Sekuriti dan Guru Ditangkap Lantaran Sebar Hoaks

Sabtu, 03 Maret 2018 – 10:41 WIB
Polda Jatim merilis empat pelaku ujaran kebencian. Foto: Zaim Armies/Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Seorang petugas sekuriti dan guru di Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim karena meneruskan alias share berita bohong atau hoaks. Polda Jatim Jumat (2/3) kemarin merilis empat tersangka penyebaran hoaks.

Mereka berasal dari berbagai kota di Jatim. Muhammad Faizal Arifin asal Surabaya, Jazuri asal Malang, Sofyan asal Probolinggo, dan Minandar asal Sumenep.

BACA JUGA: Telur Jangan Disimpan di Kulkas? Ah, Sok Tahu

Keempat tersangka diamankan secara maraton setelah Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim memburu mereka sejak Januari lalu. ”Awal tahun kami mulai penyelidikan,” kata Wadireskrimsus Polda Jatim AKBP Arman Asmara Syarifuddin.

Pengungkapan itu berawal dari pengamatan polisi pada unggahan di akun Facebook Arifin pada 13 Januari lalu. Polisi menelisik hoaks yang dia viralkan. Sekuriti pabrik tersebut menghasut warga Nahdlatul Ulama.

BACA JUGA: Empat Dibekuk Polisi, Satu Anggota Muslim Cyber Army

Dia membikin unggahan yang menyudutkan KH Said Aqil Siroj (ketua umum PB Nahdlatul Ulama) di Facebook dan Instagram. ”Dia tulis ’pak kiai tidak becus mendidik’ sehingga warga NU marah,” ungkap Arman.

Di antara empat tersangka, hanya Arifin yang mengenakan baju tahanan berwarna oranye. Sedangkan lainnya mengenakan kemeja dan baju koko. Arifin memang satu-satunya tersangka yang ditahan. Polisi menuduh dia terlibat jaringan The Family of Muslim Cyber Army (TFMCA) yang beberapa hari lalu dibongkar Bareskrim.

BACA JUGA: Bamusi PDIP Tuding Muslim Cyber Army Nodai Citra Islam

Tiga tersangka lainnya, Jazuri, Sofyan, dan Minandar, disebut polisi tidak terlibat dengan TFMCA. Polisi mengamankan mereka hanya karena mengunggah komentar dan status yang berasal dari kabar bohong. ”Banyak sekali unggahan mereka. Rata-rata soal penyerangan ulama oleh PKI,” terang mantan Kapolres Probolinggo itu.

Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera sempat berbincang dengan Minandar saat rilis. Dia mengaku heran dengan kelakuan tersangka. Sebab, Minandar merupakan seorang guru di salah satu pondok pesantren di Sumenep. ”Apa yang bikin kamu jadi kayak gini?” tanya Barung sambil mendekatkan muka.

Pak guru itu menjawab lirih. Barung manggut-manggut. ”Lalu bagaimana sekarang kondisi keluargamu tahu kamu jadi tersangka?” tanya dia lagi.

Minandar lagi-lagi hanya berbicara lirih. Minandar adalah pendidik kesekian yang menjadi tersangka karena menyebar berita hoaks. Sebelumnya guru SMA swasta di Sidoarjo bernama Emir Rianto juga diamankan karena kasus hate speech.

Lain halnya dengan Arifin. Sekuriti itu lebih lugas dalam menjawab pertanyaan polisi. Pria asal Wonokusumo, Semampir, tersebut mengaku menyebarkan hoaks karena ingin melindungi para kiai. Dia tidak rela jika para ulama disakiti pihak mana pun.

Setelah membaca kabar bohong yang diunggah TFMCA di Facebook, amarahnya terbakar. Dia lantas mengambil unggahan itu, lantas menyebarkannya ke berbagai platform media sosial. ”Ini saking cintanya saya sama kiai,” dalihnya.

Hingga kemarin polisi menyatakan bahwa keempat tersangka tak saling kenal. Mereka hanya menjalankan model copy and share tanpa mengkroscek isi berita. Berdasar hasil pemeriksaan, petugas belum menemukan pengendali para penyebar kabar bohong itu. ”Mereka berdiri sendiri-sendiri, kecuali Arifin,” kata Barung.

Satu unggahan kabar bohong dari para tersangka punya kelipatan 600–2.000 kali. Artinya, begitu mereka mengunggah hoaks ke salah satu media sosial, berita bohong itu akan dibagikan terus sebanyak 600-2.000 kali. (mir/elo/c9/ang)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kata Fadli Zon soal Hukuman 1,5 Tahun Penjara untuk Jonru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler