jpnn.com, SURABAYA - Kota lama Surabaya memang menyimpan ribuan kisah, salah satunya adalah Kelenteng Hok Tiek Hian. Bangunan ini menjadi kelenteng tertua di Surabaya.
====================================
Bagus Putra Pamungkas - Radar Surabaya
====================================
BACA JUGA: Kejayaan Lan Fang, Republik Pertama di Indonesia, yang Berlanjut di Singapura
Aristekturnya kuno. Begitu masuk, disambut dua cerobong dengan asap tebal mengepul.
Cerobong itu digunakan untuk membakar uang-uangan kertas, tujuannya untuk mengirim harta ke alam baka.
Masuk ke dalam, aroma dupa langsung menyambut. Altar suci tampak rapi. Seperti tempat ibadah lain, ada hiolo di altar suci. Hiolo adalah tempat umat menancapkan hio swa atau dupa.
Di kelenteng ini, hiolo berbentuk trapezium dengan ukiran naga dan burung.
“Hiolo adalah tempat kita berinteraksi dengan para arwah. Jika asap hio swa langsung mengepul lurus ke atas, itu artinya doa kita diterima oleh para dewa,” ujar Kepala Kelenteng Hok Tiek Hian, Ong Khing Kiong.
Pria yang akrab disapa Ko Kiong ini mengaku, semua barang yang ada di kelenteng Hok Tiek Hian masih asli, termasuk ornamen dalam altar suci dan hiolo.
Itu artinya, seluruh barang sudah berusia hampir 700 tahun. Sebab, Kelenteng Hok Tiek Hian dibangun pada awal tahun 1300.
Ko Kiong berkisah, kelenteng dibangun oleh pasukan Tartar dari Mongolia. Saat itu mereka diutus oleh sang Raja, Ku Bhi Lai Khan untuk melenyapkan Raja Singosari, Kertanegara.
Sebab, ia telah memotong kuping utusan Ku Bhi Lai Khan.
“Menurut sejarah, pasukan Tartar mendarat di Surabaya pada tahun 1293,” ungkap Ko Kiong.
Setelah mendarat, pasukan terus mencari Kertanegara. Selama itu, mereka kebingungan untuk mencari tempat ibadat. Sebab, tak ada kelenteng di Surabaya kala itu.
“Akhirnya, pasukan Tartar mendirikan kelenteng di jalan Dukuh ini,” lanjut pria yang juga Ketua 1 Bidang Agama Perhimpunan Tempat Ibadat Tridharma (PTITd) Indonesia ini.
Karena itulah, hingga saat ini kelenteng Hok Tiek Hian lebih dikenal sebagai Kelenteng Dukuh.
Ko Kiong melanjutkan, pembangunan kelenteng Dukuh ini sudah mendapat persetujuan dari Ku Bhi Lai Khan. Bahkan, aristektur bangunan dirancang sendiri oleh sang Raja.
“Hingga saat ini, tak ada arsitektur bangunan atau ornamen yang diubah. Semuanya masih asli sesuai bangunan yang dikerjakan oleh pasukan Tartar,” tuturnya.
Setelah tuntas, Hok Tiek Hian menjadi kelenteng pertama yang berdiri di Surabaya. Kala itu, kelenteng khusus digunakan bagi tiga aliran agama, yakni Budha, Tao dan Khonghucu.
Sebab, kala itu pasukan Tartar dari Mongolia memiliki kepercayaan yang beragam.
“Jadi untuk menyatukan keberagaman kepercayaan itu, kelenteng dibuat agar bisa digunakan sembahyang umat Budha, Tao dan Khonghucu,” tuturnya. (jpg/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi