Sejajar dengan Pele, Sederajad dengan Kubitschek

Jumat, 07 Desember 2012 – 14:41 WIB

Ibarat petir menyambar Pantai Copacabana. Tanpa disangka, berita duka itu menusuk telinga saya pukul 21.00 waktu Brazil kemarin. Legenda planolog dan bapak arsitektur Negeri Samba itu telah tiada. Namanya, Oscar Niemeyer! 

Orang awam di tanah air pasti tidak terlalu "ngeh", siapa si  kakek yang baru saja menutup mata untuk selama-lamanya di usia 104 tahun itu? Tetapi bagi sejarah arsitektur kontemporer, nama Oscar Niemeyer yang meninggal dunia akibat gagal ginjal itu sangat masyhur dan mendunia. Dialah pencetus arsitektur modern, pelopor keindahan dari beton bertulang, yang mengubah wajah dan citra Brazil melalui karya arsitektural. Dia pun merancang Gedung United Nations (PBB) di NYC. Begitu agungnya karya Oscar, sampai-sampai berita berpulangnya Oscar  diangkat sebagai headline New York Times, kemarin.

Dialah juga , yang merancang Ibu kota Brazil, dari nol, setelah pada 1960 dipindahkan dari Rio de Janeiro ke kota yang dinamakan Brasilia. Orang Indonesia masih bingung soal nama itu. Brazil adalah nama negara. Brasilia adalah nama ibu kotanya. Kota terbesar, kota perdagangan dan bisnisnya adalah Sao Paulo sedangkan kota pariwisata, pantai terbaik, dan pusat kebudayaan adalah Rio de Janeiro. 

Oscar Niemeyer yang performance dan tinggi badannya mirip Albert Einstein --pencetus listrik itu-- adalah arsitek asli Brazil yang dipercaya Presiden Juscelino Kubitschek, kepala negara yang paling bersejarah memindahkan ibu kota itu. Sampai-sampai, Presiden JK --begitu sapaan orang Brazil---, dibuatkan museum dengan bentuk yang khas. Ada patung tinggi dari mantan presiden itu yang seolah-olah berada di lekukam sabit.

Jasad Presiden JK itu dimakamkan di lantai dua gedung memorial itu. Desain lantai dua itu sangat syahdu. Lighting warna merah, karpet merah, batu nisan dari marmer hitam, di atasnya kaca-kaca berlukiskan bidadari bersayap dengan warna warni. Lantai satu, ada ruang kerja, ruang rapat, ruang tamu, dan perpustakaan asli Presiden JK, yang masih tersimpan rapi. Lima orang penjaga dengan baju protokoler kepresidenan, putih-putih, lengan panjang, dan sepatu putih, ramah menjelaskan display foto-foto sejarahnya. 

Semua dirancang secara detil, out of the box, modern, berkarakter, dan menjadi ikon Brazil yang dibanggakan. Semua adalah karya coretan Oscae Niemeyer. Di belakang memorial itu ada tanah paling tinggi, dan dibiarkan ada salib kayu sederhana, tempat misa pertama, ketika ibu kota negeri paling luas di Amerika Latin itu dipindahkan pada  1960. 

Kota Brasilia itu, jika dipotret dari udara mirip desain pesawat terbang. Ada sayap dua membentang di kiri dan kanan, ada kepala di ujung depan, ada badan dan buntutnya. Di ujung kepalanya adalan ikon Gedung Kongres Nasional yang dirancang khas, ada desain mirip mangkuk terbuka dan tertelungkup, di tengah-tengahnya dua gedung kotak mirip twins tower dan tinggi menjulang. Karya Oscar yang ini, baru selesai dan beroperasi 13 Desember 2007. 

Di sayap kanan, ada istana tempat Presiden Dilma Rousseff, bekerja setiap hari. Bentuk tiang-tiangnya yang khas, simetris dengan lekukan di ujung bawahnya. Pasukan pengaman presiden yang mirip petugas di Istana Buckingham di London (Inggris) dua orang, berdiri tegak tak bergerak, di pintu masuk lantai dua. Penjaga itu lebih sebagai asesori kepresidenan, daripada fungsi security-nya. 

Ada lapangan parkir yang luas, jalan yang lebar, bendera yang besar ---konon tercatat sebagai bendera terbesar di dunia, yang dikibarkan setiap hari di istana presiden---. Saya kebetulan sedang mengikuti World Cultural in Development Forum (WCF) bersama rombongan Kemendikbud RI di Brazil. Delegasi ini selain mengomunikasikan rencana WCF Bali Forum 2013, juga menjajaki pusat-pusat kebudayaan Brazil, Menteri Kebudayaan Brazil, Rio Carnival Board, Brazil National Museum, Local Community Art Centers, dan semua hal yang mewakili museum, art, dance, music, dan budaya khas lain. Arsitektural, adalah bagian dari karya budaya Brazil yang sempat saya amati. Negeri bekas jajahan Portugis ini, tidak harus larut dalam gaya arsitektural klasik Eropa, tetapi menemukan desain-desain khas, modern, artistik, dan berhasil menjadi ikon Kota Brasilia. 

Saat melihat desain kota baru itu, sedang ada demonstrasi di lapangan parkir yang sangat santun, tertib, dan tidak mengganggu aktivitas publik sama sekali. Semua berjalan normal. Yang demo yang mencoreng-coreng mukanya, membuat poster tulisan dan gambar. Yang bekerja yang tetap dengan gaya Samba yang khas. Perempuannya seksi, menonjolkan bagian "bamper" depan dan belakang dengan sama "menantang"-nya. 

Oscar betul-betul sudah memikirkan kota karya planologinya untuk masa depan yang panjang. Memberi ruang yang lebar bagi Brasilia untuk tumbuh menjadi kota pemerintahan, kota diplomat, kota birokrasi, tempat presiden, tempat gubernur, menteri-menteri yang semua menyatu dalam satu deret. Apa saja yang berurusan dengan birokrasi, regulasi, peraturan, pemerintahan, cukup terbang ke sana. 

Konon, ide Presiden Soekarno untuk memindahkan ibu kota ke Palangkaraya (Kalimantan Tengah) dulu, pernah disampaikan ke Presiden JK. Bahkan, direncanakan lebih cepat. Sehingga, Jakarta akan berkembang menjadi kota perdagangan, jasa, bisnis, metropolitan, dan kota hiburan. Kota industri berkembang di sekeliling Jabodetabek, seperti Bekasi dan Tangerang. Pusat Pemerintahan, dikumpulkan di satu lokasi, entah di Palangkaraya atau wacana terakhir di kawasan Jonggol, Bogor, Jabar. 

Konsep memusatkan urusan pemerintahan di satu kota, sebenarnya sudah ada contoh konkret yang sukses. Amerika Serikat membangun Washington DC di Pantai Timur, bisa dijadikan model. Ibu Kota AS itu kini tumbuh dan berkembang manjdi kawasan yang sangat rapi, tertib, tertata, terprogram, jarak antarkantor kementerian satu dengan yang lain sangat dekat dan sejalur. Jalan lebar-lebar, museum, perpustakaan, dan pusat ilmu pengetahuan diatur dengan sangat asyik. Memorial Park juga di mana saja, menjadi objek wisata tersendiri. 

Hal serupa juga terjadi dengan Canberra, ibu kota Australia, yang sebelumnya pusat pemerintahan berada di Melbourne. Kota Melbourne tetap menarik, tetap indah, tetap nyaman, sebagai kota wisata, pendidikan, kebudayaan, pusat penggemblengan olahraga di tepian Yara River. Model-model arsitekturnya juga maju dan berani ekstrem.  Sedangkan kota baru, Canberra menjadi ibu kota pemerintahan, kota diplomat, kota politik, yang hiruk-pikuknya tidak akan mempengaruhi ketegangan di sekor lainnya. Dua negeri kaya itu adalah contoh yang nyata. Brazil di masa Presiden JK, juga cepat mengambil risiko, pindah ibu kota. Saat itulah, peran Oscar Niemeyer menjadi sangat vital, sangat menentukan, dan memberi confidence yang cukup buat Presiden JK mengambil keputusan. 

Yang mengagumkan, lebih dari 600 karya arsitektur Oscar Niemeyer ini betul-betul sesuai bahkan menyentuh hati rakyat Brazil. Mereka bangga dengan karya-karya legendanya itu. Bahkan, saat ini masih ada sekitar 20 proyek yang sedang berjalan di beberapa negara. Dia memenangkan penghargaan Pritzker, yang setara dengan Nobel untuk arsitektur, pada 1988. 

Bagi rakyat Brazil, nama Oscar Niemeyer Soares Filho yang lahir 15 Desember 1907 itu sudah sederajad dengan legenda sepak bola samba, Pele. Pahlawan sepak bola yang namanya abadi di hati rakyat Brazil. (bersambung)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Merasakan Krisis BBM di Negeri Kaya Energi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler