Sensasi Mistis di Puncak Berkumpulnya Para Arwah

Minggu, 15 Juli 2018 – 05:00 WIB
Danau Kelimutu. Foto: Ken Girsang/JPNN

jpnn.com - Matahari belum muncul di ufuk timur Pulau Flores. Lapisan embun juga masih sangat tebal, membuat udara semakin dingin seakan menembus hingga ke tulang.

Oleh : Ken Girsang, Flores NTT

BACA JUGA: Pesona Danau Kelimutu Pikat Travelista Kanada

Namun, puluhan orang sepertinya tak mempedulikan rasa dingin itu. Dengan langkah pasti mereka mulai menapaki anak tangga menuju puncak Gunung Kelimutu, mengejar sensasi sunrise di antara danau tiga warna yang keindahannya telah mendunia sejak puluhan tahun lalu.

Bagi yang tidak terbiasa berolahraga, mendaki hingga 1300 meter menuju puncak tertinggi gunung yang terletak di Desa Pemo, Kelimutu, Ende, NTT ini bukan pekerjaan mudah.

BACA JUGA: #JayalahPancasila Berkumandang di Danau Kelimutu Flores

Perlu tenaga ekstra, minimal beberapa kali beristirahat untuk menarik nafas sejenak.

Namun, begitu sampai ke puncak, rasa lelah seakan terbayarkan dengan sensasi keindahan yang ada.

Dari puncak tertinggi, terlihat sangat jelas ketiga danau yang ada. Danau atau Tiwu Ata Polo, pagi itu terlihat berwarna biru langit.

Sementara di sebelahnya Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai berwarna biru keputihan. Kedua danau ini berada di sebelah kanan tangga menuju puncak.

Di sebelah kiri, Tiwu  Ata Mbupu terkesan berwarna kehitaman. Saat matahari mulai naik, baru terlihat air danau ternyata berwarna hijau tua.

Dari catatan yang ada, Tiwu Ata Polo diperkirakan luasnya mencapai 4 hektare dengan kedalaman 64 meter. Danau ini telah mengalami perubahan warna setidaknya sebanyak  44 kali sejak 1915 lalu.

Kemudian Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai luasnya mencapai 5,5 hektare dengan kedalaman 127 meter. Danau ini telah mengalami perubahan warna setidaknya sebanyak 25 kali.

Sementara itu Tiwu Ata Mbupu luasnya diperkirakan mencapai 4,5 hektare dengan kedalaman 67 meter. Danau ini telah mengalami perubahan warna setidaknya 16 kali.

Saking indahnya panorama yang ada, wisatawan rela berlama-lama di puncak gunung berapi yang berstatus masih aktif itu.

Menikmati keindahan danau yang terbentuk dari letusan gunung. Padahal, areal puncak tempat menatap seluruh penjuru yang ada hanya berdiameter 20 meter. Persis di bagian tengah terdapat sebuah tugu.

Gunung Kelimutu bisa diartikan sebagai gunung suci. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat, sekitar dua jam perjalanan dari Kota Ende, Flores, NTT dengan jalan yang meliuk-liuk.

Suku Lio, penduduk asli di sekitar Kelimutu meyakini tiga danau yang ada merupakan tempat berkumpulnya para arwah setelah meninggal dunia.

Menurut Mateus Manggolando, warga setempat yang sehari-hari berdagang di puncak Kelimutu, Tiwu Ata Polo merupakan tempat berkumpulnya arwah orang-orang jahat.

Kemudian di Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai, tempat berkumpulnya arwah penduduk setempat yang meninggal di usia muda dan Tiwu Ata Mbupu tempat arwah para orang berusia tua.

"Untuk tahu arwah yang baru meninggal masuk ke danau mana,  diatur Konde Ratu (penguasa Kelimutu). Tempatnya di bawah, di Pere Konde (pintu gerbang menuju Kelimutu)," ucap pria kelahiran 1981 itu.

Selain itu, warga dari 14 desa di sekitar Gunung Kelimutu, kata Mateus, setiap tahun juga menggelar upacara "memberi makan arwah" yang disebut Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata.

Upacara khusus para tetua adat dilaksanakan pada 12 Agustus. Sementara upacara terbuka yang diikuti semua penduduk dan terbuka bagi wisatawan, dilaksanakan setiap 14 Agustus.

"Ritualnya potong babi, ayam jantan berwarna merah. Ini untuk adat. Sementara sapi itu untuk kasih makan orang yang datang," katanya.

Upacara adat, kata Mateus, juga dilaksanakan setiap danau memberi tanda-tanda tertentu.

Misalnya seperti yang terjadi 2012 lalu, Kelimutu mengeluarkan asap pekat dengan bau belerang menyengat.

Warga tidak lagi diperkenankan naik ke Kelimutu. Sementara di sejumlah desa, warga terpaksa menggunakan masker dalam melaksanakan aktivitas.

"Saat itu ketua adat mulai melakukan ritual adat. Dicari babi anakan dan ayam yang semua bulunya berwarna merah. Itu dipotong lalu diambil hati dan isinya. Masing-masing dimasak dalam periuk terpisah. Tidak pakai bumbu, hanya direbus saja dan tidak boleh dicicipi," katanya.

Setelah persyaratan lengkap, ritual 'memberi makan arwah' kemudian dilakukan. Setelah itu barulah permohonan disampaikan.

"Setelah itu langit mulai terang, asap mulai hilang. Jadi, setiap ada sesuatu dengan danau harus kasih makan. Kelimutu ini penting bagi Suku Lio. Keli artinya gunung. Mutu artinya yang bermutu sekali (suci)," pungkas Mateus.


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler