Sebut Filipina Dilanda Krisis, Presiden Duterte Ancam Penjarakan Warga yang Abaikan Seruan Pemerintah

Selasa, 22 Juni 2021 – 22:28 WIB
Rodrigo Duterte. Foto: Presidential Photo via Philstar

jpnn.com, MANILA - Presiden Rodrigo Duterte mengaku sangat kesal melihat banyaknya warga Filipina yang menolak untuk divaksin COVID-19. Seperti biasa, ketimbang berupaya membujuk rakyat, pemimpin kontroversial itu tak mau ambil pusing dan langsung memilih jalur otoriter. 

Duterte mengancam akan memenjarakan warga yang menolak untuk divaksin COVID-19 saat Filipina memerangi salah satu wabah terparah Asia, dengan lebih dari 1,3 juta kasus dan 23.000 kematian.

BACA JUGA: Ogah Mengemis Vaksin kepada Barat, Duterte Berpaling kepada Dua Rival Amerika

"Anda pilih, vaksin atau saya akan menjebloskan anda ke penjara," kata Duterte melalui pidato Senin (21/6), menyusul laporan rendahnya pendaftar vaksinasi di sejumlah lokasi di ibu kota Manila.

Pernyataan Duterte bertentangan dengan pejabat pemerintah yang mengatakan bahwa meski masyarakat diminta untuk bersedia divaksin, tetapi itu bersifat sukarela.

BACA JUGA: Duterte Lembek soal Laut China Selatan, Tiongkok Makin Jemawa

"Jangan salah paham, terjadi krisis di negara ini," kata Duterte. "Saya hanya jengkel dengan warga Filipina yang tidak mengindahkan pemerintah."

Hingga 20 Juni, otoritas Filipina baru menyuntikkan dosis lengkap kepada 2,1 juta orang, jauh target pemerintah untuk memvaksin hingga 70 juta orang tahun ini. Tercatat ada 110 juta penduduk di negara Asia Tenggara tersebut.

BACA JUGA: Diselidiki Terkait Pembunuhan Massal, Duterte Ogah Kooperatif

Selama pidato, presiden juga mengecam Mahkamah Pidana Internasional (ICC), setelah seorang jaksa ICC mengupayakan izin dari pengadilan untuk penyelidikan penuh terhadap pembunuhan perang narkoba di Filipina.

Duterte, yang pada Maret 2018 membatalkan keanggotaan Filipina dalam pakta pendirian ICC, menegaskan lagi bahwa dirinya tidak akan bekerja sama dengan penyelidikan tersebut. Ia menyebut ICC "omong kosong".

"Mengapa saya membela diri atau menghadapi tuduhan di hadapan orang kulit putih. Anda pasti sudah gila," ucap Duterte, yang setelah mendapatkan kursi kepresidenan pada 2016 melancarkan kampanye antinarkoba berdarah yang menewaskan ribuan orang.

Kelompok HAM mengatakan otoritas telah mengeksekusi tersangka narkoba, namun Duterte membela bahwa mereka yang terbunuh secara sadis menolak ditangkap.

Juru biciara ICC Fadi El Abdallah mengatakan: "Mahkamah merupakan sebuah lembaga yudisial independen, dan tidak mengomentari pernyataan berbau politik." (ant/dil/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler