Sektor Industri Keuangan Hadapi Tantangan Suku Bunga Tinggi

Selasa, 01 Oktober 2024 – 13:37 WIB
Kegiatan seminar "Menavigasi Strategi Bisnis Setelah Penurunan Suku Bunga Acuan dan Hancurnya Kelas Menengah“ yang diadakan Warta Ekonomi. Dok: source for JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Sektor industri keuangan memiliki peranan penting dalam menopang perekonomian di suatu negara. Pada tahun ini, sektor keuangan tengah menghadapi tantangan seiring dengan tren era suku bunga tinggi di tingkat global yang diperkirakan masih akan berlanjut.

Kenaikan suku bunga tentu akan berpengaruh terhadap rantai pasokan. Perusahaan dikhawatirkan akan menunda kegiatan karena suku bunga yang tinggi akibat meningkatnya biaya peminjaman uang.

BACA JUGA: Di Forum ABC, Pandu Sjahrir Bagikan 3 Strategi Kunci Kembangkan Bisnis

Selain itu, dari sisi konsumen juga akan terjadi penurunan daya beli. Di Tengah kondisi ancaman krisis global dan kenaikan inflasi hingga suku bunga yang tinggi dari bank sentral berpotensi melemahkan daya beli masyarakat.

Sektor industri sudah menghadapi tantangan tren era suku bunga tinggi yang saat ini diprediksi akan segera berakhir. Bl telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps meniadi 6,0 persen pada Rabu,18 September 2024.

BACA JUGA: Lewat KISCC 2024, Kalodata Berkomitmen Kembangkan Bisnis Social Commerce di Indonesia

Untuk menjawab dan membedah tantangan dunia usaha Indonesia dan peluang yang dapat dimanfaatkan di era suku bunga tinggi, Warta Ekonomi menggelar seminar dengan tema "Menavigasi Strategi Bisnis Setelah Penurunan Suku Bunga Acuan dan Hancurnya Kelas Menengah" sebagai wadah diskusi terkait permasalahan yang sedang terjadi.

Kegiatan itu dihadiri Amalia Adininggar W selaku PIt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) yang juga ditunjuk sebagai keynote speaker.

BACA JUGA: Promo Ramadan, Suku Bunga KPR bank bjb Mulai dari 6,88 Persen

Kemudian menghadirkan empat nama sebagai narasumber yakni, David Sumual Tlm Ekonom Perbanas, Roy Mandey Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Hari Ganie Wakil Ketua Umum DPP REI dan Firlie H Ganinduto Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Informatika KADIN Indonesia dan dimodertori oleh Ryan Kiryanto - Ekonom & Co-Founder dan Dewan Pakar Institute of Social Economic and Digital (ISED).

David Sumual mengatakan salah satu penggerak utama dari sisi moneter ialah Bank Central Amerika. Bank Central Amerika telah menurunkan suku bunga sebanyak 50 basis point per 20 Septmebr 2024.

“Berangkat dari kebijakan Bank Centarl Amerika, Indonesia telah mengantisipasi dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis point. Hal ini berdasarkan pemantauan dan probabilitas yang akan terjadi di September akan mengalaim 100 persen penurunan,” ujar dia.

Namun, ke depannya ketidakpastiannya masih cukup besar dengan merujuk beberapa faktor seperti Pemilu di Amerika, pergerakan ekonomi China yang melambat dan kondisi dari gepolitik di Ukraina dan Timur Tengah, yang pastinya akan berpengaruh terhadap harga minyak dunia.

Sementara Roy Mandey mengungkapkan, dua penyebab yang menjadikan mid level terdegradasi di saat ini yakni micro trends dan sector trends.

“Pertama seperti kita ketahui penyebab di micro trends adalah perubahan iklim yang terjadi hampir seluruh penjuru dunia. Kemudian ada invasi, inivasi ini di global masih ada yang mengalami kenaikan hingga angka 50 pertumbuhannya,” ujar dia.

“Lalu ada label shortages, inilah yang menjadikan mid level terdegradasi. Kita sama-sama tahu yang terjadi sekarang ini yang namanya fluktuasi dari harga komoditas itu bisa lebih tinggi daripada peningkatan revenue,” sambung dia.

Roy Mandey menambahkan semua usulan yang datang itu dapat diteruskan ke pemerintah agar segala permasalahan yang terjadi mendapatkan solusinya.

Sementara itu Hari Ganie menerangkan terkait situasi dan kondisi yang terjadi perihal pertumbuhan KPR/KPA dan Suku Bunga Acuan di Indonesia.

“Seperti yang kita ketahui bersama, pada masa Covid-19 beberapa waktu lalu, dunia properti juga terkena imbasnya. Dengan adanya beragam isentif yang dikeluarkan, teman-teman kembali bisa jualan karena pembeli tertarik dengan beragam insentif dan kebijakan dari pemerintah,” terang Hari Ganie.

Hari Ganie juga mengungkapkan apa saja yang menjadi tantangan dan peluang di dunia Perumahan Komersi.

“Adanya kebijakan PPN OTP yang memberikan dorongan realisasi properti rumah tapak (KPR) dan rumah susun komerisal (KPA) pada akhir 2023 dan awal 2024. Lalu adanya penyerapan PPN DTP sebesar 50 persen selama Juli-Agustus 2024 yang terkendala sistem aplikasi SiKumbang yang memiliki banyaknya persyaratan,” ujar Hari Gani.

Pada tahun ini, sektor keuangan tengah menghadapi tantangan seiring dengan tren era suku bunga tinggi di tingkat global yang diperkirakan masih akan berlanjut.

Diketahui bahwa The Fed pada 1 Mei 2024 masih mempertahankan tingkat Fed Fund Rate (FFR) pada level 5,25-5,5 persen. Suku bunga dan kebijakan The Fed itu tentu akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan moneter sampai dengan akhir tahun.

Selain itu juga tantangan muncul dari adanya konflik geopolitik menyebabkan harga komoditas salah satunya minyak mentah melonjak serta menyebabkan rantai pasok global terganggu, yang akhirnya menimbulkan tingginya angka inflasi di berbagai negara, baik negara berkembang ataupun maju. Dampak ini tentu akan berpengaruh bukan hanya pada sektor jasa keuangan namun juga berdampak pada dunia bisnis khususnya bagi Indonesia.

Bank Indonesia menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen. Kenaikan suku bunga itu menurut BI untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

Dampak kenaikan suku bunga akan dirasakan oleh sejumlah dunia usaha atau korporasi ke depannya. Bagi dunia usaha kenaikan suku bunga acuan mempunyai implikasi makin mahalnya biaya dana bagi modal kerja perusahaan, investasi baru perusahaan maupun pengembangan investasi yang sudah ada.

Dengan kenaikan suku bunga dari BI ini memunculkan beberapa tindakan antisipasi dari sektor dunia usaha, salah satunya adalah dari sektor keuangan yang menaikkan suku bunga, baik suku bunga dana maupun sudah pasti suku bunga kredit.

Dari sisi industri properti juga akan mengalami sedikit tekanan, pasalnya kebijakan pembatasan pembelian properti dengan menaikkan uang muka merupakan sinyal agar bank-bank mengerem laju ekspansi Karena daya beli masyarakat juga akan tertahan karena suku bunga tinggi.

Kenaikan suku bunga itu tentu akan berpengaruh terhadap rantai pasokan. Perusahaan dikhawatirkan akan menunda kegiatan karena suku bunga yang tinggi akibat meningkatnya biaya peminjaman uang. Selain itu, dari sisi konsumen juga akan terjadi penurunan daya beli. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BRI Sambut Baik Kenaikan Suku Bunga Acuan, Tetap Optimistis Kredit Tumbuh 2 Digit


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler