jpnn.com - HANYA dua senter senjata mereka untuk mencari korban gempa dan tsunami di reruntuhan Hotel Mercure. Yang satu berbentuk mungil dan dipegang sang bapak, Marthinus.
EDI SUSILO, Palu
BACA JUGA: Venezuela Sumbang USD 10 Juta untuk Korban Gempa Sulteng
Sumber cahaya satunya lagi dari ponsel milik si anak, Alfret Hamaele. Padahal, yang akan dijelajahi adalah reruntuhan hotel yang ambruk akibat guncangan gempa.
Namun, Marthinus dan Alfret Hamaele tak gentar. Di tengah gulita Palu, mereka bergerak di antara puing Hotel Mercure. Mencari Meiren Hamaele, anak Marthinus sekaligus adik Alfret. Meiren bekerja sebagai tenaga sales marketing hotel yang terletak di Palu, Sulawesi Tengah, tersebut.
BACA JUGA: Jalasenastri Bantu Korban Gempa dan Tsunami di Sulteng
Baru beberapa saat melangkah di antara reruntuhan, keduanya mendengar suara minta tolong. Bapak dan anak itu lantas mencari asal suara. Kemudian, menemukan empat orang yang sedang terjebak di lantai 1.
Karena tak punya alat, keduanya akhirnya menyiasati dengan membuat celah di antara reruntuhan. Pelan-pelan membongkar bongkahan demi bongkahan.
BACA JUGA: Kabar Adopsi Anak Korban Gempa Itu Cuma Hoaks!
”Keempat orang itu akhirnya bisa kami tarik keluar dengan selamat,” kenang Alfret tentang kejadian pada Jumat tengah malam lalu tersebut (28/9).
Dari keempatnya, Marthinus dan Alfret mendapat kabar bahwa Meiren berada di dalam reruntuhan. Semangat bapak dan anak itu pun kembali bangkit.
***
Gempa pada Jumat siang lalu itu memicu kepanikan di seantero Palu. Semua tunggang-langgang menyelamatkan diri.
Di tengah suasana seperti itu, Meiren menelepon salah seorang kakaknya. Menanyakan kabar sang mama, Rahel Latongki.
”Tapi, oleh kakak, diminta menelepon mama langsung,” kenang Alfret yang mendapat cerita itu dari sang kakak.
Rahel ketika itu memang tidak berada di rumah keluarga yang berlokasi di Palu Selatan. Tengah menjalani kegiatan peribadatan. Juga, dia selamat dari dampak guncangan gempa.
Nah, saat kepanikan akibat gempa pertama belum sepenuhnya hilang, gempa kedua mengguncang. Dengan kekuatan yang lebih besar. Yang kemudian juga memicu tsunami.
Marthinus mengenang bagaimana guncangan gempa kedua tersebut mengakibatkan banyak orang yang tengah berdiri tiba-tiba ambruk. Menggelepak ke kiri dan ke kanan. ”Mirip ikan yang habis kena pancing,” tutur pria 55 tahun yang bekerja di RRI Palu tersebut kepada Jawa Pos, Kamis (4/10).
Seketika itu pula keluarga ingat dengan Meiren. Apalagi, mereka baru mendengar kabar bahwa gempa kedua memicu tsunami. Yang menyapu banyak bangunan di sepanjang Teluk Palu.
Alfret dengan segera berangkat. Mengecek hotel tempat sang adik bekerja. Juga, betapa kaget dia.
Bangunan kokoh itu ambruk. Hingga lantai 1 hotel tidak lagi terlihat karena hampir sama dengan tanah. Kepanikannya semakin bertambah setelah telepon sang adik tak bisa dihubungi.
Dengan segera pula Alfret kembali ke rumah. Melaporkan kondisi tempat kerja Meiren. Akhirnya, bersama sang ayah, dia kembali ke lokasi Hotel Mercure. Untuk mencari Meiren.
Namun, betapa tak mudah. Banyak jalan yang rusak. Listrik padam di seantero ibu kota Sulawesi Tengah tersebut. Juga, orang berlarian dalam panik untuk menyelamatkan diri.
Dengan penuh perjuangan, Marthinus dan Alfret akhirnya baru sampai di Hotel Mercure sekitar pukul 23.00 Wita.
***
Marthinus dan Alfret kembali menjelajahi puing-puing hotel. Dan, mendadak keduanya mendengar lagi rintihan minta tolong.
Ternyata, ada dua orang yang terjepit reruntuhan. Dengan susah payah Marthinus dan Alfret mengangkat bongkahan yang menindih. Lalu mengevakuasi mereka ke tempat aman.
Dari keduanya, kembali didapatkan petunjuk. Meiren berjarak satu ruangan dengan mereka. Bapak dan anak itu segera bergegas. Menuju ruangan yang dimaksud. Membongkarnya. Namun, perempuan 20 tahun tersebut tak berada di sana.
Pencarian terus mereka lakukan. Membongkar ruang demi ruang. Sampai akhirnya kecapaian. Maklum, sudah jam empat pagi. Marthinus dan Alfret lantas beristirahat. Sambil terus berdoa agar Meiren segera ditemukan.
Ketika tim penyelamat sampai di lokasi tersebut, mereka ikut bergabung. Mencari Meiren sekaligus membantu korban lain jika ditemukan.
Sampai akhirnya keterlibatan keduanya harus berhenti Kamis. Saat petugas sudah mengerahkan alat berat dalam pencarian korban. ”Saya diminta petugas untuk menunggu,” kata Marthinus.
***
Meiren adalah sosok perempuan muda yang periang. Itulah yang membuat dia punya banyak teman.
Marthinus juga menyebut putri keempatnya itu sangat bertanggung jawab. Turut membantu ekonomi keluarga. Di usia 17 tahun, Meiren sudah bekerja di sebuah toko. Setelah itu, Meiren melamar pekerjaan di Mercure dua tahun lalu. Dan, diterima.
”Karena ingin membantu keluarga, dia sampai keteteran kuliah. Dia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kuliah yang belum genap setahun jalan,” tutur Marthinus.
Marthinus menceritakan hal itu kepada Jawa Pos Sembari matanya tak lepas menatap alat-alat berat yang membongkar reruntuhan Hotel Mercure. Alfret duduk di sebelahnya. Sama-sama termangu.
Meiren belum juga ditemukan. Namun, sudah enam orang yang telah Marthinus selamatkan bersama Alfret. Dalam posisi keduanya sebagai korban: kehilangan orang tercinta.
”Mereka (yang telah diselamatkan, Red) juga saya anggap sebagai anak-anak sendiri,” terangnya.
Apalagi, sebagian dari mereka yang selamat itu mengenal baik putrinya. Yang sampai Kamis siang masih dia tunggu kabarnya. Di antara reruntuhan hotel yang mengisi hari-harinya sejak gempa mengguncang Palu Jumat lalu.
”Semoga Meiren bisa segera ditemukan, bagaimana pun kondisinya,” harapnya. (*/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Maros Jamin Makan dan Minum Pengungsi Gempa 1 Bulan
Redaktur & Reporter : Soetomo