jpnn.com, JAKARTA - Sekjen Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Hardjuno Wiwoho meminta pemerintah membuat kebijakan yang konsisten menyusul penyebaran Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 yang makin luas ke berbagai negara di dunia termasuk di Indonesia.
Hal ini penting mengingat wabah ini lebih menakutkan dan menggelisahkan bagi masyarakat Indonesia.
BACA JUGA: HMS Sebut Jamu Ini Mampu Memperkuat Imun Tubuh untuk Lawan Virus Corona
“Katakanlah, ada sekitar 5-10 persen masyarakat yang terpapar virus Corona. Dan ini sudah ditangani pemerintah bersama tim medis. Namun, ada sekitar 90-95 persen masyarakat Indonesia dalam kondisi sehat yang panik yang tidak terpikirkan oleh pemerintah. Kepanikan ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang sangat labil, sebentar lockdown, sebentar PSBB,” ujar Hardjuno di Jakarta, Minggu (19/4).
Hardjuno mengatakan perlindungan terhadap masyarakat yang sehat dari Covid-19 ini belum dipikirkan oleh pemerintah.
BACA JUGA: Gus Menteri: Desa Telah Siapkan Ruang Isolasi untuk 35.000 ODP Covid-19
Terbukti, hingga hari ini langkah konkret penanganan virus corona belum sampai ke daerah-daerah yang sejumlah warganya dicurigai terpapar Covid-19.
“Bukan berarti pemerintah tidak bekerja. Kita semua tahu, pemerintah bekerja keras," terangnya.
BACA JUGA: Sah! Mayor Sulang Priambodo dan Mayor Toni Hermawan Resmi Jadi Komandan Kapal Perang TNI AL
Akan tetapi, kerja keras pemerintah ini justru membuat masyarakat confuse. Pemicunya, ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah. Misalnya, menutup mal setengah-tengah.
“Terbukti, banyal mal yang buka,” jelasnya.
Padahal sudah ada larangan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020.
Sanksi ini sudah tertera dalam Peraturan PSBB Pasal 93 Jo Pasal 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Pasal ini menyebutkan "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)".
Namun faktanya, penerapan aturan ini terkesan setengah hati lantaran tidak diikuti dengan aturan yang lebih tegas yang membuat efek jera (shock therapy).
Akibatnya, banyak energi positif yang dibuang percuma untuk mengatasi masalah yang tidak jelas.
Dia mengakui Polisi dan Satpol PP dikerahnya untuk memastikan aturan PSBB ini on the track. Namun dalam implementasinya tidak efektif karena tidak memberikan solusi yang bisa diikuti oleh masyarakat.
“Jadi, kebijakan yang dibuat semacam trial and error. Standar protokol mitigasi penyebaran corona tidak dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar," imbuhnya.
Lebih jauh, Hardjuno mengatakan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya lebih memainkan perannya, terutama memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Apalagi, saat ini masyarakat sehat galau ditengah kebingungan lantaran belum terlihat solusi yang ditawarkan pemerintah.
Oleh karena itu, tegas Hardjuno, pemerintah harus taktis mencari solusi. Sebab, ini menyangkut nyawa manusia rakyat Indonesia.
“Kita tidak tahu, kapan corona ini selesai. Jadi, carilah jalan keluar terbaik, terutama bagi masyarakat Indonesia yang dalam kondisi sehat nanti panik lantaran bingung dengan keputusan pemerintah. Jangan biarkan rakyat dilanda kepanikan panjang,” imbuhnya.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich