jpnn.com, JAKARTA - Di perayaan ke-50 Jakarta Biennale 2024, Brian Suebu menjadi seniman asal Sentani, Papua pertama yang berpartisipasi dalam ajang bergengsi ini.
Brian mempersembahkan sebuah karya berjudul "Menghindar Tanpa Pamit", yang sarat akan pesan ekologis yang berkolaborasi dengan GudSkul Ekosistem dari Jagakarsa, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Seniman Faida Rachma Soroti Isu Hunian dan Kepemilikan di Jakarta Biennale 2024
Melalui program residensi Baku Konek, dia berkesempatan menyelami dan mengekspresikan perasaannya tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan dan populasi hewan.
Brian memberi nama karyanya "Menghindar Tanpa Pamit" yang menggambarkan keresahannya atas hilangnya berbagai spesies hewan akibat semakin pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk.
BACA JUGA: Tepung-Pa-Tepung Karya Seniman Majalengka yang Kaya Makna Hadir di Jakarta Biennale 2024
"Karya ini menggambarkan rasa kehilangan dan kebingungan—hewan-hewan seolah-olah menghilang tanpa jejak karena habitat mereka terus tergerus oleh kepentingan manusia," jelas Brian dalam keterangannya, Jumat (15/11).
Sebagai seniman, dia merasakan pentingnya mengajak audiens merenungkan kembali dampak yang ditimbulkan aktivitas manusia terhadap ekosistem, terutama keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam.
Melalui karya ini, Brian berharap publik bisa ikut merasakan kekhawatirannya atas masa depan ekosistem yang terus menipis.
Dia juga mengajak orang-orang yang melihat karyanya untuk berpikir tentang tanggung jawab terhadap kelestarian serta merawat alam.
"Betapa pentingnya menjaga habitat alami agar generasi mendatang dapat menikmatikeanekaragaman hayati yang ada saat ini," lanjutnya.
Karyanya di Jakarta Biennale menjadi seruan agar masyarakat turut andil dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi eksploitasi terhadap alam demi keberlanjutan hidup bagi semua makhluk.
Brian juga menjelaskan melalui program residensi Baku Konek memberinya banyak ruang untuk berekspresi dan mempelajari berbagai perspektif seni dari lingkungan yang baru.
Baginya, kesempatan berkarya dalam residensi Baku Konek dan menampilkan hasilnya di Jakarta Biennale merupakan pengalaman yang berharga.
“Saya sangat senang dan bersyukur bisa menjadi bagian dari Baku Konek dan karyanya dipamerkan di perayaan 50 tahun Jakarta Biennale. Ini kesempatan luar biasa untuk memperkenalkan perspektif saya tentang alam dan keberlanjutan di panggung yang besar, serta melihat bagaimana seni bisa mempengaruhi cara pandang orang tentang lingkungan,” ungkapnya.
Brian adalah satu dari 18 seniman yang dipilih dalam program Baku Konek, program residensi yang difasilitasi oleh Manajemen Talenta Nasional (MTN) dan ruangrupa.
Residensi ini dirancang untuk memberi kesempatan kepada seniman lokal dari seluruh Indonesia untuk berkolaborasi dan memperluas jangkauan karya mereka.
Program residensi ini diinisiasi oleh ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK), Kementerian Kebudayaan melalui Manajemen Talenta Nasional (MTN) Bidang Seni Budaya, dan berkolaborasi dengan komunitas serta kolektif seni di berbagai daerah di Indonesia.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra