jpnn.com, MANGGARAI - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Poco Leok, Satar Mese, Manggarai, Nusa Tenggara Timur kembali disorot setelah sejumlah pihak yang menolak.
Namun, Tua Adat Gendang Lale Adolfus Yonas mengatakan penolakan itu datang dari individu yang bukan pemilik lahan.
BACA JUGA: Pemda Manggarai Selesai Identifikasi Pengadaan Lahan untuk Pengembangan PLTP Ulumbu
Menurut hukum, hanya pemilik sah tanah yang memiliki hak untuk menola.
Hak atas tanah telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Pertanahan, dan protes penolakan tidak dapat menjadi alasan yang mengubah status kepemilikan atau hak atas lahan tersebut.
BACA JUGA: Kembangkan Potensi Panas Bumi, Pertamina Geothermal Energy Bangun PLTP Lumut Balai Unit 2
Menurut dia, hak tersebut telah disahkan oleh para tokoh adat dan pemilik sah tanah yang mendukung pembangunan PLTP.
Yonas menegaskan bahwa sebagian besar masyarakat adat di wilayah itu mendukung penuh proyek tersebut karena dipandang membawa manfaat besar bagi komunitas setempat.
BACA JUGA: Dukung Net Zero Emission, PGE Bakal Tambah Kapasitas PLTP di Sumsel 55 MW
“Namun, ada segelintir pihak yang secara aktif menyebarkan isu-isu negatif. Isu-isu tersebut sebagian besar diliput oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab,” ucap Yonas dalam keterangannya, Selasa (8/10).
Dia menuturkan bahwa mereka mencoba menciptakan narasi bahwa penolakan tersebut mewakili keseluruhan masyarakat.
“Meskipun faktanya, sebagian besar warga justru mendukung pembangunan PLTP,” kata dia.
Sementara itu, Ketua LBH Nusa Komodo Manggarai Marcel Nagus Ahan menjelaskan bahwa aksi-aksi penolakan ini didorong oleh pihak-pihak yang berusaha menciptakan kesan seolah-olah masyarakat lokal dirugikan.
“Narasi yang diangkat bahwa pemerintah dan aparat sewenang-wenang tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Mereka yang menolak ini justru bukan pemilik lahan," tuturnya.
Penolakan yang tidak berdasarkan hak atas tanah ini bahkan telah berkembang menjadi tindakan melawan hukum, seperti blokade jalan umum, penghadangan petugas, dan upaya memancing konfrontasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH).
Kapolres Kabupaten Manggarai, AKBP Edwin Saleh menyesalkan adanya tindakan semacam itu yang mengganggu ketertiban umum.
“Tindakan blokade jalan dan aksi konfrontatif jelas melanggar hukum dan membahayakan keselamatan masyarakat,” jelas Edwin.
Dia juga mengingatkan adanya hoaks yang disebarkan oleh pihak-pihak yang ingin memutarbalikkan fakta.
“Penyebaran informasi yang tidak akurat bertujuan untuk menciptakan ketegangan di masyarakat,“ tambahnya.
Tua Gendang Rebak Thadeus Dapang, menambahkan bahwa banyak masyarakat yang menyadari manfaat jangka panjang dari proyek ini dan tidak terpengaruh oleh hasutan yang beredar.
“Kami, sebagai pemilik sah lahan, mendukung pembangunan PLTP ini. Isu-isu yang dihembuskan hanya mencerminkan kepentingan pihak luar yang tidak paham situasi sebenarnya di lapangan," ujarnya.
Melalui dukungan dari para pemilik tanah dan tokoh masyarakat, serta klarifikasi dari pemerintah terkait isu-isu yang tidak benar, pembangunan PLTP di Kabupaten Manggarai terus berlanjut sesuai rencana.
Pembangunan itu disebut memberikan harapan baru bagi masa depan ekonomi masyarakat setempat. (mcr4/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi