SEA Games dan Pudarnya Dominasi Indonesia

Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 12 Mei 2023 – 21:25 WIB
Presiden Joko Widodo saat melepas kontingen Indonesia yang akan berlaga di SEA Games 2023 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/5/2023). Foto: NOC Indonesia

jpnn.com, JAKARTA - Ada dua event regional Asia Tenggara yang sekarang berlangsung bersamaan. Dua-duanya bisa menjadi cermin di mana posisi Indonesia sekarang pada percaturan regional Asia Tenggara. Di Kamboja sedang diselenggarakan pekan olahraga Asia Tenggara (SEA Games) dan di Labuan Bajo para pemimpin ASEAN sedang mengadakan konferensi tingkat tinggi.

Di SEA Games Kamboja, Indonesia berada di posisi keempat dan tampaknya posisi itu menjadi yang terbaik bagi Merah Putih. Di masa lalu Indonesia adalah raja ASEAN. Bukan hanya di bidang olahraga, tetapi hampir di seluruh bidang, mulai dari politik, ekonomi, sampai budaya.

BACA JUGA: SEA Games 2023: Tekad Rizky Ridho Menjelang Laga Semifinal Kontra Vietnam

Dominasi itu tinggal menjadi kenangan. Pada era Presiden Soeharto, Indonesia mampu meraih gelar juara umum SEA Games selama tujuh kali. Sudah lima presiden pengganti Soeharto, namun belum satu pun yang bisa membawa Indonesia kembali ke masa kejayaan SEA Games.

Pekan olahraga Asia Tenggara ini sudah diselenggarakan sejak 1959. Indonesia baru bergabung pada 1977. Saat kali pertama berlaga di SEA Games, kontingen Indonesia langsung sukses menyabet gelar juara umum. Dominasi ini kemudian luntur setelah Pak Harto lengser. Capaian terburuk terjadi pada SEA Games 2017 di Malaysia. Indonesia hanya meraih peringkat kelima. Ini merupakan capaian terburuk sejak 1977.

BACA JUGA: SEA Games 2023: Gebuk Filipina, Timnas Basket Putri Indonesia di Ambang Sejarah Baru

Cuma dua kali Indonesia jadi peringkat kedua. Pada 1985 dan 1995. Dua-duanya digelar di Bangkok. Ketika itu, posisi runner up sudah dianggap sebagai aib dan menteri olahraga maupun ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) langsung dipanggil oleh Pak Harto.

Pak Harto langsung turun tangan. Seluruh cabang olahraga dievaluasi habis-habisan. Presiden Soeharto menegaskan jangan sampai kekalahan Indonesia terulang pada SEA Games XIV yang akan digelar di Jakarta pada 1987. Indonesia langsung balas dendam. Indonesia menang telak dan tak memberi napas lawan-lawannya.

BACA JUGA: SEA Games 2023: Pelatih Pencak Silat Bantah Adanya Ancaman ke Bayu Lesmana, Beber Fakta Ini

Saat itu, atlet Indonesia mampu meraih 183 medali emas, 136 medali perak, dan 84 perunggu. Total 403 medali dipersembahkan. Bandingkan dengan juara kedua Thailand yang cuma dapat 63 medali emas dan Malaysia yang dapat 35 medali emas.

Namun sejak era reformasi kejayaan Indonesia luntur. Indonesia hanya sekali juara pada 2017 ketika menjadi tuan rumah. Sejak reformasi tahun 1998, tercatat sudah sebelas kali SEA Games digelar, dan Indonesia rata-rata ada di luar tiga besar. SEA Games kali ini pun Indonesia harus puas ada di urutan keempat, kalah dari tuan rumah Kamboja yang dulu hanya anak bawang.

Di Labuan Bajo, Indonesia sekarang menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Presiden Jokowi ingin menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kawasan ini. Tetapi, sama dengan SEA Games, Indonesia hanyalah bayang-bayang masa lalu. Dominasi ekonomi, politik, dan olahraga menjadi kenangan masa lalu.

ASEAN berdiri pada 1967 di Bangkok. Presiden Soeharto menjadi penggagas berdirinya ASEAN sekaligus menjadi politikus paling senior dan paling dihormati oleh negara-negara anggota. Ketika itu, para pemimpin negara-negara Asia Tenggara adalah para pemimpin heavy weight, kelas berat, yang sangat berpengaruh di kawasannya maupun di dunia. 

Selain Pak Harto, ada Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dan Perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Di antara para pemimpin itu, Pak Harto paling didengar pendapat dan pandangan-pandangannya. 

Ketika itu, Pak Harto baru saja dilantik sebagai presiden Republik Indonesia setelah menghancurkan gerakan PKI yang mencoba merebut kekuasaan melalui kudeta. Singapura baru saja merdeka dan Lee Kuan Yew juga dikenal sebagai pemimpin yang sangat anti-komunis. Sepanjang perjuangannya membentuk Singapura, Lee Kuan Yew bertarung keras dengan orang-orang komunis Singapura yang didukung oleh Tiongkok. 

Malaysia di bawah Teuku Abdurrahman juga sangat khawatir akan serangan kelompok komunis yang sangat agresif. Pemberontakan komunis dari wilayah-wilayah pinggiran Malaysia menjadi ancaman yang konstan bagi Negeri Jiran yang baru menerima kemerdekaan dari penjajah Inggris.

Dalam semangat anti-China dan anti-komunis itulah ASEAN didirikan. Deklarasi Bangkok 5 Agustus 1967 menjadi landasan berdirinya ASEAN dan tujuan utama adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional.

Tak sebatas menjadi pelopor, Pak Harto juga menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk organisasi ini menjalankan roda organisasi. Pada KTT ke-1 ASEAN yang berlangsung di Bali pada 1976 disepakati untuk menjadikan Jakarta sebagai kedudukan sekretariat ASEAN. Maka dibangunlah gedung sekretariat ASEAN di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta yang diresmikan oleh Pak Harto pada 9 Mei 1981. 

Dalam berbagai kesempatan Pak Harto memperlihatkan kesungguhannya dalam mendorong solidaritas ASEAN. Salah satunya adalah ketika KTT ke-3 ASEAN hendak digelar di Manila, sementara situasi keamanan Filipina yang kala itu dipimpin oleh Ny. Corazon Aquino kurang kondusif sehingga menimbulkan keraguan di antara para pimpinan ASEAN. Pak Harto memutuskan untuk tetap hadir ke Manila dan meyakinkan semua kepala negara ASEAN untuk hadir. Mereka pun kompak hadir bersama Pak Harto.

Mahathir Mohamad, dalam  buku ‘’Pak Harto The Untold Stories’’ (2012) mengatakan, “Di ASEAN, Pak Harto memainkan peranan yang sangat penting. Para pemimpin negara ASEAN mendudukkan Pak Harto sebagai orang tua yang dihormati dan didengarkan pendapatnya.”

Di buku yang sama, Lee Kuan Yew menyebut komitmen Pak Harto yang kuat terhadap isu bilateral. Ketika Phnom Penh dan Saigon jatuh pada 1975, kelihatannya gelombang komunis akan menyapu dan menelan seluruh Asia Tenggara. Pak Harto berada di garis terdepan memimpin negara-negara anggota ASEAN untuk menahan laju komunisme di Asia Tenggara. 

Lee Kuan Yew mengakui Pak Harto menciptakan stabilitas dan kemajuan di Indonesia. Hal ini membangkitkan kembali keyakinan internasional di ASEAN dan membuatnyan menjadi atraktif untuk investasi asing serta mendorong kegiatan ekonomi. Pada saat itu, perkembangan ekonomi penting untuk menjaga wilayah ini dari ketidakpuasan dalam negeri yang dapat mendorong terciptanya gerakan pro-komunis.

Menurut Lee Kuan Yew, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia secara alamiah mempunyai makna strategis. Pak Harto tidak bersikap seperti sebuah negara hegemoni, tetapi selalu mempertimbangkan kepentingan-kepentingan negara anggota ASEAN.

Dominasi Indonesia di ASEAN sudah meluntur, dan butuh upaya ekstra keras untuk mendapatkan kembali kejayaan seperti pada era Pak Harto. (*)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indra Sjafri Bicara Soal Peluang Skuad Garuda Muda ke Final SEA Games 2023


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
SEA Games   ASEAN   Indonesia   Olahraga  

Terpopuler