jpnn.com, IDLIB - Serangan Rusia dan rezim Presiden Syria Bashar Al Assad Rabu (24/7) menjadi perjalanan akhir kehidupan Riham. Bocah 5 tahun itu meninggal saat menyelamatkan adiknya.
"Bertahanlah, jangan jatuh sayang," teriak Amjad Al Abdullah penuh kengerian. Dia sedang berdiri di reruntuhan rumahnya di Ariha, Idlib, Syria, Rabu (24/7). Sekitar 7 meter di depannya, dua putrinya sedang bertaruh nyawa.
BACA JUGA: Rezim Assad Bombardir Idlib dari Udara, Sasar Pemukiman dan Pasar
Riham yang berusia 5 tahun berusaha mendekati adiknya, Tuqa. Balita 7 bulan itu ada di ujung puing-puing gedung lima lantai yang baru dibombardir Rusia. Di dekatnya ada besi-besi yang menjadi penghalang mereka berdua.
Tangan mungil Riham baru saja menggapai Tuqa ketika bagian atas gedung runtuh dan menimpa mereka berdua.
BACA JUGA: Turki Kecolongan, Bom Renggut 19 Nyawa di Aleppo
Abdullah hanya bisa berteriak ngeri sembari memegangi kepalanya. Dia tak ingin memercayai apa yang dilihatnya. Separo tubuh Riham tertimbun reruntuhan gedung. Tapi, bocah itu masih sadar. Tangannya menggenggam erat kaus Tuqa. Adik kesayangannya itu kini bergelantungan.
Jika Riham melepas pegangannya, Tuqa akan langsung terjun bebas ke bawah. Riham seakan tahu nasib apa yang menunggu adiknya jika pegangannya terlepas. Dengan sisa-sisa tenaga tersisa, gadis kecil itu bertahan sampai tim penyelamat sampai di tempatnya. Perjuangannya menyelamatkan sang adik direkam jurnalis SY-24 Bashar Al Sheikh.
BACA JUGA: Tentara Assad Bombardir Sekolah dan Rumah Sakit, Brutal
"Setelah (bangunan, Red) runtuh dari lantai 5 akibat keretakan gedung, saya mematikan kamera dan pergi membantu menyelamatkan mereka," terang Al Sheikh seperti dikutip BBC.
BACA JUGA: Rezim Assad Bombardir Idlib dari Udara, Sasar Pemukiman dan Pasar
Riham dan Tuqa dapat dievakuasi. Mereka dibawa ke klinik terdekat sebelum dilarikan ke rumah sakit. Sayang, Tuhan memiliki kehendak lain. Riham tak bertahan. Dia meninggal saat tiba di rumah sakit karena luka-luka yang diderita. Tuqa masih dalam kondisi kritis dan berada di ICU.
Abdullah sangat berharap Tuqa bisa selamat. Jika tidak, dia bakal sebatang kara. Istrinya, Asmaa Naqouhl, dan putrinya yang lain meninggal dalam serangan yang sama. Mereka tewas di lokasi kejadian. Abdullah juga tak lagi punya tempat tinggal. Sejak serangan itu, Kota Ariha luluh lantak.
Aktivis Syria menyatakan bahwa setidaknya 10 orang meninggal dalam serangan yang terjadi di Provinsi Idlib, Aleppo, dan Hama itu.
Idlib seharusnya menjadi area bebas serangan. Sebab, dalam kesepakatan gencatan senjata antara Rusia dan Turki, Idlib dijadikan tempat untuk menampung para pengungsi. Lebih dari 3 juta orang tinggal di Idlib. Turki adalah pendukung oposisi Syria, sebaliknya Rusia mendukung rezim Bashar Al Assad.
Sayang, Rusia dan Assad mengingkari kesepakatan itu. Mereka terus saja membombardir kantong-kantong oposisi. Dalam sepuluh hari terakhir, 103 orang meninggal. Sebanyak 26 di antaranya adalah anak-anak. Assad, sepertinya, sengaja menyasar penduduk sipil. Sebab, sebagian besar serangan terjadi di sekolah, rumah sakit, pasar, dan toko kue.
"Melihat pola serangannya, itu tidak mungkin terjadi karena ketidaksengajaan," ujar Kepala Badan HAM PBB Michelle Bachelet seperti ditulis Al Jazeera.
Serangan brutal Assad dimulai akhir April. Ada 39 fasilitas medis dan lebih dari 50 sekolah yang dibombardir. Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) menyatakan, total penduduk sipil yang tewas mencapai 730 orang. Selain itu, lebih dari 400 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Versi Bachelet, pada periode itu, korban tewas 450 orang. Tak ada informasi yang pasti di medan perang. Yang pasti adalah nyawa penduduk yang tak berdosa dikorbankan. (*/c10/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petinggi Militer AS Khawatir Trump Salah Langkah di Syria
Redaktur & Reporter : Adil