Sejarawan Mengulas Pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat

Kamis, 16 Januari 2020 – 05:01 WIB
Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jateng. Foto: ANTARA/dok. pribadi

jpnn.com, PURWOREJO - Sejarawan Purworejo Soekoso DM mengomentari pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat Totok Santosa Hadiningrat tentang sejarah staatsblad Atlantik.

Soekoso menilai, pernyataan Totok merupakan hal yang ngoyoworo alias mengada-ada.

BACA JUGA: Raja Keraton Agung Sejagat dan Bininya Minta Pengikut Membayar

"Ngoyoworo sejarahnya, referensinya dari Raja Firaun hingga ada perjanjian antara Ranawijaya yang mewakili Majapahit, Syailendra, Sanjaya, Mataram Hindu dan Sriwijaya dan Majapahit untuk menandatangani staatsblad Atlanti?," kata sejarawan Purworejo Soekoso D.M. di Purworejo, Rabu (15/1).

Berdasarkan cerita Raja Keraton Agung Sejagat saat sidang kerajaan Minggu (12/1) intinya pada 500 tahun setelah berakhirnya Majapahit 1518 akan dikembalikan ke nusantara atau tanah Jawa.

BACA JUGA: 8 Fakta seputar Keraton Agung Sejagat, Ada Lokasi Disakralkan

"Menurut dia 500 tahun itu hitungannya pada 2018. Staatsblad itu tidak ada, dilihat dari bahasanya saja katanya perjanjiannya ditandatangani di Malaka dengan Portugis, istilah staatsblad itu Belanda, kalau Portugis tidak ada. Kalau memang hal itu betul di sejarah nasional kita pasti ada. Oleh karena itu Sang Raja itu mengada-ada," katanya.

Soekoso menuturkan, dalam sejarah memang Mataram Hindu abad 7-9, awalnya dinasti Sanjaya, kemudian didatangi dari Syailendra, Balaputadewa.

BACA JUGA: Pengakuan Pelaku Penipuan Modus Pura-pura Pindah Agama

Akhirnya ada perang kecil kemudian ada perkawinan antara Balaputradewa dengan Pramudawardani yang kemudian membuat Borobudur, Prambanan dan seterusnya itu Mataram Hindu.

Kemudian ada bencana alam besar awal abad ke-11 yakni Gunung Merapi meletus besar maka hancurlah Mataram Hindu dan sebagian kadernya masih bisa lari ke Jatim.

Selanjutnya di Jawa Timur muncul Sendok, Darmawangsa dan seterusnya sampai terjadi Kediri kemudian terakhir menjadi Majapahit abad 12-15.

Soekoso menuturkan Majapahit berakhir tahun 1400 saka atau 1478 Masehi.

"Kalau pernyataan Raja Keraton Agung Sejagat berorientasi pada berakhirnya Majapahit bukan 1518 seharusnya 1478 dan ini selisihnya 40 tahun, maka banyak yang tidak logis," katanya.

Kemudian zaman Mataram Islam tahun 1755 diintervensi Belanda dan dipecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta.

Ia mengatakan Purworejo ini termasuk wilayah Bagelen di bawah kerajaan Surakarta tetapi praktiknya orang-orang masih setia Yogyakarta.

"Dilihat dari kemasyarakatannya dulu sini masih sepi, artinya belum banyak orang dan sisa kerajaan sama sekali tidak ada," katanya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler