumlah fatwa dan rekomendasi yang dihasilkan dari Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU. Pernyataan tersebut disampaikan langsung presiden di depan para musyawwirin di tengah arena munas di Pesantren Kempek, Cirebon, kemarin (17/9).

"Secara umum, saya terima dan sambut baik  rekomendasi dan pemerintah akan pelajari serta menindaklanjutinya," kata SBY.

Dia menyatakan, sebagian rekomendasi"yang dihasilkan munas sebenarnya sama persis dengan yang dipikirkan pemerintah. Namun, di sisi lain, presiden juga mengakui bahwa beberapa yang lain merupakan hal-hal baru. "Beberapa pikiran-pikiran yang cerdas wajib dijalankan pemerintah," tandasnya.

Meski demikian, dia menegaskan, tetap ada sejumlah kecil perbedaan persepsi antara pandangan pemerintah dan hasil munas. Alasannya, ada perbedaan data yang dipegang. "Namun, secara keseluruhan,  rekomendasi positif dan konstruktif "menyangkut masalah utama bangsa. Rekomendasi itu penting untuk meningkatkan  kebijakan dan program yang kami jalankan," tandas presiden.

Dalam pidatonya di depan para musyawwirin, memang tidak semua isu yang dibahas di munas ditanggapi langsung oleh SBY. Presiden, antara lain, tetap menanggapi mengenai materi fatwa wajib tidaknya membayar pajak.

Mengenai wacana boikot pajak jika terus-menerus dikorupsi, presiden menilai ada semangat luar bisa dari NU untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara. Dia mengakui, pajak merupakan sumber keuangan negara terbesar. Yaitu, 70 persen sumber pendapatan nasional.

Sebagaimana diberitakan, Munas Alim Ulama dan Konbes NU memutuskan, masih akan memberi waktu bagi pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan pajak. Secara resmi, NU merekomendasikan agar pemerintah lebih transparan dan bertanggung jawab terkait dengan penerimaan dan pengalokasian uang pajak, selain juga harus memastikan tidak ada kebocoran.

Pemerintah juga direkomendasikan agar "mengutamakan kemashlahatan warga negara terutama fakir-miskin dalam penggunaan pajak. Jika hal-hal tersebut tidak dilaksanakan, PB NU akan" mempertimbangkan mengenai kemungkinan diberikannya fatwa hilangnya kewajiban warga negara membayar pajak.
 
Selain soal pajak, presiden sempat menanggapi isu korupsi. Terkait hal itu, SBY menyambut baik pula rekomendasi mengenai pemberantasan korupsi. Menurut dia, hingga saat ini pemerintah konsisten dan konsekuen dalam memberantas korupsi. Pemerintah tidak tebang pilih dan pandang bulu menyangkut hal tersebut.

"Dari sekian banyak kasus yang diproses KPK, ada yang berasal dari parpol saya. Ada juga orang yang dianggap dekat dengan saya. Hukum tetap harus ditegakan," tegas SBY.

Namun, sedikit berbeda dengan soal pajak maupun korupsi, terkait dengan hasil munas lainnya yang merekomendasikan pilkada gubernur maupun bupati/wali kota kembali dipilih DPRD, SBY hanya menyinggung sekilas. Dia mengingatkan, kalau sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah model desentralisasi dan otda.

Pada kesempatan tersebut, di depan para ulama dan musyawwirin, SBY menerima secara simbolis draf rekomendasi hasil munas. Ketua Umum Tanfidziyah PB NU Said Aqil Siraj yang menyerahkannya.

Atas tanggapan SBY tersebut, Said Aqil menanggapi positif. Dia optimistis pemerintah merespons serius sejumlah rekomendasi hasil munas. "Setidaknya sudah didengar, walaupun memang tidak harus sekarang diberi peringatan terus sekarang pula menjadi baik," kata Said. Dia yakin, bangsa Indonesia saat ini sesungguhnya masih merupakan bangsa yang diselamatkan oleh Allah. "Karena kalau sudah diberi peringatan malah semakin menjadi, bangsa ini tidak benar, sedang sakit," tandasnya.

Said kemudian menceritakan bahwa SBY di tengah perhelatan munas juga sempat melakukan pertemuan dengan sekitar 20 ulama NU. "Di sana saya katakan, kalau semua rekomendasi ini jangan disalahpahami. Semua murni kajian berbasis ilmu keagamaan, tidak ada tendensi politik apa pun," bebernya.

Kemarin, di hari yang sama dengan kedatangan SBY, munas akhirnya resmi ditutup. Para alim ulama maupun pengurus NU dari berbagai daerah yang menjadi peserta forum tertinggi kedua di NU setelah muktamar itu pun sudah kembali lagi ke daerah masing-masing.

Di tempat terpisah, wacana boikot pembayaran pajak yang mengemuka di munas direspons oleh Menkeu Agus Martowardojo. Menurut dia, jika alasan boikot pajak karena adanya penyelewengan penerimaan pajak oleh oknum nakal,  perilaku korupsinya yang  harus diberantas dengan memberikan hukuman yang tegas kepada koruptor. "Harus kita yakinkan  pengadilan nanti memberikan hukuman mati kepada koruptor. Kalau dapat  persetujuan undang-undang memberi hukuman mati, ya kita hukum mati, tapi jangan kemudian kita mengatakan berhenti bayar pajak. Membayar pajak itu mutlak bagi setiap warga negara," ujarnya kemarin (17/9).

Agus berjanji, pemerintah akan terus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, penegakan hukum juga terus diperkuat. Hal itu tecermin dari banyaknya kepala daerah yang diproses hukum karena terjerat kasus korupsi. "Lihat saja anggota (DPR) di pusat, bekas menteri "semua kena, bahkan sekarang banyak pengusaha-pengusaha besar yang selama ini tidak tersentuh (hukum) akhirnya kena," katanya. (dyn/owi/c1/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Hakim Asusila dan Poligami

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler