SBY-JK Jilid II, Saham Politik yang Ideal

Selasa, 14 April 2009 – 09:39 WIB
Foto: Abror/Rumgapres
TULISAN ini bukan kampanye untuk kembali melengketkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  dengan JK (Jusuf Kalla)Juga bukan untuk menyenangkan para tim sukses yang berusaha keras  mempertahankan duet SBY-JK agar tidak menjadi duel SBY-JK

BACA JUGA: Gagal ke Parlemen, Caleg Stres Jalani Terapi Alternatif


   
Tulisan ini juga bukan untuk mengecilkan peluang dan kapasitas pasangan capres-cawapres lain
Tulisan ini semata-mata hanya ingin memberikan gambaran untuk membandingkan duet SBY- JK saat ini  dengan (andai muncul kembali) duet SBY-JK lima tahun ke depan. 
   
Secara karakter, mereka saling melengkapi

BACA JUGA: Golkar Dominasi Indonesia Timur

Ibaratnya, keduanya datang dari dua sisi mata uang
SBY dikenal sebagai sosok yang sangat hati-hati karena begitu berpegang kepada aturan main

BACA JUGA: Sesalkan Kinerja KPU

JK adalah sosok yang bertindak cepat dan sangat reaktif.  SBY terkesan sebagai penentu kebijakan, JK bergaya seperti operator.
   
Dari sisi keahlian dan pengalaman, keduanya juga datang dari dunia yang berbedaSBY adalah seorang jenderal yang sangat kenyang pengalaman dalam berbagai tugas politik dan militerBahkan, dia menjadi otak reformasi TNIPendek kata, SBY paham dalam hal keamanan dan politikSedangkan JK adalah pebisnis yang sangat mengenal seluk beluk ekonomiJK juga seorang politikus yang meniti karir dari bawah, termasuk aktif dalam organisasi seperti HMI, berbagai organisasi kemasyarakatan, dan pelaku ekonomi
   
Bila dilihat dari geopolitik, keduanya datang dari tempat terpisahSBY adalah orang Jawa yang disebut sebagai persyaratan utama untuk menjadi presiden Indonesia karena pemilih terbesar dari pulau ituJK berasal dari Makassar yang selalu dipersepsikan sebagai luar Jawa.  Bipolar Jawa-luar Jawa tersebut selalu menjadi wacana dalam setiap pemilihan presiden
   
***
   
Lantas, apa yang membuat duet SBY-JK ke depan lebih pas? Jawabannya: hasil pemilihan legislatif yang menempatkan Partai Demokrat sebagai peraih suara terbanyakKomposisi Demokrat yang menguasai parlemen akan selaras dengan posisi eksekutif bila presidennya berasal dari Partai DemokratIni akan membuat keputusan politik Presiden SBY relatif mampu diamankan oleh DPR
   
Berdasar pengalaman selama ini, koalisi yang menopang SBY-JK sangat rapuhJumlah kursi Partai Demokrat di DPR yang hanya 57 menyebabkan SBY berada dalam dua dilema politikPertama, SBY dikelilingi para anggota koalisi yang kurang solidBanyak kebijakan SBY yang terbentur di DPR karena para teman koalisinya sering tak satu suara.  Itulah implikasi proses pembentukan koalisi yang tidak diikuti ikatan yang jelas
   
Partai yang mendapat jatah menteri tetap saja menyerang kebijakan pemerintah di parlemenBahkan, ada elite partai yang menganggap kadernya di kabinet bukan perwakilan partaiItulah yang menyebabkan keputusan pemerintah sering goyang di parlemenTak jarang, yang membela SBY hanya 57 anggota DPR dari Demokrat. 
   
Dilema kedua yang dihadapi SBY adalah komposisi Partai Golkar di parlemen (128 orang) yang lebih besar daripada Demokrat (57 orang).  Formula itu menyebabkan Golkar merasa memiliki saham politik yang besar  dan ?tentu? meminta dividen politik yang juga banyak
   
Akibatnya, Golkar mempunyai kekuatan sekaligus alasan untuk mendikte atau menekan pemeritahan SBY-JKGolkar merasa telah bekerja keras sebagai tameng pemerintah di parlemen sehingga merasa berhak mendapatkan dividen politik yang juga banyakGolkar yang seharusnya jadi gerbong, apalagi ikut di tengah jalan, muncul menjadi lokomotif di dalam koalisi di Senayan
   
Reshuffle kabinet beberapa waktu lalu, misalnya, yang ditangkap publik adalah kesan bahwa SBY berada dalam tekanan dominasi politik BeringinMenteri Golkar Aburizal Bakrie yang masuk dalam sorotan publik untuk diganti hanya digeser posisinya dari Menko Perekonomian menjadi Menko KesraBahkan, Golkar mendapat tambahan dua menteri lagi, yakni Andi Mattalatta yang menjadi menteri hukum dan HAM, serta Paskah Suzetta yang diangkat menjadi menteri PPN/ketua BappenasBelum lagi Fahmi Idris yang bergeser ke posisi Menperin
   
Komposisi parlemen saat ini jelas sangat tidak selaras dengan koalisi di pemerintahan yang dipimpin SBY dari parpol mediokerFakta politik di parlemen itu mengakibatkan  SBY tak leluasa bekerja dengan status pemegang hak prerogatif sebagi presiden
   
Andai SBY-JK kembali berduet, tentu suasana akan berbeda dengan saat iniDalam survei LSI (Lembaga Survei Indonesia), Demokrat diperkirakan akan meraih kursi terbanyak, sekitar 136 hingga 148 kursi di DPRSedangkan Golkar meraih sekitar 94?105 kursiSBY-JK perlu memperluas koalisi lagi dengan partai lain untuk meraih 60 persen dari 560 kursi di parlemen.
   
Nah, posisi parlemen seperti itu akan peralel dengan eksekutif yang dipegang SBY-JKDemokrat menjadi leader di eksekutif sekaligus menjadi motor di koalisi parlemenSBY sebagai presiden akan lebih aman dari tekanan untuk melangkah sebagai pemegang hak prerogatif dalam sistem presidensialSelain itu,  tak akan ada lagi kendala psikologis dan politis bagi SBY dalam mengambil keputusan politikSebab,  saham politik di parlemen seimbang dengan sharing dividen di eksekutif.
   
Golkar pun akan berada dalam posisi idealPartai Beringin itu akan menjadi gerbong paling besar yang berada tepat di belakang lokomotifJK sebagai Wapres pun akan mendapat bagian yang proporsional dalam dividen politik
   
Dengan demikian, slogan Partai Demokrat "Lanjutkan" dengan slogan Golkar "Lebih Cepat Lebih Baik" yang mereka kumandangkan saat "bercerai" dalam kampanye bisa menjadi "Lebih Cepat Lebih Baik untuk Dilanjutkan"
   
Apakah duet SBY-JK itu bisa terwujud? Andai JK mau, apakah SBY juga mau? Andai sudah berduet, bisakah keduanya  memenangkan pilpres? Sebab, pasangan capres-cawapres lain seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Hidayat Nurwahid  juga memiliki kekuatan serta kehebatan tersendiri(lamade@jawapos.co.id)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Masih Tetap Teratas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler