jpnn.com, JAKARTA - Setelah tantangan 100 hari kerja, kabinet Jokowi-Ma’ruf ternyata mendapat tantangan berlipat ganda dan lebih dinamis. Sumbernya ialah pandemi virus corona (Covid-19). Kepemimpinan yang kuat di masa krisis tersebut menjadi sangat krusial.
Next Policy mencoba melakukan riset terkait sentimen ke para menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf, lewat pengumpulan data teks di media sosial Twitter sejak 11 Desember 2019 hingga 2 Maret 2020.
BACA JUGA: Simak Alasan Pak Jokowi Tidak Terapkan Darurat Sipil Saat Ini
Virus corona pertama kali muncul dalam perbincangan warganet di Twitter pada 15 Januari 2020.
Kemudian Next Policy melakukan pengumpulan data teks untuk melihat sentimen publik terhadap para menteri kabinet Jokowi- Ma’ruf Amin.
BACA JUGA: Jokowi Terbitkan Perppu demi Perangi Corona, Irwan Fecho: DPR Harus Tolak!
Terutama yang memiliki peran strategis dalam penanganan wabah Covid-19, mencakup Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Terkait sektor ekonomi, ada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama.
BACA JUGA: Perkembangan Terbaru dari RS Darurat Corona
Ringkasnya, riset Next Policy menyebutkan sentimen warganet kepada Menteri Terawan naik 297 persen menjadi 18.150 tweets sejak dilantik hingga 2 Maret lalu.
Melalui kata kunci dengan filter 'Terawan' dan 'corona' ditemukan 2.870 tweets yang berkaitan dengan respons Terawan terhadap kasus Covid-19.
Hasil lengkapnya, sentimen negatif terhadap Menteri Terawan lebih tinggi berbanding sentimen positif, yakni 1.493 tweets banding 360. Sementara sentimen netral 1.071 tweets.
Lonjakan sentimen negatif Terawan terjadi periode 28 Januari-28 Februari. Saat itu Terawan membuat beberapa pernyataan, antara lain bahwa kunci mencegah penularan Covid-19 adalah imunitas dan berdoa.
“Menteri Terawan mendapat sentimen negatif di Twitter, karena menyangkal ancaman virus yang ternyata berubah menjadi pandemi. Sebagai otoritas tertinggi di sektor kesehatan, sikap penyangkalan tersebut memengaruhi menteri-menteri lain seperti menteri perhubungan, menkopolhukam, menteri dalam negeri, wakil presiden, bahkan presiden sendiri. Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus memimpin para menterinya untuk berputar arah menghadapi perkembangan terkini yang penuh dengan ketidakpastian,” ujar Grady Nagara, peneliti Next Policy, dalam keterangan resmi, Selasa (31/3).
Menurut Grady, ketika merespons krisis, seorang pemimpin harus berkomunikasi transparan kepada publik; memiliki dan mendorong arah dan tindakan jelas dan cepat; terlibat dan hadir; serta semua proses memiliki akuntabilitas.
“Menteri Nadiem Makarim, Erick Thohir, dan Sri Mulyani adalah menteri-menteri yang mendapat sentimen positif, yang diharapkan menjadi penggerak kabinet mengantisipasi krisis. Namun, mereka harus dipimpin langsung presiden,” tegasnya.
Ivan Ahda, pegiat pendidikan sekaligus founder pemimpin.id, menambahkan respons Mendikbud Nadiem Makarim perlu diapresiasi saat ini.
“Dua langkah utama Menteri Nadiem merupakan respons cepat kemendikbud menghadapi pandemi ini, yakni peniadaan ujian nasional dan pembelajaran jarak jauh. Keputusan tersebut diikuti oleh dinas pendidikan di daerah, sekolah, guru, dan murid bersama-sama orang tua,” katanya.
Kata Ivan, Nadiem dapat menjadikan krisis ini momentum percepatan transformasi digital sektor pendidikan nasional. “Karena kita tidak banyak pilihan kecuali bertransformasi ke digital, maka Nadiem Makarim adalah sosok yang pas memimpinnya.”
Sektor Ekonomi Putar Arah
Sementara itu, di sektor ekonomi terjadi perubahan arah di bawah komando Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Erick Thohir.
“Hal lain yang kami temukan dan cukup pivotal adalah Sri Mulyani menjadi menteri yang paling awal bersuara mengenai dampak Covid-19, bahkan dibandingkan Menteri Terawan,“ kata Fithra Faisal Hastiadi, Direktur Eksekutif Next Policy.
Menurutnya, Sri Mulyani serius melakukan langkah-langkah mitigasi demi menangkis dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Hal ini cukup pivotal karena dampak ekonomi virus ini memang serius dan menebarkan ketakutan pada pasar (saham).
“Sri Mulyani sempat mengatakan dirinya lebih khawatir dampak Covid-19 dibandingkan Brexit. Sri Mulyani boleh jadi benar mengingat analisis dampak yang dilakukan Next Policy menunjukkan efek dari Brexit minimal dibandingkan Covid-19,“ jelasnya.
Kata Fithra, pandemi Covid-19 berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1-0,2 persen bila terjadi penurunan setiap 1 persen ekonomi China. Bahkan, dengan makin meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, kemungkinan terjadi kontraksi ekonomi jauh lebih besar.
Hasil simulasi Next Policy menunjukkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia, juga rupiah, lebih banyak dipicu faktor Covid-19 ketimbang faktor fundamental.
Hasil perhitungan impulse response Next Policy menunjukkan, peningkatan 1 kasus pasien meninggal Covid-19 di Indonesia membuat pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 78 basis points (bps) setelah dua hari.
Kemudian 125,34 bps setelah satu pekan dan 274,56 bps setelah sepuluh hari.
Peningkatan 1 kasus positif Covid-19 juga berakibat pada pelemahan kurs rupiah terhadap dolar sebesar 8,5 bps setelah dua hari. Selanjutnya 81,42 bps setelah satu pekan dan 172,48 bps setelah sepuluh hari.
Begitu juga dengan IHSG. Meningkatnya satu kasus pasien meninggal Covid19 berdampak pada pelemahan IHSG sebesar 2,5 bps setelah empat hari. Kemudian 107,45 bps setelah satu pekan dan 240,49 bps setelah sepuluh hari.
Meningkatnya satu kasus positif Covid-19 berdampak pada pelemahan IHSG sebesar 22,96 bps setelah dua hari. Lalu 71,85 bps setelah satu pekan, dan 151,51 bps setelah sepuluh hari.
Mengingat puncak dari infeksi Covid-19, berdasarkan proyeksi, terjadi pada 6 hingga 12 Mei mendatang, kemungkinan besar peran Sri Mulyani semakin sentral.
“Adapun Erick Thohir cukup konsisten berada di papan atas menteri yang paling banyak disebut, serta mendapatkan porsi kenaikan cukup tinggi (421 persen) dibandingkan saat awal penyusunan kabinet. Serupa dengan Sri Mulyani, banyak milenial memposisikan Erick Thohir sebagai anutan. Bahkan dalam beberapa isu tertentu, nama Sri Mulyani dan Erick Thohir sering bersamaan disebut,” tegasnya. (mg8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha