jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini ikut menanggapi imbauan MUI Jawa Timur agar pejabat tidak menggunakan ucapan salam pembuka semua agama.
Helmy mengatakan, salam dari berbagai agama yang sering disampaikan para tokoh merupakan budaya yang memperkuat persaudaraan kebangsaan.
BACA JUGA: Pernyataan MUI soal Larangan Pejabat Mengucap Salam Semua Agama
"Dalam pandangan saya sudah menjadi budaya untuk memperkuat ukhuwah wathaniyyah," kata Helmy kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Saat ini terdapat fenomena para tokoh dan pejabat menggunakan ucapan salam sejumlah agama dalam satu kesempatan seperti "assalamualaikum, shalom, om swastiastu, namo buddhaya" dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Wamenag Zainut Tauhid: Hentikan Perdebatan soal Ucapan Salam
Menurut Sekjen PBNU Helmy Fishal, sebagai salam kebangsaan yang tentu semua para tokoh atau pemimpin bermaksud untuk mempersatukan.
"Sepanjang yang saya lihat dari berbagai forum tidak ada satupun yang berniat menistakan, melecehkan atau menodai," kata dia.
BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Mahfud MD kasus Habib Rizieq
Helmy mengatakan tentu salam yang dimaksud para pemimpin itu adalah dalam suatu pertemuan yang diyakini terdapat peserta dari berbagai masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda.
Salam yang dikhususkan untuk forum-forum agama dengan peserta yang khusus, kata dia, tentu yang dipakai adalah salam sesuai dengan agama masing-masing.
"Adapun bagi kalangan yang menganggap hal itu sebagai persoalan yang melanggar syariat dalam beragama, saya berharap kita hargai pendapat itu untuk kemudian tidak saling diperdebatkan, yang justru akan menimbulkan ketegangan," katanya.
Helmy justru merasa bersyukur karena Indonesia adalah bangsa yang toleran, misalnya banyak istilah dalam Islam seperti alhamdulillah untuk mengucap syukur, bismillah untuk memulai sesuatu dan lain sebagainya dalam praktiknya banyak juga digunakan oleh saudara-saudara non-Muslim.
"Saya melihat peristiwa itu sebagai proses akulturasi budaya. Sepanjang seluruh yang diucapkan tidak bertentangan dengan niat, maka sepanjang itu pula kalimat yang menyatakan salam kebangsaan tersebut tidak akan mengganggu akidah dan teologi seseorang. Hal itu sudah menjadi prinsip utama dalam beragama," kata Helmy. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo