JPNN.com
Catatan Politik Senayan

Semangat Memperkuat Kembali Kinerja Perekonomian Nasional

Oleh: Bambang Soesatyo

Jumat, 21 Maret 2025 – 13:46 WIB
Semangat Memperkuat Kembali Kinerja Perekonomian Nasional - JPNN.com
Bambang Soesatyo. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Benar, kinerja perekonomian sedang tidak baik-baik saja.

Namun, dinamika di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (18/3) – yang ditandai dengan jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 6,12 persen pada transaksi sesi pertama hari itu -- tidak harus ditanggapi dengan panik berlebihan.

BACA JUGA: IHSG Anjlok, Waka MPR: Kuatkan Basis Investor Instituional Domestik

Dinamika akan kembali membaik jika program-program pemerintah bagi upaya penguatan kinerja ekonomi segera dikomunikasikan kepada masyarakat.

Pemerintah diyakini akan memberikan respons dengan langkah dan kebijakan yang solutif.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Sebut Pemikiran Bung Hatta Modal Penting Hadapi Tantangan Ekonomi

Saat perdagangan pada Selasa siang itu otomatis harus dihentikan, pemerintah justru mencatat hasil positif dari penjualan delapan seri Surat Utang Negara (SUN), yakni Rp 28 triliun.

Hasil ini patut dimaknai sebagai pesan bahwa pemerintah terus berupaya menyehatkan likuiditas negara.

BACA JUGA: Siti Fauziah: Perempuan Perlu Support System Lebih Kuat Agar Bergerak di Bidang Ekonomi

Selain itu, layak dinilai positif karena hasil lelang SUN itu diperoleh tanpa harus obral atau memberi tambahan imbal hasil untuk sekadar mendapatkan investor.

Lebih dari itu, penawaran yang masuk (incoming bid) mencapai Rp 61,75 triliun atau 2,38 kali dari target indikatif Rp 26 triliun.

Bahkan, dilaporkan juga incoming bid dari investor asing pun tetap tinggi, mencapai Rp 13,95 triliun atau 22,59 persen.

Data dan kecenderungan yang tergambar dari hasil lelang SUN itu sudah cukup gamblang untuk menjelaskan bahwa investor -- baik lokal maupun asing -- masih menaruh kepercayaan kepada negara dan pemerintah dalam mengelola perekonomian nasional.

Boleh jadi, dinamika BEI per Selasa (18/3) itu lebih disebabkan oleh aksi investor menggeser dananya ke pasar penjualan SUN.

Jadi, dana hanya keluar dari BEI namun kemudian masuk ke pasar SUN yang ditawarkan negara.

Karena itulah dinamika di BEI pada Selasa (18/3) tidak semestinya menimbulkan panik berlebihan, karena fluktuasi IHSG selalu menjadi bagian tak terpisah dari proses transaksi para investor.

Sehari sebelumnya, atau pada Senin (17/3), pemerintah juga menyajikan Indikator positif lainnya, yakni kebijakan mencairkan dan mendistribusikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pendistribusian THR diharapkan dapat menjadi stimulus peningkatan konsumsi.

THR ASN dicairkan ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 --per dua bulan pertama tahun ini-- defisit Rp 31,3 triliun atau 0,13 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Pencairan THR ASN mencerminkan keyakinan dan kepercayaan diri pemerintah menghadapi situasi sulit saat ini.

Namun, patut dicamkan pula bahwa kendati kinerja perekonomian belum ideal untuk memenuhi harapan seluruh lapisan masyarakat, Indonesia sama sekali belum masuk zona resesi yang lazimnya ditandai oleh pertumbuhan negatif.

Jatuhnya IHSG BEI dalam skala yang besar memang selalu mengejutkan.

Apalagi ketika rontoknya IHSG itu disandingkan dengan indikator lain yang juga selalu menjadi perhatian masyarakat, yakni depresiasi rupiah terhadap dolar AS yang akhir-akhir ini cenderung berkelanjutan.

Nilai tukar rupiah per pekan ini sudah menyentuh level Rp 16.500-an per dolar AS.

Memang, informasi tentang APBN yang defisit, depresiasi rupiah, IHSG yang rontok, konsumsi masyarakat yang melemah, penutupan banyak pabrik hingga gelombang pemutusah hubungan kerja (PHK) pasti membuat banyak orang gelisah.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menyebutkan total pengangguran mencapai 7,47 juta.

Namun, jumlah riilnya dipastikan lebih besar dari angka itu.

Kecenderungannya bisa dilihat pada menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia dalam lima tahun terakhir.

Jika pada 2019 masih berjumlah 57,33 juta, total kelas menengah sudah menurun pada 2024 menjadi 47,85 juta.

Itulah potret kerusakan sektor perekonomian nasional dengan segala eksesnya yang harus dihadapi dan disikapi oleh pemerintahan saat ini.

Gambaran tentang kinerja perekonomian yang tidak baik-baik saja itu tak hanya dihadapi Indonesia.

Kinerja perekonomian banyak negara juga terganggu akibat ketidakpastian global.

Perang tarif saat ini, yang melibatkan Amerika Serika (AS), Kanada dan Meksiko, meningkatkan derajat ketidakpastian itu.

Akibat perang tarif yang disulut Presiden Donald Trump, AS bersama Kanada dan Meksiko kini saling mencabik-cabik perekonomian mereka.

Bahkan, Uni Eropa pun sudah masuk ke perang dagang itu.

Trump menyulut perang dagang itu karena ingin memperbaiki defisit anggaran AS.

Selain diakibatkan oleh ketidakpastian global itu, kinerja perekonomian Indonesia yang sedang memburuk pun menuntut perbaikan tata kelola APBN.

Kalau Trump menyulut perang tarif di Amerika Utara, Presiden Prabowo Subianto melakukan perbaikan tata kelola APBN dengan kebijakan efisiensi.

Selain itu, dengan membentuk badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), Presiden Prabowo bertekad memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber kekuatan dalam negeri untuk menguatkan kembali kinerja perekonomian nasional.

Masyarakat dan juga investor di pasar uang pasti ingin tahu program dan rencana aksi Danantara Indonesia.

Karena baru didirikan 24 Februari 2025, semua elemen masyarakat hendaknya bersabar menunggu.

Diyakini program dan rencana aksi Danantara akan mampu menstimulus upaya penguatan kinerja perekonomian nasional.

Sambil menunggu program Danantara, tak kalah pentingnya adalah kreasi kebijakan para menteri ekonomi untuk membangkitkan kembali kekuatan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Sektor usaha berbasis kerakyatan ini berperan signifikan.

Peran UMKM sebagai penyangga perekonomian nasional sudah terbukti.

UMKM berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.

Hingga awal 2020-an, total UMKM 64,2 juta unit usaha. Sebagian besar sudah dinyatakan bangkrut.

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet UMKM, Presiden Prabowo menghapus utang macet bagi lebih dari satu juta pelaku UMKM dengan total nilai Rp 14 triliun.

Bersama realisasi program-program Danantara nantinya, upaya memulihkan kapasitas UMKM dipastikan mampu menjadi stimulus bagi penguatan kinerja perekonomian nasional. (***)

Bambang Soesatyo

Anggota DPR RI/Ketua ke-15 MPR RI/Ketua ke-20 DPR RI/Ketua ke-7 Komisi III DPR RI/Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan.


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler