SDR Tuntut Ketegasan KPK soal Formula E: Tetapkan Tersangka atau Praperadilan

Selasa, 01 Maret 2022 – 19:46 WIB
Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sudah hampir sebulan, sejak Komisi Pembernatasan Korupsi menyatakan akan serius menangani laporan kasus dugaan korupsi terkait rencana pelaksanaan ajang balap mobil listrik Formula E di DKI Jakarta.

Juru bicara KPK bidang penindakan itu menyampaikan, penyelidikan kasus Formula E ini masih mencari peristiwa pidananya. KPK akan menyampaikan perkembangannya kepada masyarakat jika kasus ini telah ditingkatkan ke proses penyidikan.

BACA JUGA: Bocoran Harga Tiket Formula E, Mulai Ratusan Ribu Rupiah

Hari Purwanto Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) mengatakan agar KPK tak usah terlalu rumit dalam menangani kasus ini. Sebenarnya kasus ini sederhana sekali.

“Tanpa maksud meremehkan kerja rekan-rekan di KPK, penyidik KPK tak perlu berpikir terlalu rumit untuk menguak kasus ini. KPK juga jangan terdistorsi dengan proses pengerjaan sirkuit Formula E di Ancol. Sebab tidak ada hubungannya,” kata Hari.

BACA JUGA: Sirkuit Formula E Seperti Jalan Raya Biasa, Beda dengan Mandalika

Menurut Hari, yang saat ini tengah ditangani oelh KPK adalah terkait duit komitmen atau commitment fee yang telah disetorkan oleh Pemprov DKI via Dinas Pemuda dan Olahraga.

“Kunci dari kasus ini, KPK cukup memastikan apakah telah terjadi markup dalam pembayaran commitment fee. KPK cukup periksa tiga pihak saja, Gubernur Anies Baswedan dan FEO selaku pihak yang bersepakat, kemudian Kepala dinas Pemuda dan Olah Raga DKI yang membayarkan commitment fee tersebut. Lantas, KPK tinggal meminta bantuan PPATK untuk menelusuri perjalanan transaksi tersebut,” ujarnya.

BACA JUGA: Pembangunan Sirkuit Formula E, Jakpro Optimistis Tuntas Paling Lambat Awal April

Dia meyakini ada yang janggal, mengingat ketergesaan dari pihak Pemprov DKI dalam membayar commitment tersebut. Bahkan, pembayaran pertama sebesar Rp180 miliar dilakukan dengan ijon ke Bank DKI. Padahal saat itu, DPRD belum ketok palu anggaran. “Ada apa ini?” tanyanya.

Kuadran lain dari kasus ini adalah pembayaran termin I sebesar Rp180 miliar. Menurut Hari, ini pun sederhana saja. Periksa saja pihak Bank DKI, cari tahu siapa yang mengotorisasi transaksi dan transaksi atas perintah siapa.

“Kemudian, tinggal ditelusuri aliran dananya kemana saja. Apakah sepenuhnya ke FEO atau ada halte-halte lain yang disinggahi. Kemudian, juga perlu diperiksa apakah sudah ada pengembalian,” katanya.

Kuadran lain yang perlu diperiksa adalah pembayaran terakhir yang dilakukan setelah pandemi dan FEO mengumumkan tidak ada race selama pandemi. Faktanya, Pemprov DKI tetap saja melakukan pembayaran.

Padahal, mestinya bisa dilakukan negosiasi ulang. Apalagi, saat itu seluruh pemda di Indonesia tengah melalkukan refokusing anggran dengan titik berat penanganan pandemi.

“Jadi agak aneh, kalau KPK menyatakan masih mencari unsur pidananya. Ini KPK sama saja mengulur-ulur waktu saja, padahal ini bisa memperlama polemik dan kegaduhan,” tandasnya.

Dia berharap KPK bekerja cepat. Segera tentukan apakah ada unsur pidana, lantas umumkan secara transparan kepada publik.

“Jika ditemukan unsur pidana, segera jadikan penyidkan dan tentukan tersangka. Tetapi, kalau tidak ada, jelaskan kepada publik secara transparan,” katanya.

Tak ada lagi ulur-uluran seperti ini. “Jika KPK tegas memutuskan, kami pun akan tegas mendukung. Jika KPK memutuskan ada unsur pidana, kami akan kawal kasusnya. Tetapi, kalau KPK menyatakan tidak ada unsur pidana dan menghentikan kasusnya, kami siap praperadilan,” tandasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler