Sergub Larangan Etalase Rokok untuk Kurangi Penyebaran Covid-19 Dinilai tak Relevan

Rabu, 29 September 2021 – 20:15 WIB
Seruan Gubernur DKI Jakarta nomor 8 tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok. Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai Sergub 8/2021, tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok, sama sekali tidak memiliki implikasi terhadap penyebaran virus Covid-19.

Dia justru meminta Gubernur Anies Baswedan untuk fokus mendorong protokol kesehatan di sejumlah ruang publik.

BACA JUGA: Kedekatan dengan Amanda Manopo Jadi Cibiran, Arya Saloka Merespons Begini

Menurut Ferdinand, harusnya penindakan dilakukan terhadap keramaian.

“Sergub ini sama sekali tidak relevan, jangan dihubung-hubungkan dengan pandemi. Masih banyak hal lain terkait penyebaran pandemi yang tidak diurusi Anies Baswedan. Misalnya banyak keramaian di pasar tradisional, kalau ditelusuri banyak sekali pelanggaran protokol kesehatan. Lebih baik Anies Baswedan fokus memperketat itu, daripada mengurusi sesuatu yang tidak relevan,” tegasnya.

BACA JUGA: Menko Airlangga: Jelas, Semua Harus Terbagi Merata

Menurutnya, Sergub 8/2021 yang terbit Juni lalu justru bakal menekan dunia usaha, sekaligus mengganggu upaya pemulihan ekonomi yang saat ini tengah jadi fokus pemerintah pusat.

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Universitas Padjadjaran Irsyad Kamal mengatakan Sergub ini tidak relevan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

BACA JUGA: Gairah Bercinta Memuncak Tetapi Sedang Flu? Cobalah 6 Posisi ini di Ranjang

Alih-alih mencegah penyebaran Covid-19, malah mematikan ekonomi masyarakat.

Irsyad justru menilai Sergub ini bakal mengganggu dunia usaha, terutama buat industri hasil tembakau (IHT) dan pelaku usaha ritel baik modern atau tradisional seperti warung.

Terutama buat warung yang mengandalkan penjualan rokok sebagai omset terbesarnya. Apalagi jika penindakan yang dilakukan Satpol PP sebagaimana yang dilakukan dengan menutup etalase rokok di minimarket juga dilakukan di warung-warung.

Dalam tataran makro-ekonomi pembatasan yang ketat terhadap IHT dinilai Irsyad juga bukan hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil, melainkan juga berimbas kepada perusahaan rokok.

Adapun menurut Irsyad pembatasan-pembatasan terhadap IHT terjadi lantaran pemerintah belum memiliki tujuan yang jelas terhadap IHT.

Kebijakan terhadap IHT tidak bisa sekadar meniru sejumlah negara yang memberlakukan pembatasan secara ketat seperti Amerika Serikat, Singapura dengan menjual rokok dengan harga yang tinggi, melarang penjualan eceran. Karena negara-negara tersebut tidak mengandalkan pendapatan dari IHT.

“Yang saya tegaskan adalah pemerintah perlu punya objektif yang jelas, kalau memang menekankan aspek kesehatan apakah bisa mengompensasi pendapatan dari IHT. Saat ini penerimaan cukai rokok itu paling besar, kemudian kalau dibatasi secara ketat, perusahaan-perusahaan rokok pasti akan melakukan layoff terhadap pekerjanya,” seru Irsyad.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler