Sekolah Swasta Dekati Kebangkrutan

BMPS Ancam Gunakan Jasa Ombudsman

Rabu, 11 Juli 2012 – 09:44 WIB

BANDUNG – Penambahan kuota sekolah negeri berdampak pada sepinya minat calon siswa ke sekolah swasta. Tak pelak, peminat sekolah swasta turun drastis, bahkan mencapai 80 persaen jika dibanding tahun ajaran sebelumnya.

Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bandung Muhammad Said Sediohadi menuturkan, penurunan tersebut ada yang 10 hingga 20 persen di satu sekolah. “Namun yang terbanyak penurunan mencapai 80 persen,” kata Said, Selasa (10/7).

Turunnya minat bersekolah di swasta, menurutnya, karena banyak sekolah negeri membuka kuota lebih untuk penerimaan. Kuota negeri, sebut dia, seharusnya 36 siswa untuk satu kelas, saat ini menjadi 40 siswa. Pihaknya menduga, itu akibat katabelece sejumlah oknum pejabat.

“Alasan lainnya, seperti kebijakan penglipatan kuota di SMK Negeri yang mencapai tiga kali lipat dari jumlah siswa tahun sebelumnya. Artinya, dengan kondisi seperti itu, maka otomatis kelas di sekolah swasta menjadi kosong. Dan, sekolah swasta terancam merugi,” bebernya.

Untuk itu, pihaknya meminta Pemkot secepatnya bertindak atas menurunnya jumlah siswa di sekolah swasta. Ia pun tak segan menempuh jalur hukum dan akan mengusut proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang berdampak pada menurunnya siswa sekolah swasta. “Nanti akan ombudsman, Mahkamah Agung bahkan Mahkamah Konstitusi (MK),” tegasnya.

Terlepas dari kurangnya peminat di sekolah swasta, kata dia, terdapat sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam proses PPBD, seperti bertambahnya kuota siswa di sekolah negeri. Meski begitu, BMPS berharap bisa beraudiensi bersama Wali Kota Dada Rosada, sebelum menempuh jalur hukum. “Kami ingin sampaikan keluhan dan bertemu Pak Dada Rosada dulu,” katanya.

Sementara itu, Kepala SMA BPI Budi Utomo menuturkan, menurunnya minat ke sekolah swasta, bukan persoalan kualitas, namun lebih kepada penambahan kuota penerimaan murid di sekolah negeri. Pihaknya berani menjamin soal kualitas, dalam hal ini BPI siap bersaing dan bertanding dengan sekolah negeri pada umumnya. “Baik dari sisi akademis maupun ahlak mulia,” tegas Budi.

Menurutnya, persoalan tersebut bukan hanya karena kekurangan murid saja, namun lebih kepada banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, seperti pembatasan rombongan belajar dan transparansi. “Dulu sebelum ada pelanggaran yang terjadi, swasta masih bisa memenuhi kuota,” katanya.

Koordinator Investigasi Pendidikan Kota Bandung Iwan Hermawan mengatakan, terjadi saat ini adalah selain banyaknya pelanggaran, tidak ada sanksi untuk pelanggar serta ada kesan dikotomi sekolah swasta.

Dengan begitu, katanya, berakibat timbulnya kerugian di sejumlah aspek, seperti nasib guru yang tidak jelas, bahkan mengancam kurangnya kuota 24 jam mengajar dan akan mengancam tunjangan fungsional guru tidak turun. “Kalau swasta kurang murid, akan ada kekosongan kelas, selain itu jatah guru mengajar berkurang,” ucapnya.

Untuk di ketahui, saat ini di SMA Karya Pembangunan 2, untuk kuota 252 orang, baru tujuh siswa yang mendaftar. Di SMA Bina Dharma, dari kuota 144 siswa, baru ada 34 siswa, di SMP 11 Maret dari kuota sebanyak 72 orang, baru ada 25 siswa. Sedangkan untuk SMAN 10 dari 326 kuota siswa justru yang masuk 396 siswa, SMAN 4 kuota 347 yang masuk 468 siswa. (lin/lina-job)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejuta Guru Uji Kompetensi secara Bertahap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler