Seminggu, Pasien Usus Buntu Tidak Ditangani RSU

Senin, 25 Februari 2013 – 15:41 WIB
KISARAN – Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan pasien di RSU Kisaran harus terus dibenahi. Sejauh ini, pelayanan di rumah sakit plat merah ini masih dianggap berantakan, karena tidak jelasnya prosedur pelayanan terhadap pasien.

Kasus yang dialami AY Marpaung bisa menjadi salah satu bukti ketidakjelasan standar penanganan pasien di rumah sakit milik Pemkab Asahan ini.

Selama seminggu menunggu di rumah sakit tersebut, warga Air Joman ini tak kunjung mendapat kejelasan kapan dirinya bisa menjalani operasi usus buntu. Alhasil, keluarga memilih membawanya ke rumah sakit lain untuk segera mendapat penanganan.

Informasinya, sejak didiagnosis menderita penyakit usus buntu, oleh keluarganya, Marpaung langsung dibawa ke RSU Kisaran sekitar sepekan silam.

Mereka datang, dengan memanfaatkan fasilitas Kartu Kesehatan (semacam Jamkesda), untuk menjalani proses pengobatan, yakni operasi untuk mengangkat usus buntu. Di rumah sakit ini, Marpaung sempat dirawat di Ruang Melati, kelas III.

Namun harapan untuk dapat dioperasi buyar, lantaran kejelasan dari pihak RSU mengenai jadwal operasi tak kunjung datang.

“Awalnya mau dioperasi, tapi tak jelas jadwalnya. Bahkan, sudah sempat disuruh puasa. Ketika ditanya lagi sama pihak rumah sakit, katanya jadwal belum ada, karena dokternya belum ada waktu,” tukas seorang kerabat pasien.

Kecewa dengan sikap pihak RSU, keluarga pasien yang tak tega melihat kondisi Marpaung yang terus mengeluh menahan sakit, memilih memindahkan pasien ke rumah sakit swasta di Kisaran, untuk segera mendapat penanganan.

Julianto Putra LH SH, seorang aktivis sosial di Kabupaten Asahan, yang diwawancarai di RSU Kisaran usai menjenguk AY Marpaung, sesaat sebelum dipindahkan, menyayangkan sikap pihak RSU, yang tidak dapat memberikan kepastian penanganan terhadap pasien.

“Saya yakin, jika terus-terusan seperti ini, akan muncul stigma negatif di masyarakat tentang penanganan rumah sakit pemerintah. Dengan kata lain, warga akan beranggapan, jika orang miskin itu dilarang sakit. Sebab, seandainya sakit, mereka tidak akan bisa segera diobati di rumah sakit,” sindir Julianto.

Dalam kasus pasien Manurung, pria berkacamata minus ini beranggapan, sangat tidak masuk akal jika pihak rumah sakit beralasan jadwal operasi belum ada karena ketiadaan dokter yang stand by.

“Alasannya nggak masuk akal. Idealnya, untuk memperbaiki pelayanan, pihak rumah sakit harus menambah tenaga dokter ahli, agar penanggulangan kasus-kasus darurat seperti ini bisa disegerakan,” tukasnya.

Persoalan seperti ini, masih menurut pria yang akrab dipanggil Jupe ini, merupakan bentuk ‘kecelakaan’ pihak RSU dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan.

Bahkan, kata dia, jika hal ini dibiarkan, dalam artian tidak ada perbaikan sistem pelayanan, dan manajemen yang dilakukan pihak rumah sakit, bukan tidak mungkin nantinya rumah sakit milik pemerintah tidak akan diminati lagi karena dianggap menyepelekan pasien.

“Pelayanan harus diperbaiki. Jangan dengan alasan yang tidak masuk akal, masyarakat dikorbankan,” kata dia.

Pihak RSU Kisaran sendiri, belum dapat dikonfirmasi mengenai kebenaran informasi tersebut. Dirut RSU Kisaran dr Nilwan, belum berhasil ditemui saat Metro Asahan (Grup JPNN) menyambangi rumah sakit, kemarin.

Namun, seorang pegawai di rumah sakit, yang enggan namanya ditulis, saat ditanya, mengakui hal tersebut. Kata dia, persoalan ini muncul, karena masih padatnya jadwal operasi di rumah sakit tersebut. (ing)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Listrik Mati, Pemeriksaan Bupati Terhenti

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler