SBY Sampaikan Pesan Serius: Juga Malu kepada Dunia

Kamis, 09 April 2020 – 10:13 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pesan serius. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengulas kegaduhan sosial politik di tengah ancaman pandemi virus corona (Covid-19). Terutama mengenai ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah.

Dalam tulisan berjudul "Indonesia Harus Bersatu, dan Fokus pada Penghentian Penyebaran Virus Corona" yang diunggah di akun Facebook-nya, Rabu (8/4), tokoh yang pernah memimpin Indonesia selama dua periode itu mengingatkan perlunya bangsa ini terus dan tetap bersatu karena krisis virus corona di negeri kita belum berakhir. Belum selesai. Indonesia juga belum aman.

BACA JUGA: SBY Sesalkan Ancaman Memolisikan Warga Penghina Presiden

Namun, tokoh 70 tahun tersebut mencermati beberapa hari terakhir ini justru ada situasi yang tak sepatutnya terjadi. Apa itu?

Kembali terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah, bahkan disertai dengan ancaman untuk “memolisikan” warga yang salah bicara. Khususnya yang dianggap melakukan penghinaan kepada Presiden dan para pejabat negara.

BACA JUGA: Sri Mulyani Anggap Glenn Fredly Teman, Simak juga Kalimat Dukacita Ahok dan Anies

"Mumpung ketegangan tersebut belum meningkat, dengan segala kerendahan hati memohon agar masalah itu dapat ditangani dengan tepat dan bijak. Kalau hal ini semakin menjadi-jadi, sedih dan malu kita kepada rakyat kita. Rakyat sedang dilanda ketakutan dan juga mengalami kesulitan hidup karena terjadinya wabah korona ini. Juga malu kepada dunia, karena saya amati hal begini tidak terjadi di negara lain," ujar SBY.

Mantan ketua umum Partai Demokrat itu menyambut baik semua kebijakan dan tindakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk meningkatkan penanggulangan Covid-19.

BACA JUGA: Kabar Sejuk untuk 51 Ribu Honorer K2 soal NIP PPPK

Termasuk penyediaan anggaran yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa saat yang lalu, yang menurutnya cukup memadai, terutama untuk saat ini.

"Anggaran yang saya maksud adalah yang ditujukan untuk menanggulangi Covid-19, serta bantuan kepada rakyat yang mengalami kesulitan hidup akibat terjadinya wabah saat ini. Itu kebijakan yang tepat dan sangat diperlukan. Saya berharap, sebagaimana harapan rakyat kita, dana itu dapat disalurkan secara tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal," sambung tokoh kelahiran Pacitan, Jawa Timur itu.

Tapi kembali lagi, SBY menekankan bahwa yang ingin dia tanggapi adalah terjadinya ketegangan baru antara unsur masyarakat dengan pihak pemerintah.

Ketegangan vertikal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Seharusnya, semua pihak kompak, dan menguatkan persatuan dalam memerangi virus corona.

"Isu yang muncul sebenarnya klasik dan tidak luar biasa. Intinya adalah bahwa negara, atau pemerintah, akan memolisikan siapa pun yang menghina presiden dan para pejabat pemerintah. Saya pahami ini sebagai peringatan (warning), bukan ancaman, dari pihak yang memiliki kekuasaan di bidang hukum," katanya.

Hal itu menurutnya klasik dan tidak luar biasa, karena kerap terjadi di sebuah negara sekalipun penganut sistem demokrasi.

Ketegangan tersebut menurutnya biasanya terjadi di negara yang demokrasinya tengah berada dalam masa transisi dan atau konsolidasi. Ataupun negara yang demokrasinya masih mencari bentuk dan model yang paling tepat.

Atau, negara yang memiliki pranata hukum warisan era kolonialisme. Sistem hukum yang memberikan hak (power) kepada penguasa, untuk menghukum warga negara yang didakwa menghina atau tidak menghormatinya.

"Yang menjadi luar biasa adalah kalau hukum-menghukum ini sungguh terjadi ketika kita tengah menghadapi ancaman korona yang serius saat ini. Jujur, dalam hati saya harus bertanya mengapa harus ada kegaduhan sosial politik seperti ini?" SBY mempertanyakan.

Dalam artikelnya yang cukup panjang itu, SBY hanya ingin menyampaikan pandangan, saran dan harapan baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

Sebab, saat ini di Indonesia bahkan seluruh dunia, kehidupan masyarakat sedang dalam situasi yang sangat “stressful” dalam arti luas; tegang, gamang, takut, emosional dan bahkan cepat marah.

Manusia dan masyarakat takut kalau kena corona. Takut kalau sakit dan kemudian meninggal dunia. Sebagian bingung, tak percaya diri dan mudah terpengaruh tanpa bisa berpikir secara rasional.

Masyarakat golongan bawah, terutama yang kehilangan pekerjaan, mengalami kesulitan hidup yang luar biasa. Di antara mereka ada yang mudah menyalahkan pihak lain, termasuk pemerintah dan pemimpin-pemimpinnya.

Sebuah studi, lanjut SBY, mengatakan bahwa 75 % anggota masyarakat tergolong kuat menghadapi situasi pandemi seperti sekarang ini.

Sementara, 25 %-nya tergolong rentan dan kondisi mentalnya mengalami gangguan. Di sejumlah negara, yang paling ekstrem bahkan melakukan bunuh diri.

Pihak pemerintah pun sebenarnya juga mengalami tekanan-tekanan psikologis. Memang sering dibantah oleh mereka-mereka yang tengah berkuasa, dengan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Pemerintah takut kalau rakyatnya banyak yang kena corona dan meninggal. Takut kalau upaya dan tindakannya gagal. Juga takut kalau kebijakannya disalahkan oleh rakyat, baik sekarang maupun di hari nanti.

"Tanpa disadari, sebagian penguasa dan pejabat pemerintah menjadi sensitif. Menjadi kurang sabar dan tak tahan pula menghadapi kritik, apalagi hinaan dan cercaan. Situasi seperti inilah yang bisa memunculkan “benturan” antara elemen masyarakat dengan pihak pemerintah. Apalagi kalau sebelumnya sudah ada benih-benih ketidakcocokan dan ketidaksukaan," jelas Menko Politik dan Keamanan era Presiden Megawati Soekarnoputri ini.

Terkait persoalan ini, SBY kembali mengatakan bahwa dirinya pernah berada di dalam pemerintahan ketika menghadapi situasi krisis, dan kini berada di barisan masyarakat yang mengerti apa perasaan dan harapan mereka.

"Barangkali hanya inilah modal yang saya miliki. Karenanya, saya mohon maaf kalau pandangan saya ini keliru dan pemerintah tidak berkenan menerimanya. Atau juga kalau masyarakat tidak menyukai pemikiran saya ini," ucap SBY. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler