jpnn.com - JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta DR V Hari Supriyanto menilai Rancangan Undang-undang Pertanahan yang tengah digodok DPR RI harus diperbaiki.
Dia menilai RUU itu tidak sistematis dan banyak substansinya yang tak jelas. Ia menegaskan pembahasan RUU Pertanahan ini memang harus hati-hati.
BACA JUGA: Puan: PDIP dan Hanura Punya Satu Tarikan Nafas
"Baik dari sisi sistematika dan substansi itu memang banyak hal yang harus diganti, karena kelihatan tidak sistematis dan arahnya tidak jelas," kata Hari saat dihubungi telepon selularnya, Sabtu siang (17/5).
Hari mencontohkan, RUU itu akan mengatur tentang Pengadilan Pertanahan yang lokasinya hanya di ibukota provinsi. Padahal, selama ini perkara pertanahan selalu mendominasi perkara di pengadilan negeri.
BACA JUGA: Gabung ke Koalisi PDIP, Hanura Ngaku Tak Minta Apa-apa
"Nah kalau besok dipusatkan di ibukota provinsi bisa kewalahan itu, akan menumpuk. Belum lagi hambatan wilayah," ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah dan DPR jangan mengira wilayah Indonesia hanya seperti Jakarta dan Yogyakarta, sehingga orang Jakarta Selatan bisa mencapai Jakarta Pusat dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Namun, kata dia, harus melihat daerah dan georafisnya.
BACA JUGA: Hanura Gabung PDIP Dukung Jokowi
Karena banyak hal yang harus diperbaiki, Hari meminta pemerintah dan DPR tidak tergesa-gesa mengesahkan RUU ini.
Sementara itu, Andreas Budi Susetyo, pengurus REI DIY, berharap agar RUU tidak merampas hak rakyat. Di DIY, ada peraturan yang rumit untuk masyarakat keturunan tertentu yang mengakibatkan kerugian waktu dan uang. Saat terjadi jual beli tanah yang dibeli warga keturunan.
Semua ini terjadi karena adanya SK tahun 1975 yang sudah tidak sesuai dengan alam demokrasi saat ini. Dalam pelaksanaannya, diskriminasi rasial terjadi bagi ras tionghoa. SK ini harus dicabut karena melanggar HAM. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Sodorkan Nama Cawapres ke Prabowo
Redaktur : Tim Redaksi