jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sudah sepantasnya publik memberikan ucapan selamat dan apresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berani melakukan penangkapan terhadap Novanto, meskipun upaya itu tidak akan mudah.
“Keberanian itu muncul dari KPK di tengah upaya penolakan Novanto yang didukung instrumen kekuasaan,” kata Lucius saat dihubungi JPNN, Kamis (16/11).
BACA JUGA: Setya Novanto Menghilang, Wiranto: Semua Harus Patuhi Hukum
Menurutnya, tingkah Novanto ini menunjukkan sikapnya yang konsisten jauh dari corak seorang negarawan, dan pemimpin yang mempertanggungjawabkan perbuatan serta keputusannya.
Dia menilai hilangnya Novanto juga dramatis. Lucius yakin banyak orang yang terlibat dalam hilangnya Novanto ini. Lucius meminta supaya siapa pun yang membantu Novanto kabur diproses hukum.
BACA JUGA: Gara-Gara Setya Novanto, Kader Golkar di Daerah Kebingungan
Mereka bisa dijerat dengan pasal 21 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal itu mengatur ancaman hukuman bagi pihak yang menghalangi suatu penyidikan kasus korupsi yang dilakukan KPK.
Ancaman hukumannya minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun penjara. “Pasti banyak orang yang tahu dia (Novanto) di mana tapi dengan sengaja tidak mau menginformasikan itu kepada penyidik,” ujar Lucius.
BACA JUGA: Gara-Gara Setya Novanto Golkar Bisa Hancur Berkeping-keping
Menurutnya pula, ketidakberanian Novanto menghadapi masalah justru membuat publik meragukan kemampuannya memimpin lembaga seperti DPR dan Partai Golkar.
Lucius pun mendorong DPR dan Partai Golkar melakukan pembenahan dengan memastikan pemberhentian Novanto serta mencari pimpinan baru.
“Sebagai lembaga tinggi negara, DPR tidak bisa diserahkan kepada orang yang seenaknya lari dari tanggung jawab. Kalau bergantung dengan pemimpin tipikal seperti Novanto ini saya kira negara akan hancur,” katanya.
Jika perlu, lanjut Lucius, saat ini juga sudah pantas digaungkan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar maupun pergantian ketua DPR. Sebab, tegas dia, kaburnya Novanto ini merupakan signal dia tidak mau bertanggung jawab.
Tentunya ini akan menyandera DPR dan Partai Golkar. Nah, dua lembaga ini harusnya berpikir jangka panjang. Mereka tidak seharusnya larut dalam keprihatinan yang menimpa Novanto.
”Tapi, bagaimana membangun DPR dan Partai Golkar agar tidak tergantung dengan sosok ke Novanto,” jelasnya.
Seperti diketahui, Novanto kembali ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP lewat surat perintah penyidikan (sprindik) yang ditandatangani lima pimpinan KPK 31 Oktober 2017.
Novanto diduga melakukan korupsi bersama-sama Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Dirjen Dukcapil Kemendari Irman, dan bekas pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek e-KTP di Kemendagri Sugiharto.
Novanto dijerat pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.
Sebelumnya, Novanto juga pernah menyandang status tersangka korupsi e-KTP. Namun lewat putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jumat (29/9), status tersangka Novanto gugur.
Hanya saja, KPK membuka penyelidikan baru pada 5 Oktober 2017. Kemudian, menerbitkan sprindik 31 Oktober 2017. Novanto berkali-kali mangkir pemanggilan.
KPK melakukan penjemputan paksa di kediamannya, Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11) malam. Namun, Novanto tiba-tiba menghilang dan hingga kini masih terus diburu KPK yang menggandeng Polri. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Setya Novanto Apa Enggak Malu?
Redaktur & Reporter : Boy