“Ini harus ada formulasi baru, sehingga aktivitas belajar mengajar bisa efektif,” ujar Razali kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN).
Sekolah yang mengalami kekurangan siswa, Kata Razali, umumnya bukan sekolah unggulan dan berada dipinggiran Kota. Pihak sekolah tidak mampu memenuhi kuota kebutuhan siswa dalam penerimaan peserta didik baru tahun ini. “Target dua lokal, tapi satu lokal saja sulit dipenuhi, seperti SD Punge Blang Cut dan SD Lamgugop,”terangnya.
Sementara sekolah SD kekurangan siswa, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) malah sebaliknya, bahkan karena kuota terbatas, pihak sekolah melakukan seleksi ketat. ”Hal – hal seperti ini kan harus dipikirkan,” kata dia.
Sedangkan untuk beberapa SMA, juga dilaporkan terus mengalami kekurangan siswa setiap tahunnya. Hal demikian, menurut Razali, salah satunya disebabkan adanya formulasi baru dalam penerimaan siswa.
Sekolah di Banda Aceh, baru membuka pendaftaran setelah sekolah didaerah selesai merekrut siswa baru. Hal tersebut, lanjut Razali, berpengaruh pada makin berkurangnya peserta didik atau jumlah rombongan belajar (rombel). “Harusnya ini kan dikonsultasikan ke Dewan, alangkah baiknya setiap sekolah di Banda Aceh menyediakan kuota minimal 10 persen bagi siswa dari luar daerah,” ujarnya.
Seperti terjadi di SMA 13, dimana tahun lalu rombelnya 3 menjadi dua lokal dan SMA 5 dari 8 rombel menjadi tujuh rombel.
“SMA ditambah dan sekarang sudah ada SMAN 16. Harusnya beberapa SMA, khususnya yang dekat dengan laut diubah menjadi SMK Perikanan atau diberdayakan apa yang sudah ada, tidak lagi menambah sekolah, apalagi potensi perikanan di Banda Aceh cukup besar dan membutuhkan tenaga – tenaga ahli dan terampil,” ujar Razali. (slm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tambah Jam Belajar, Tambah Fasilitas
Redaktur : Tim Redaksi