SE Gubernur tak Bikin Takut Investor

Selasa, 08 Mei 2012 – 08:58 WIB
Irwan Prayitno. Foto: pks-sumatera.org

KELUARNYA Surat Edaran (SE) Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang meminta tujuh kabupaten dan kota di pesisir pantai memberlakukan status siaga darurat gempa bumi dan tsunami hingga 30 Juni 2012 menuai kontroversi. Di satu sisi timbul keresahan di tengah masyarakat, seakan-akan dalam rentang sekarang hingga 30 Juni akan terjadi gempa besar.

Di sisi lain disambut positif, untuk meningkat kewaspadaan. Untuk mengetahui lebih jauh soal surat edaran tertanggal 27 April 2012 itu, berikut wawancara khusus wartawati Padang Ekspres (Grup JPNN) Gusti Ayu Gayatri dengan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno di Aula Gubernuran, Senin ( 7/5).

Banyak pihak menyesalkan SE yang Anda keluarkan soal status siaga darurat gempa bumi dan tsunami, karena dianggap ramalan dan berpotensi meresahkan masyarakat. Apa dasar dan pertimbangan Anda mengeluarkan surat itu?
Begini. Sebelum surat edaran itu saya buat, saya menerima telegram dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor  360/ 1521/ SJ, tertanggal 20 April 2012. Tidak mungkin telegram itu saya diamkan saja. Tentu saya harus meneruskannya kepada kepala daerah yang memimpin daerah di kawasan pesisir pantai Sumbar.

Dalam telegram mendagri itu disebutkan dengan meningkatnya intensitas  gempa akibat pergerakan lempeng bumi di Samudera Hindia dan Pasifik yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan tsunami di sebagian  wilayah Indonesia , terutama di dekat wilayah patahan lempeng tersebut, maka diminta gubernur, bupati dan wali kota melakukan sejumlah langkah.
 
Langkah yang  diinstruksikan mendagri adalah meningkatkan kewaspadaan bagi seluruh masyarakat dan mengaktifkan sistem peringatan dini (early  warning system) serta melakukan kesiapsiagaan  dalam rangka pengurangan risiko bencana  dan korban, terutama bagi daerah-daerah  di sekitar pantai barat  Sumatera, pesisir  selatan pulau Jawa, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Utara.

Hanya itu?
Tidak itu saja. Kami juga diinstruksikan untuk memastikan seluruh aparatur penanggulangan bencana, sarana, prasarana, peralatan serta sistem dan prosedur dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bencana telah siap dioperasikan bila terjadi  bencana. Agar koordinasi  antarinstansi  terkait ditingkatkan. Nah, itulah yang menjadi dasar saya mengeluarkan surat  edaran yang saya tandatangani 27  April 2012  itu.

Apakah sudah mempertimbangkan dampak dari SE itu yang berpotensi membuat resah masyarakat? Sebab di dalam surat edaran itu Anda juga membuat tenggat status siaga gempa dan tsunami sampai 30 Juni...
Saya sudah pertimbangkan itu. Lagipula, saya kira tidak akan sampai sejauh itulah dampaknya. Ada atau tidaknya SE itu, selama ini kita juga dituntut tetap waspada juga  terhadap ancaman gempa dan tsunami.

Surat edaran yang saya buat juga memperhatikan kejadian gempa  bumi dan tsunami pada 11 April  2012 yang berlokasi  di barat Kepulauan Simeulue Nanggaroe Aceh Darussalam berkekuatan 8, 5 SR yang dikhwatirkan akan berdampak  pada  zona subduksi dan megathrust di Kepulauan Mentawai. Terutama di seismic gap yang terletak di wilayah Siberut  Mentawai.  Sebagai antisipasi, maka di harapkan pemerintah kabupaten dan kota  yang berpotensi bencana gempa dan tsunami, agar membangun kesiapsiagaan di setiap jajaran pemerintah daerah sampai tingkat pemerintahan nagari atau desa bersama komunitas  masyarakat dengan melakukan langkah antisipasi. Berupa menyiapkan petugas , peralatan dan fasilitas  penanggulangan bencana lainnya serta  meningkatkan  sosialissai  kepada masyarakat sesuai ancaman bencana.

Saya mencantumkan tanggal 30 Juni 2012 di dalam surat SE itu karena tidak mungkin tidak ada batas waktu penetapan status siaga gempa bumi dan tsunami dan kapan berakhirnya. Ini perlu saya beritahukan, karena ini menyangkut keselamatan nyawa banyak orang.

Apakah SE itu juga mempertimbangkan kekhawatiran menurunnya minat orang berinvestasi di Sumbar?
Saya rasa tak ada pengaruhnya. Untuk investasi yang berkaitan langsung dengan sumber daya alam, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Sebab lokasi daerah pertambangan tidak dekat dengan laut serta  tidak ada pembangunan infrastruktur di sana. Jadi saya rasa tidak akan ada dampaknya bagi mereka.

Sektor yang sedikit berpengaruh dengan potensi gempa dan tsunami adalah perhotelan. Tapi saya rasa itu juga tidak terlalu besar. Toh, saat ini banyak berdiri hotel baru di Kota Padang, misalnya. Bahkan sepanjang sejarah Sumbar, baru tahun ini hotel paling banyak dan lengkap di Sumbar. Kalau memang pengusaha perhotelan takut bencana gempa dan tsunami, tentunya  mereka tidak akan mau membangun hotel di Sumbar.

Sedangkan investasi padat karya, saya rasa  juga tidak akan ada persoalan. Lagipula, mana ada investasi padat karya di Sumbar ini, upah kan mahal di sini.

Jadi, saya rasa isu gempa dan tsunami itu tak akan berpengaruh terhadap minat orang berinvestasi di Sumbar. Jikapun ada, pengaruhnya tidak signifikan.

Ada juga yang menilai, SE itu bentuk mitigasi pemprov yang terkesan dadakan. Baru dikeluarkan setelah adanya instruksi pusat...
Untuk antisipasi atau meminimalisir risiko bencana gempa dan tsunami yang mungkin terjadi, pemprov sebenarnya sudah berkali-kali rapat soal gempa dan tsunami ini.
Seingat saya sudah 4 kali, kami rapat soal mitigasi bencana ini, terutama soal mitigasi  vertikal yakni pembangunan shelter. Selain itu, dalam pertemuan dengan Kepala BNPB, juga sudah muncul rencana pembangunan tempat pendaratan darurat untuk mempermudah masuknya bantuan dari luar Sumbar, jika sewaktu-waktu terjadi gempa disusul tsunami.

Informasi soal potensi gempa dan tsunami ini pun sudah ada sejak 2010 lalu. Bahkan Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief sudah sering menelepon saja, menginggatkan soal potensi gempa besar  tersebut. Saat gempa di Mentawai  25 Oktober 2010 lalu, beliau juga menghubungi saya dan menyampaikan adanya potensi gempa besar yang berpotensi tsunami. Cuma saja, sekarang agak sedikit berbeda.

Bedanya di mana?
Jika dulunya hanya berita- berita saja, kini ada surat  pemberitahuan resmi dari mendagri. Makanya surat  itu saya  tembuskan ke kepala daerah di daerah  pesisir pantai barat Sumbar.

Lantas, apa persiapan yang dilakukan pemprov guna mengantisipasi dampak gempa dan tsunami?
Hal yang perlu dipersiapkan adalah Standar Operasional Prosedur (SOP), kesiapan aparatur dan persiapan tanggap darurat. Kalau untuk menyiapkan infrastruktur dalam waktu yang singkat tentu tak mungkin. Makanya yang paling utama itu adalah  persiapan SOP dan kesiapan aparaturnya. Kan ada rencana pembangunan shelter  yang dilakukan dalam tahun ini. Jumlahnya 7 unit.    

Dari evaluasi  selama ini, setiap kali gempa  terjadi masyarakat cenderung berlari ke arah bypass.  Bahkan banyak yang menggunakan kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan dan menghambat arus orang untuk menyelamatkan diri.

Jika tempat evakuasi vertikal dibangun, tentunya masyarakat  tidak perlu harus berlari ke bypass. Cukup dengan naik ke shelter saja, masyarakat  sudah  mendapatkan tempat  yang aman. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Vonis MK dan Fatwa MUI Sudah Sejalan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler