jpnn.com - JPNN.com JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean program Presiden Jokowi untuk menuntaskan proyek listrik 35 ribu Mega Watt (MW) rampung pada 2019 bisa molor.
Alasannya, beberapa tender pembangkit listrik yang digelar PT PLN (Persero) menemui kendala.
BACA JUGA: BI dan LPS Bersinergi, 7 Poin Disepakati
Salah satunya adalah lelang PLTMG Scattered 180 MW dan PLTMG Pontianak berkapasitas 100 MW. Meski pengumuman dan pendaftaran sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari, namun hingga batas akhir penyerahan dokumen tender pada 26 Juli 2016 tidak ada satu pun peserta yang mendaftar.
Ferdinand Hutahaean menilai, sepinya peserta lelang listrik ini akibat sikap PLN sendiri. Kata dia, PLN seringkali menentukan sepihak pemenang tender sesuai selera direksi.
BACA JUGA: Semester I, Laba Pegadaian Naik 90 miliar
Bahkan, PLN terkadang mengabaikan peserta tender memenuhi standar tinggi persyaratan lelang yang diminta PLN, memiliki konsep, teknologi, serta tawaran harga bagus.
Ferdinand menegaskan, pihaknya selalu mengamati pelaksanaan tender pembangkit di PLN. Direksi PLN tidak menentukan pemenang tender berdasarkan komitmen, tapi hanya pihak-pihak tertentu saja yang boleh menang.
BACA JUGA: Panen Rendah, Ekspor Kopi Melemah
Disebutkan pula bahwa PLTU Jawa 5 dan PLTU Jawa 7 bisa menjadi bukti di mana proses tendernya tidak jalan hingga akhirnya dibatalkan sepihak oleh PLN dengan alasan-alasan sesuai kepentingan PLN. "Dalihnya demi keamanan," imbuh Ferdinand saat dihubungi media, Kamis (28/7).
Padahal, dalam peta jalan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW yang ditargetkan kelar pada 2019, PLTU Jawa 5 merupakan proyek yang diperuntukkan bagi pengembang swasta (independent power producer/IPP).
Ia juga khawatir nasib IPP Jawa I pun bakal bernasib sama dengan PLTMG Scattered dan Pontianak di mana tidak ada satupun peserta tender yang mengembalikan dokumen lelang. Karena calon lokasinya yang bakal di Muara Tawar ini justru bermasalah dengan program reklamasi Pemda DKI.
"Tidak ada keterbukaan dalam tender PLN, akhirnya investor ingin masuk jadi ragu. Kalau belum kesepakatan dengan direksi, investor malas masuk, apalagi jika belum ada deal, investor berpikir buat apa datang ikut tender," tegasnya. Belum lagi, untuk ketemu direksi PLN sangat sulit.
Untuk itu, EWI berharap agar direksi PLN berbenah bahkan jika tidak ada perbaikan harus dirombak. "Harus ada sistem baru agar proses tender ada keterbukaan," papar Ferdinand.
Dia juga mengkritik pola keterbukaan PLN dalam menjelaskan ke publik terkait perkembangan progres proyek listrik yang tidak jelas. "Berapa yang sudah produksi, berapa masih tahap kontruksi, atau tahap tender, tidak terpublikasi secara terbuka ke publik," ujarnya.
"Kalau tidak ada perubahan, proyek listrik jangan harap selesai di 2019, apalagi membangun pembangkit bisa butuh waktu tiga hingga empat tahun, sementara sisa rezim tinggal tiga tahun," katanya.
Sementara, Pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara Ahmad Redi juga memberi penilaian sama bahwa investor seringkali sungkan ikut masuk di proses tender listrik. Penyebabnya, lantaran seringkali tidak ada kepastian, misal dari bisnisnya, dalam hal ini kepastian harga jual listrik.
"Faktor lain, mereka juga khawatir dengan kinerja PLN sendiri. Belum lagi dalam kaitan dengan pembebasan lahan, PLN termasuk pemerintah tidak pernah membantu. Ada sumbatan besar sehingga investasi di proyek listrik, tersendat," ujarnya.
Keluhan calon investor lainnya, tidak ada insentif yang jelas bagi pengusaha sehingga mereka malas ikut beauty contest. Jika di daerah, juga seringkali berbenturan dengan masalah tata ruang.
Bisnis di Indonesia, kata Redi, sering tidak bisa diprediksi sehingga investor malas, aturan hukum bisa berubah tiba-tiba. Misal aturan pengadaan barang dan jasa bisa tiba-tiba berbenturan dengan pengadaan listrik. Juga, pejabat di daerah takut mengambil keputusan proyek karena khawatir tersangkut pidana.
Jika semua tidak dibenahi, ia khawatir proyek listrik ini tidak akan selesai tepat waktu. "Listrik, kan, kategori untuk kepentingan umum, untuk publik, PLN sendiri saja, termasuk pemerintah, seringkali juga tidak membantu swasta. Belum lagi ketika ada proyek, harga tanah bisa naik ratusan kali lipat, kepastian tidak ada," tandasnya. (jpg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penguasa Properti Surabaya Raih Laba Rp 961 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi