JAKARTA - PT Semen Indonesia gencar melakukan aksi korporasi. Setelah berhasil mengakuisisi pabrik semen di Vietnam, induk BUMN semen ini kini telah melakukan pembicaraan dengan tiga perusahaan asal Myanmar untuk melebarkan usaha di negeri itu.
"Sedang kita pelajari opsi-opsi apa yang lebih baik bagi Semen Indonesia. Mudah-mudahan tahun depan sudah ada kesepakatan dengan mitra lokal di Myanmar," kata Direktur Utama Semen Indonesia Dwi Soetjipto dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.
Kemungkinan bentuk ekspansi yang akan dilakukan Semen Indonesia adalah akuisisi perusahaan semen Myanmar. Karena kalau perseroan membangun sendiri pabrik di sana akan memakan waktu lama. Kalau akuisisi pabrik, produksi bisa langsung jalan setelah kesepakatan dicapai.
Dwi menegaskan, Semen Indonesia tidak ingin hanya investasi di Myanmar. Perusahaan plat merah ini ingin juga memiliki pabrik di negara tersebut. Jika ekspansi bisnis Semen Indonesia di Myanmar terealisasi, dunia internasional pasti akan mengenal nama Semen Indonesia.
Dia menuturkan, pinjaman dana ke lembaga keuangan atau penerbitan obligasi akan dilakukan jika akuisisi di Myanmar sudah berajalan. "Kita proyeksi di Myanmar bisa berkontribusi 1 juta ton per tahun, jadi bisa mendukung permintaan semen untuk ekspor," jelasnya.
Dengan begitu, lanjut Dwi, semen yang diproduksi di dalam tidak untuk diekspor tapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pasalnya, kebutuhan semen di dalam negeri terus meningkat tajam di tengah pertumbuhan ekonomi yang semakin baik.
Untuk menjawab tantangan di dalam negeri, Semen Indonesia akan segera merealisasikan pembangunan dua pabrik semen di Rembang (Jawa Tengah) dan Indarung (Sumatera Barat). Targetnya, dua pabrik tersebut dapat beroperasi pada tahun 2016.
Rencananya, dua proyek pabrik baru ini akan dimasukkan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) SMGR pada 2014 mendatang. Dengan demikian, proses pengerjaannya diharapkan dapat dimulai sesegera mungkin, sehingga bisa segera berkontribusi ke perusahaan.
"Pembangunan pabrik di Rembang dan Indarung ini membutuhkan total investasi Rp 7 triliun. Sekitar 60 persen pendanaannya dari kas internal perusahaan. Sisanya, 40 persen diperoleh dari sindikasi perbankan milik negara," jelas Dwi. (dri)
"Sedang kita pelajari opsi-opsi apa yang lebih baik bagi Semen Indonesia. Mudah-mudahan tahun depan sudah ada kesepakatan dengan mitra lokal di Myanmar," kata Direktur Utama Semen Indonesia Dwi Soetjipto dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.
Kemungkinan bentuk ekspansi yang akan dilakukan Semen Indonesia adalah akuisisi perusahaan semen Myanmar. Karena kalau perseroan membangun sendiri pabrik di sana akan memakan waktu lama. Kalau akuisisi pabrik, produksi bisa langsung jalan setelah kesepakatan dicapai.
Dwi menegaskan, Semen Indonesia tidak ingin hanya investasi di Myanmar. Perusahaan plat merah ini ingin juga memiliki pabrik di negara tersebut. Jika ekspansi bisnis Semen Indonesia di Myanmar terealisasi, dunia internasional pasti akan mengenal nama Semen Indonesia.
Dia menuturkan, pinjaman dana ke lembaga keuangan atau penerbitan obligasi akan dilakukan jika akuisisi di Myanmar sudah berajalan. "Kita proyeksi di Myanmar bisa berkontribusi 1 juta ton per tahun, jadi bisa mendukung permintaan semen untuk ekspor," jelasnya.
Dengan begitu, lanjut Dwi, semen yang diproduksi di dalam tidak untuk diekspor tapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pasalnya, kebutuhan semen di dalam negeri terus meningkat tajam di tengah pertumbuhan ekonomi yang semakin baik.
Untuk menjawab tantangan di dalam negeri, Semen Indonesia akan segera merealisasikan pembangunan dua pabrik semen di Rembang (Jawa Tengah) dan Indarung (Sumatera Barat). Targetnya, dua pabrik tersebut dapat beroperasi pada tahun 2016.
Rencananya, dua proyek pabrik baru ini akan dimasukkan dalam agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) SMGR pada 2014 mendatang. Dengan demikian, proses pengerjaannya diharapkan dapat dimulai sesegera mungkin, sehingga bisa segera berkontribusi ke perusahaan.
"Pembangunan pabrik di Rembang dan Indarung ini membutuhkan total investasi Rp 7 triliun. Sekitar 60 persen pendanaannya dari kas internal perusahaan. Sisanya, 40 persen diperoleh dari sindikasi perbankan milik negara," jelas Dwi. (dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BLSM Dianggap Cerminan Pemerintah tak Percaya Diri
Redaktur : Tim Redaksi